Melatih Kepekaan Terhadap Artikel “Berbau” Kajian Budaya Dan Kesehatan

Hallo teman-teman semua, kali ini saya akan membagikan materi mengenai Melatih Kepekaan Terhadap Artikel “Berbau” Kajian Budaya Dan Kesehatan, materi ini merupakan tugas dari mata kuliah Antropologi Kesehatan, pada semester 5. Berikut materinya:

Di suatu desa tempatnya di desa Wawolaa dan Lampeapi, Kecamatan Wawonii, Kabupaten Kendari, Propinsi Sulawesi Tenggara, mempunyai cara tersendiri dalam pengobatan penyakit dan perawatan pra dan paska persalinan bagi perempuan. Persepsi masyarakat Wawonii tentang sakit tergantung dari sudut pandang masing-masing orang. Secara umum dapat dikatakan bahwa sakit adalah keadaan yang tidak seimbang, sehingga dapat mempengaruhi kegiatan sehari-harinya. Penyebab penyakit bermacammacam, ada yang datang dari Sangia (Sang Pencipta) dan ada yang berasal dari makhluk halus/jahat. Oleh karena itu para sando (dukun) selalu mengandalkan pengobatannya dengan senantiasa memohon pertolongan kepada Sang Pencipta.

Untuk menangani penyakit dan perawatan pra dan paska persalinan terdapat beberapa tumbuhan yakni dari 73 jenis tetumbuhan, 68 jenis digunakan untuk pengobatan penyakit dan 16 jenis digunakan untuk perawatan persalinan. Beberapa jenis di antaranya mempunyai manfaat ganda. Masyarakat setempat memberikan nama lokal tumbuhan dengan cara yang tergolong sederhana, misalnya untuk jenis-jenis benalu diberi nama susuan tomi, jenis tumbuhan liana berbatang kuning disebut oyong kuni, jenis tumbuhan yang menempel pada tumbuhan/pohon lain namun bukan parasite disebut apa-apa, tumbuhan yang berkhasiat sebagai penutup luka dengan urat putus disebut umpu iya dan lain-lain. Tumbuhan obat ini umumnya merupakan tumbuhan liar di semak-semak belukar, atau gulma di pekarangan dan pada lahan pertanian. Jenis-jenis tumbuhan yang digunakan dalam perawatan paska persalinan tergolong sedikit dibandingkan dengan daerah lainnya di Indonesia. Di desa Wawolaa diketahui ibu yang baru melahirkan dianjurkan untuk meminum air rendaman abu panas hasil pembakaran di dapur. Menurut mereka air abu ini lebih berkhasiat daripada air rebusan ramuan/racikan jamu. Selama mengkonsumsi air abu ini, ibu tersebut tidak diperbolehkan untuk minum dan makan hidangan yang panas.

Untuk mempercepat pemulihan kesehatan ibu yang baru melahirkan, sando (dukun) di desa Lampeapi mengurung ibu tersebut dalam tikar yang dilingkarkan. Dalam kurungan tersebut diletakkan pula abu panas yang dapat juga ditambahkan akar loiya le (Cymbopogon citratus (DC.) Stapf) dan buah lasi daru (Amomum compactum Soland. ex Maton).

Ada pula penggunaan daun kapupu (Crinum asiaticum L.) dalam perawatan paska persalinan yang bertujuan untuk merapatkan atau mengecilkan kembali vagina. Cara penggunaannya yaitu daun yang telah dicuci bersih, dipanaskan di bara api (dilayukan), kemudian ditempelkan ke bagian vagina. Umbi tumbuhan ini digunakan juga oleh masyarakat Saluan (Sulawesi Tengah) sebagai penutup luka, bahkan diperdagangkan sebagai bahan campuran bedak untuk menghilangkan noda-noda pada wajah. Hoinu (Abelmoschus esculentus (L.) Moench.) juga merupakan salah satu tumbuhan yang digunakan dalam perawatan paska persalinan yaitu dengan cara mengkonsumsi sayuran dari daun dan buahnya. Tanaman ini juga dapat dimanfaatkan sebagai obat yaitu untuk obat penurun panas/demam dengan cara menumbuk daun tua kemudian ditapelkan di dahi. Penggunaan daun daru (Costus speciosus (Koenig) J.E. Smith) sebagai pencegah kehamilan (KB) dan perawatan paska persalinan untuk mempercepat keluarnya darah nifas. Daun ombu (Blumea balsamifera (L.) DC.), rimpang kuni (Curcuma domestica Valeton.) dan daun lewe sena (Piper betle L) digunakan dalam perawatan paska persalinan. Air tangkai batangnya digunakan sebagai obat luar untuk radang mata (van Steenis-Kruseman, 1953) dan rimpangnya untuk obat penyakit kelamin atau sipilis, sedangkan air sari batangnya untuk obat disentri (Burkill, 1935).

Daun muda dan buah malaka (Psidium guajava L.) digunakan untuk obat diare. Daun palan singa (Senna alata L.) untuk obat penyakit kulit (panu) dan batang oyong kuni (A. flava) untuk obat sakit kuning. Masyarakat Wawonii mempercayai obat penurun panas dengan menggunakan Daun pepaya, mengingat jenis ini mudah didapatkan dan merupakan tanaman budidaya yang umum dijumpai di pekarangan atau kebun. Cara penggunaannya dengan meminum rebusan daun tua (kuning), sedangkan air rebusan akar berkhasiat sebagai obat malaria.

Sumber:

M Rahayu, S Sunarti, D Sulistiarini- 2006 – biodiversitas.mipa.uns.ac.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: