Sub-Sub Strukturalisme

Hallo teman-teman semua, kali ini saya akan membagikan materi mengenai Sub-Sub Strukturalisme, materi ini merupakan tugas dari mata kuliah Teori-Teori Budaya, pada semester 4 yang lalu. Berikut materinya:

Di buku ini membahas struturalisme miliknya Levi-Strauss. strukturalisme Levi-Strauss ini berbicara mengenai strukturalisme Prancis sama dengan berbicara mengenai skema teoretik Levi-Strauss. Yang melatarbelakangi teoretik Levi-Strauss yaitu metodologi linguistik struktural, misalnya bahasa. Jika di tinjau sebagai sistem bunyi bahasa ialah fonem-fonemnya, yakni kelompok signifikan yang memuat unsur-unsur bunyi. Bila fonem itu digabungkan menjadi unit linguistik yang lebih besar, maka muncul arti, dengan demikian timbullah komunikasi. Linguis bertugas menembuskan pandang terhadap manifestasi permukaan ungkapan kebahasaan, hingga menemukan kaidah struktural yang mendasarinya dan yang dikatakan sebagai sebab kemunculan ungkapan kebahasaan ini.
Bagi Levi-Strauss budaya bagi hakekatnya adalah suatu sistem simbolik atau konfigurasi sistem perlambangan.Levi-Strauss memiliki pandangan yang berbeda mengenai mite, ia tidak banyak mengurus konteks sosial mite, ia tidak pula memandang mite untuk memberikan penjelasan tentang dunia meskipun ia memang menekankan makna intelektual mite. Mite mengandung semacam amanat yang di kodekan, dan tugas penganalisa ialah menemukan dan mengurai kode itu serta menyingkapkan amanatnya. Levi-Strauss menyatakan bahwa struktur mite bersifat dialektis. artinya, dari sana ditampilkan oposisi dan kontradiksi tertentu.laki-laki, wanita, endogamy, eksogami, kakak, adik, bumi, langit, dan seterusnya dan kemudian ada semacam penengahan atau pemecahan. Jika dipandang dalam skala global, variasi mite yang tampak nyata itu dipandang sebagai transformasi logis dari seperangkat hubungan struktural yang bertahan lama. Penemuan inti struktur yang mendasar inilah yang menjadi perhatian pokok Levi-Strauss dalam menganalisis mite.

Pandangan Levi-Strauss mengenai totemisme sebagian berkembang dari beberapa diantara gagasan Radcliffe-Brown. Radcliffe-Brown mengemukakan bahwa kepercayaan totemik berfungsi mempersonalisasikan alam dan secara metaforis memasukkan jenis-jenis hewan tertentu yang sangat penting bagi kelestarian masyarakat ke dalam sistem perkerabatan mereka. Dengan demikian lingkungan itu dapat menjadi lebih akrab dan lebih dapat dipahami sehingga memungkinkan warga budaya menghubungkan diri dengannya serta menghadapinya secara lebih efektif. Levi-Strauss mengatakan bahwa kepercayaan totemic merupakan piranti konseptual yang canggih, dan yang memungkinkan warga pribumi mengklasifikasikan dan menata unit-unit sosial dalam budayanya, serta secara metaforis menghubungkan inti-inti ini satu dengan yang laindan dengan jenis tatanan serupa di dunia alami. Misalnya, dalam menata spesies dunia hewan, orang menggunakan kaidah klasifikasi yang mencerminkan kualitas akal yang membedakan sesuatu spesies dengan semua spesies lainnya.
Transformasi mungkin dapat menimbulkan variasi struktur dan muatan adat istiadat itu, akan tetapi karena hati dan pikiran yang merupakan sumber seluruh adat istiadat betapa pun adat istiadat itu mengalami transformasi oleh budaya tertentu memiliki cara kerja yang sama untuk semua manusia, maka perbedaan yang teramati mengenai muatan budaya tidak relevan. Dengan demikian tujuan kajian structural ialah menjelaskan dunia pengalaman dan memahami rasionalitas dasar yang menyangga dunia fenomenal ini. Rasionalitas ini yakni kaidah struktural dasar dalam mengajukan penjelasan, terdiri atas kategori-kategori dan hubungan logis yang terbentuk dari kecenderungan manusia untuk memandang semesta sehubungan dengan koinsidensi bentuk atau yang lebih lazim sehubungan dengan diskriminasi dan pasangan berlawanan. Misalnya, tinggi dan rendah, jantan dan betina, kiri dan kanan, baik dan buruk dan lain-lain.
Menurut Levi-Strauss, model formal itu dapat menjelaskan fenomena budaya karena pada dasarnya hakikat sistem budaya ialah sistem formal. Adapun Levi-Strauss bertolak dari derivasi fenomena budaya dan dari situ melakukan runutan untuk menemukan aksioma-aksioma kultural yang dasar. Aksioma dasar ini (hubungan-hubungan “serba bagi dua”) merupakan landasan untuk semua budaya. Dengan demikian aksioma dasar mencerminkan dan membuktikan tatakerja universal pikiran manusia. Perbedaan antara Levi-Strauss dengan antropolog abad kesembilan belas tidak menyangkut tatakerja hakiki pikiran manusia, melainkan hanya hubungan dengan soal akibat yang terindera dan merupakan hasil kerja pikiran manusia dalam situasi lingkungan tertentu.
Sumber: Kaplan, David dan Robert Manner. 2002. Teori Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: