Keanekaragaman Makhluk Manusia dan Kebudayaan

2.1 Keanekaragaman Makhluk Manusia dan Kebudayaan

            Pertama, ada yang berpendapat bahwa pada dasarnya mahluk manusia memang diciptakan beraneka macan atau polygenesis. Kedua adalah yang meyakini bahwa sebenarnya mahluk manusia itu hanya diciptakan sekali saja atau monogenesis. Ketiga ada pendapat yang mengatakan bahwa sebenarnya makhluk manusia dan kebudayaan tidak mengalami proses degenerasi.  Seorang ahli antropologi Amerika A.L Kroeber berpendapat bahwa salah satu sifat kebudayaan adalah superorganik. Jika proses evolusi kebudayaan dibandingkan dengan proses evolusi fisik dari mahluk manusia, sampai pada suatu kurun waktu tertentu masih berjalan sejajar. Akan tetapi pada suatu tahap perkembangan tertentu, diduga proses perubahan kebudayaan berjalan amat cepat sekali seolah-olah meninggalkan proses evolusi organiknya.

        Selain disebabkan oleh mekanisme lain seperti munculnya penemuan baru atau invention, difusi dan akulturasi, perubahan suatu lingkungan akan dapat pula mengakibatkan terjadinya perubahan kebudayaan.  Manusia dan kebudayaan merupakan  kesatuan yang tidak terpisahkan, sementara itu pendukung kebudayaan adalah mahluk manusia itu sendiri. Sekalipun mahluk manusia akan mati tetapi kebudayaan yang dimilikinya akan diwariskan pada keturunannya, demikian seterusnya. Kebudayaan mengenal ruang dan tempat tumbuh kembangngya, dengan mengalami perubahan penambahan dan pengurangannya.

2.2 Konsep Kebudayaan

        Kluckhohn mengatakan bahwa kebudayaan mahluk manusia juga terdapat unsur-unsur kebudayaan yang sifatnya universal meliputi, sistem organisasi sosial, sistem mata pencaharian hidup, sistem teknologi, sistem pengetahuan, kesenian, bahasa dan religi. R. Linton (1936) membagi kebudayaan menjadi bagian yang tampak atau overt culture dan bagian yang tidak tampak covert culture. Dalam suatu study mengenai perubahan kebudayaan, sering kali struktur sosial dianggap merupakan bagian yang statis. Sedangkan bagian yang dinamis yaitu berbagai bentuk interaksi sosial. Kebudayaan sebagai pola untuk perilaku adalah mengacu pada pola kehidupan suatu masyarakat, yaitu berupa berbagai kegiatan atau bentuk-bentuk pengaturan sosial dan material.

          Budaya sebagai sistem pemikiran mencakup sistem gagasan, konsep-konsep, aturan-atuuran, serta pemaknaan yang mendasari dan diwujudkan dalam kehidupan yang dimilikinya melalui proses belajar. Oleh karenanya C. Geertz berpendapat bahwa kebudayaan adalah sistem pemaknaan yang dimiliki bersama, dan kebudayaan merupakan hasil dari proses sosial dan bukan hasil proses perseorangan.

2.3 Ekologi dan Homeostatis / Keseimbangan Sosial

            Kebudayaan sebagai sistem budaya merupakan seperangkat gagasan-gagasan yang membentuk tingkah laku seseorang atau kelompok dalam suatu ekosistem adaptasi mengacu pada proses interaksi antara perubahan yang ditimbulkan suatu organisme pada suatu lingkungan, dan perubahan yang ditimbulkan oleh lingkungan dari orrganisme tersebut. Unit adaptasi mahluk manusia meliputi organisme dan lingkungan yang merupakan suatu ekosistem yaitu sistem atau kesatuan yang berfungsi, dan terdiri atas lingkungan fisik berikut berbagai organisme yang hidup di dalamnya. Proses adaptasi telah menghasilkan keseimbangan yang dinamis, karena manusia sebagai bagian dari salah satu organisme hidup dalam suatu lingkungan fisik tertentu.

            Ekosistem terdiri dari komunitas biota dari organisma-organisma yang saling berhubungan yang ruang lingkup dan ketahanannya saling beraneka ragam. Faktor ekologi, ekonomi, sosial dan kultural berperan dalam perubahan dan sebagai akibat pertemuan sistem ekonomi modern (belanda) dan ekonomi subsisten dari pribumi jawa.

2.4 Ekologi Budaya

            Ekologi adalah ilmu yang mempelajari saling keterkaitan antara organisme dengan lingkungannya,termasuk lingkungan fisik dan berbagai bentuk hidup organisme. J.H. Steward mengatakan bahwa proses perkembangan kebudayaan di dunia ini memiliki corak khas dan unik. Proses perkembangannya diberbagai belahan bumi ini tidak terlepas antara satu dengan lainnya dan bahkan ada beberapa diantaranya yang tampak sejajar,terutama pada sistem mata pencaharian hidup,sistem kemasyarakatan dan sistem religi.

            Steward juga berpendapat bahwa hubungan antara kebudayaan dengan alam sekitarnya juga dapat dijelaskan melalui aspek-aspek tertentu dalam suatu kebudayaan,sekalipun alam sekitarnya belum tentu akan berpengaruh terhadap kebudayaan dari suatu suku-bangsa.Steward mengusulkan konsep ‘tipe kebudayaan’ atau culture type, yaitu yang didasarkan atas jenis teknologi tertentu dan mengkaitkannya dengan sifat-sifat suatu lingkungan dan jenis teknologi yang dipergunakannya. Lingkungan dan teknologi bukan satu-satunya faktor yang menentukan cara hidup suatu masyarakat.

            Rappaport (1979) menilai bahwa upacara keagamaan di Kalangan orang Tsembaga itu sebagai upaya untuk menjaga keseimbangan dan memperbaiki berbagai hubungan antar kelompok disana termasuk menata kembali berbagai sumber penghidupan dan menambah protein hewani. Menurut William A. Haviland (1985),diantara berbagai unsur dalam suatu kebudayaan,ada yang merupakan inti atau cultural core,yaitu berupa unsur-unsur kebudayaan tertentu yang menentukan berbagai bentuk kehidupan suatu masyarakat.

2.5 Determinisme Lingkungan dan Posibilisme

            Di masa lalu,studi tentang kebudayaan selalu ditekankan akan adanya keterkaitan perilaku manusia dengan lingkungannya atau environmental determinism. Pendekatan tersebut, yang juga dikenal dengan geographical determinism atau ethnographic environmentalism, lebih mendasar pada suatu pandangan bahwa kondisi suatu lingkungan amat berperan dalam membentuk kebudayaan suatu suku-bangsa,antara lain tampak pada pendapat Elsworth Huntington yang percaya bahwa ada saling mempengaruhi antara kondisi iklim dengan kebudayaan.

           Pada Umumnya, istilah environmentalism, dipakai untuk mengelompokan suatu pemikiran yang beranggapan bahwa perilaku sosial-budaya dari makhluk hidup ditentukan oleh berbagai faktor yang sangat kompleks,tetapi dalam proses pembentukannya lebih ditentukan oleh lingkungan tempat mereka tinggal. Sebagian besar penganut paham environmentalism berpendapat bahwa pada dasarnya perbedaan perilaku sosial dari makhluk hidup,demikian pula bentuk fisik dan kejiwaan adalah karena mereka hidup dalam suatu wilayah yang memiliki iklim berbeda.

Tulisan ini dipublikasikan di Antropologi. Tandai permalink.

5 Balasan pada Keanekaragaman Makhluk Manusia dan Kebudayaan

  1. putri novitasari berkata:

    tampilan penulisannya sudah rapi, tapi alangkah lebih bagus jika profil blog disertakan dengan foto. terimakasih

  2. anisa aulia azmi berkata:

    tulisannya sudah oke, tp untuk tampilan widget tlg dirapikan

  3. Kak judulnya jangan UPPERCASE ya, diperbaiki lagi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: