Archive for ◊ March, 2016 ◊

• Monday, March 28th, 2016

 

Ada tahapan yang terlewat dalam mengelola kearsipan yang saya rancang pada Badan Konservasi Universitas Negeri Semarang (Unnes), yaitu tahap penempatan arsip pada lemari (filling). Tahapan tersebut biasa disebut plating. Mengapa saya lupa dengan tahapan tersebut? Karena, biasanya tempat untuk menyimpan arsip berupa filling cabinet, sehingga hal itu saya dengan sendirinya menempatkan arsip sesuai dengan kode yang telah dibuat. Namun, pada lembaga tersebut, filling cabinet-nya berupa lemari kayu yang meninggi, dengan empat rak. Setiap rak, jika dimasukkan arsip dengan ukuran A4, dengan posisi portrait (berdiri), maka arsip tersebut tidak dapat masuk ke rak, sehingga posisinya harus landscape (tidur).

Hal itulah, yang tidak terpikirkan oleh saya, saat obesrvasi. Saat itu (observasi), pemahaman saya, bahwa arsip akan disimpan di lemari arsip (filling cabinet). Akan tetapi, karena kondisinya seperti itu (rak yang tidak bisa dimasukkan arsip dengan posisi berdiri, maka saya memposisikan arsip menidur.

Sebelum saya memutuskan dengan posisi menidur, kami mengajak diskusi dengan staf Badan Konservasi Unnes, untuk memahami permasalahan tersebut. Saya memaparkan, bahwa jika posisinya menidur, maka arsip tersebut dalam pencariannya agak lama, karena kode sistem penyimpanan arsip pada label tersebut tertutup oleh arsip di atasnya. Demikian juga saat akan mengambil arsip yang posisinya bawah (ketindih) arsip yang diatasnya, maka akan kesusahan, karena harus memindahkan arsip yang diatasnya (menindih-nya). Secara estetika juga tidak rapi, karena stiker label kode sistem penyimpanan arsip. Bentuk arsip ada yang ukuran A5 dan legal, sehingga label kode sistem penyimpanan arsip tidak teratur (sejajar).

Dari pihak staf, juga tidak memungkinkan pengadaan filling cabinet pada saat sekarang. Mengingat keadaan tersebut, maka diputuskan arsip diletakkan pada lemari kayu tersebut, dengan posisi arsip ada yang berdiri dan tidur. Hal ini disesuaikan dengan ukuran arsip, jika arsip bisa dengan berdiri, maka diposisikan berdiri. Jika arsip tidak bisa dengan berdiri, maka diposisikan dengan tidur,

• Monday, March 28th, 2016

 

 

Alhamdulillah, kalimat itulah yang saya ucapkan saat adanya undangan menjadi pembicara pelatihan e arsip di Semarang. Saya bersyukur, karena dapat sharing kepada guru-guru administrasi perkantoran sejumlah empat puluh orang. Tempat pelatihannya di SMK Negeri 2 Semarang, yang dilaksanakan pada tanggal 24 Oktober 2015.

Tahapan yang akan saya lakukan adalah pemaparan konsep e arsip yang saya buat dan prakteknya. Konsep e arsip meliputi konsep dasar arsip, kelemahan, kelebihan, dan lainnya. Prakteknya meliputi membuka, main menu, manajemen arsip, peminjaman, pengembalian, dan lainnya. Alokasi konsep e arsip selama 45 menit, sedangkan alokasi praktek e arsip selama 3 hingga 4 jam.

Konsep e arsip, saya memaparkannya dengan power point. Konsep e arsip yang saya buat berdasarkan kajian teori pada buku yang saya tulis bersama Drs. Sularso Mulyono dan Drs. Partono, M.Pd. Jadi, e arsip yang saya buat merupakan inovasi dan berlandaskan pada buku manajemen kearsipan, yang saya tulis tersebut.

Misal, pada guide, dan map merupakan konsep yang ada dalam kearsipan manual. Sedangkan laci, guide, dan map diwujudkan dalam folder-folder untuk e arsip. Folder-folder tersebut disebut dengan “virtue” atau maya. Mengapa demikian? Karena laci, guide, dan map tidak berujud asli, sebagaimana dalam kearsipan manual.

Model e arsip yang ditawarkan disebut dengan nama “E Arsip untuk Pembelajaran”. Langkah-langkah yang pertama dibuat adalah membuat folder-folder penyimpanan kearsipan yang berjumlah enam, yaitu abjad, pokok soal, tanggal (kronologis), desimal, terminal, digit, dan wilayah.

Keenam sistem penyimpanan arsip tersebut merupakan ciri khusus dalam e arsip pembelajaran, karena keenam sistem penyimpanan harus diketahui oleh peserta didik, termasuk membuat folder laci, guide, dan map. Penekanan model e arsip untuk pembelajaran adalah memiliki kaidah yang sesuai manajemen kearsipan. Berdasarkan pengamatan saya, ada beberapa aplikasi e arsip yang saat ini digunakan oleh masyarakat. Namun, mereka menghilangkan kaidah manajemen kearsipan, yang terpenting file-nya tersimpan di komputer, sehingga menu kartu kendali, kartu pinjam, dan pengembalian arsip tidak ada. Padahal, menu-menu tersebut dibutuhkan dalam manajemen kearsipan. Oleh karena, dalam model e arsip untuk pembelajaran harus dimunculkan menu-menu tersebut.

Berdasarkan masukan dari pakar kearsipan, Drs. Sularso Mulyono, mengatakan sistem penyimpanan kearsipan dalam e arsip harus lengkap yang terdiri dari abjad, pokok soal, tanggal (kronologis), desimal, terminal digit, dan wilayah. Urutannya pun harus yang termudah, mulai dari abjad hingga wilayah.

• Monday, March 28th, 2016

 

 

Arsip merupakan sumber informasi di suatu organisasi. Oleh karenanya, keberadaan arsip harus dikelola dengan baik. Pengelolaan (baca manajemen) arsip di organisasi harus memiliki perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang jelas, sehingga organisasi tersebut memiliki pedoman kearsipan yang digunakannya.

Fakultas Ekonomi Unnes merupakan salah satu fakultas yang dimiliki oleh kampus konservasi. Diusianya yang kesembilan tahun, pastinya ia sudah memilik banyak dokumen yang tersimpan. Ia harus tetap terjaga keamanannya.

Berdasarkan pengamatan penulis bahwa arsip di Fakultas Ekonomi disimpan oleh petugas pada masing-masing unit di jurusan dan Fakultas. Seperti, Bu Rini, Mba Eka, pak Agung, dan Mas Hayat mengelola arsip jurusan. Pak Tarno, Pak Sri, Mbak Wiwik, dan Mas Narna mengelola arsip fakultas tentang akademik. Pak Yit, Pak Joko Hendro, dan Mba Maya mengelola arsip fakultas tentang kemahasiswaan Mas Puguh, Mas Rahmat dan Mas Zaenus mengelola arsip tentang administrasi umum dan kepegawaian. Pak Kamtono, Mba Wuri, Pak Arbain, dan Mba Ning mengelola arsip tentang keuangan. Mba Yuli, Mba Isma, dan Bu Evita mengelola arsip tentang akuntansi. Mba Sri dan Mba Lusi mengelola arsip rumah tangga dan perlengkapan. Mba Jum mengelola arsip legalisir mahasiswa. Dan pegawai lainnya, yang menyimpan di bagian unit masing-masing.

Maknanya, bahwa asas penyimpanan yang digunakan oleh Fakultas Ekonomi Unnes adalah asas desentralisasi. Kelebihan asas desentralisasi adalah penyimpnan arsip sesuai dengan lingkungan kerja, pengurusan arsip lebih cepat, dan pemindahan dan penyusutan arsip lebih mudah dilakukan. Sedangkan kelemahannya adalah membutuhkan sarana dan prasarana yang banyak, karena tiap unit memiliki tempat penyimpanan arsip. Kelemahan lainnya adalah tidak semua pegawai memahami pengelola arsip dengan baik, karena memiliki latar belakang pendidikan yang bukan dari manajemen atau administrasi perkantoran.

Sebenarnya Unnes memiliki pedoman kearsipan, namun dalam prakteknya pedoman tersebut tidak digunakan oleh unit jurusan atau fakultas. Hasil wawancara penulis terhadap pegawai mengatakan, bahwa pedoman kearsipan Unnes, cakupan permasalahannya banyak. Padahal, pokok permasalahan di unit jurusan dan fakultas belum tentu ada, sebagaimana di Universitas. Misalnya, di jurusan tidak ada pokok permasalahan perbekalan, kepegawaian, keuangan, dan lainnya.

Pengalaman penulis saat mengelola kearsipan di Fakultas Hukum, Pascasarjana (PPS), dan Badan Konsevasi Unnes, bahwa asas penyimpanan arsip yang digunakan adalah desentralisasi. Mengapa menggunakan asas desentralisasi ? karena sesuai dengan kebutuhan organisasi tersebut dan fleksibel dalam pengurusannya. Berikut gambar dari contoh asas penyimpanan di lembaga tersebut

• Monday, March 28th, 2016

 

 

Mantra dalam Belajar E Arsip Pembelajaran yang diselenggarakan oleh MGMP kabupaten Purwakarta, Jawa Barat bekerjasama dengan Dinas Pendidikan kabupaten Purwakarta dan PT BINO (Bantex) yang dihadiri sejumlah 40 guru di SMK Negeri 2 Purwakarta yaitu :

  1. Arsip yang akan dielektronikkan adalah surat masuk dan keluar.
  2. Sistem yang digunakan adalah abjad, wilayah, decimal, terminal digit, subjek, dan terminologis.
  3. Berlaku hukum laci, guide, dan map virtue. Virtue sebagai ganti lemari arsip (filling cabinet) dan map yang berwujud fisik. Virtue berwujud folder-folder.
  4. Memasukkan arsip surat ke dalam laci, guide, dan map virtue terlebih dahulu. Kemudian, disimpan (di-entry) ke sistem e arsip yang berupa database
  5. Penulisan-penulisan pada sistem penyimpanannya adalah:
  6. Abjad misal   : Ra
  7. Pokok soal misal   : KU01
  8. Tanggal surat misal   : 5/12/2015
  9. Desimal misal   : 000,1
  10. Terminal digit misal   : 1123
  11. Wilayah             misal   : P. Jawa – Jawa Tengah,Grobogan

Jika ada kesalahan penulisan, maka sistem tidak dapat membacanya.

  1. Peserta dapat latihan dengan soal-soal yang ada dalam folder surat masuk dan keluar.
  2. Telitilah dalam mengerjakan, terutama saat memasukkan arsip ke virtual (folder-folder) dan meng-upload ke dalam sistem dan arsip (access).
  3. PT Trivia Soft merupakan nama lembaga yang memiliki e arsip (pengelola).
  4. Pastikan semua arsip yang disimpan muncul perintah “data berhasil disimpan”.

 

Itulah sembilan mantra yang dapat saya sampaikan kepada peserta pelatihan e arsip. Semoga mantra-mantra ini bermanfaat dalam praktek e arsip. Jangan lupa selalu optimis dan bekerja keras untuk menyambut pendidikan administrasi perkantoran yang lebih inovatif. Jika bukan kita yang mengajukan administrasi perkantoran, terus siapa lagi? Wallahu’alam.

 

• Monday, March 28th, 2016

Perkembangan teknologi informasi telah mengubah pola manusia dalam bekerja, salah satunya adalah mengelola arsip. Selama ini pengelolaan arsip di kelurahan bersifat manual yaitu penulisan identitas arsip ke dalam buku agenda, buku ekspedisi, kartu kendali, dan kartu pinjam arsip, sehingga dibutuhkan sistem yang lebih praktis, efektif dan efisien, salah satunya dengan sistem elektronik arsip (e arsip) berbasis Microsoft Access. Database yang dibangun berdasarkan kebutuhan penyimpanan arsip yang meliputi buku agenda, buku ekspedisi, kartu kendali, dan kartu pinjam arsip. Tujuan kegiatan ini adalah tenaga administrasi mampu mengoperasikan e arsip dengan baik melalui microsoft access. Metode yang digunakan yaitu ceramah, simulasi e arsip berbasis access sesuai dengan identifikasi kebutuhan di kelurahan, dan evaluasi sistem tersebut. Hasil kegiatan tersebut adalah pegawai kelurahan Kalisegoro sangat antusias dalam pelatihan e arsip berbasis access, pada awalnya mereka bingung dengan sistem ini, karena biasanya mereka menggunakan sistem kearsipan manual yang ditulis tangan, diagendakan, dan disimpan dalam filling cabinet. Namun, setelah mencobanya mereka tertarik untuk menerapkan sistem tersebut di tempat kerja mereka, karena lebih efektif dan efesien. Sarannya adalah pegawai kelurahan Kalisegoro perlu adanya peningkatan keterampilan berkomputer dan pendampingan yang intensif dalam mengelola e arsip.

 

• Monday, March 28th, 2016

Ada hal yang menarik, ketika penulis melakukan pengabdian kepada masyarakat di kelurahan Limbangan, Kendal, Jawa Tengah. Materi yang disampaikan adalah tertib administrasi melalui manajemen kearsipan.

mengabdi arsip

Dua tahapan dalam kegiatan ini yaitu teori dan praktek. Tahap teori dilakukan dengan ceramah tentang sistem penyimpanan arsip, sedangkan tahap praktek dilakukan dengan simulasi penyimpanan arsip.

Strategi ceramah dilakukan agar mendekatkan komunikasi pemateri dengan peserta, sedangkan simulasi dimaksudkan agar peserta langsung praktek dari materi yang telah disampaikan.

Tempat pemaparan tahap teori berada di Aula dan tahap simulasi berada di tempat kerja mereka.

Bahan materi teori berupa hand out, tidak dengan power point agar bahan tersebut sebagai panduan dalam simulasi.

Bahan simulasi meliputi buku ekspedisi, kartu kendali, dan kartu pinjam. Demikian juga peralatannya yaitu cap diterima dan cap tanggal.

 

Tertarik Praktek

Setelah materi dipaparkan, peserta tertarik untuk praktek karena mereka “penasaran” dengan materi sistem penyimpanan arsip. Selama ini, mereka baru mengetahui sistem nomor yang mereka gunakan. Padahal, sistem penyimpanan arsip ada lima yaitu nomor (desimal dan terminal digit), pokok soal (subjek), wilayah, tanggal (kronologis), dan abjat. Bahkan, dalam penjelasan saya tentang prosedur surat masuk dan surat keluar dengan kartu kendali, mereka baru mengetahuinya secara detail.

Hal ini menjadikan “aneh” bagi saya, karena pekerjaan itu, mereka lakukan tiap hari, sehingga muncul pertanyaan “Bagaimana cara mereka mengarsip suatu warkat yang mereka lakukan selama ini?

Model yang selama ini mereka lakukan adalah menyimpan secara langsung, tanpa ada kartu kendali. Fungsi kartu kendali adalah memberikan kode penyimpanan arsip yang digunakan dan mengontrol keberadaan arsip. Kartu kendali biasnya terdiri dari triplikat kertas berwarna yaitu putih, biru, dan pink (jambon).

Prosedur penyimpanannya adalah mereka mencatat surat masuk atau keluar ke sekretaris desa. Setelah itu, surat diserahkan sesuai pesan surat kepada bagian yang bersangkutan (kaur). Seharusnya, ada kartu kendali yang dibuat oleh sekretaris desa sebelum diserahkan ke kaur.

Model tersebut memiliki kelemahan dalam penemuan kembali arsip yang disimpan, karena asas yang digunakan tidak jelas.

Prosedur yang sebenarnya ada dua yaitu model surat masuk dan surat keluar dengan kartu kendali. Semua surat masuk diterima dibagian penerima, selanjutnya disortir, dikelompokkan, dan didistribusikan kepada kaur yang bersangkutan. Bagian pencatat melakukan pencatatan dengan kartu kendali. Surat yang sudah dikendalikan diserahkan ke bagian pengolah (sekretaris desa) untuk diteruskan ke pimpinan (lurah), kemudian pimpinan memberikan disposisi dan disimpan oleh arsiparis (kaur). Demikian juga dengan proses surat keluar yang dimulai dari lurah memberikan disposisi ke sekretaris desa untuk mengonsep surat, kemudian surat tersebut di berikan kepada kaur mencatatnya dengan kartu kertu kendali untuk disimpan dan dikirimkan.

Hal utama yang perlu dibenahi dari sistem arsip di kelurahan tersebut adalah penetapan asas sistem penyimpanan yang digunakan dan penggunaan kartu kendali sebelum surat disimpan.

Lemari Plastik

Penulis juga mengamati tempat arsip yang mereka gunakan adalah lemari plastik yang biasanya berfungsi tempat pakaian. Seharusnya, tempatnya berupa filling cabinet yang terbuat dari besi yang terdiri dari empat laci dengan guidenya.

Jika arsip disimpan dilemari plastik, maka keamanannya tidak terjamin seperti tidak tahan terhadap cuaca dan kondisi darurat (kebakaran).

Penulis mengibaratkan “rumah tanpa kamar”. Rumah diasumsikan kelurahan, kamarnya adalah filling cabinet, dan penghuninya adalah arsip. Penghuni beraktivitas di rumah, setelah itu beristirahat di kamar, bahkan sebelum tidur dia punya “ritual” membersihkan diri dengan sikat gigi.

Demikian juga arsip, arsip selalu ada di kelurahan, jika akan disimpan dimasukkan ke filling cabinet. Bahkan, sebelum dimasukkan ke filling cabinet, arsip perlu dicatat di buku agendaris oleh pencatat dengan kartu kendali, dan disimpan oleh arsiparis di filling cabinet, sehingga arsip yang baik harus memiliki filling cabinet yang tepat.

Refleksi

Tulisan ini sebagai bahan kita sebagai pendidik, peneliti, atau arsiparis untuk terjun langsung ke lapangan melalui pendampingan dan penyuluhan kepada tenaga administrasi.

Tidak semua administrator memahami prosedur penyimpanan arsip. Padahal, arsip memiliki value yang urgent bagi organisasi, sehingga perlu didukung oleh bahan dan peralatan yang tepat serta pengetahuan manajemen kearsipan yang memadai.

Jika kita sepakat dengan pernyataan “orang boleh lupa, tetapi arsip tak pernah lupa”. Apalah arti statement tersebut jika prosedurnya tidak sesuai dengan kaidahnya dan ditempatkan tidak layak sebagaimana mestinya, sehingga nilai arsip akan hilang.

Marilah kita menjadi pelopor arsiparis yang baik dari warkat yang kita simpan, sehingga perbuatan kita memberi dampak pada lembaga. Jika penyimpanan arsip setiap pegawai baik, maka baik pula sistem penyimpanan arsip di lembaga tersebut.

Agung Kuswantoro, S, Pd, M. Pd, Dosen Pengampu Mata Kuliah Manajemen Kearsipan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang (Unnes)

• Monday, March 21st, 2016

 

Perkembangan teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) mengubah gaya hidup seseorang dan organisasi. Faktor mobilitas menjadi alasan orang untuk menjadikan pekerjaan lebih efektif dan efesien, sehingga muncul sistem elektronik, seperti e mail, e commerce, e procurement, e arsip, e document, e ktp, e filing, e kinerja, e laporan, e jurnal, dan lainnya.

Demikian juga, dalam perkembangan administrasi (manajemen) perkantoran mengalami pergeseran paradigma, yakni dari tradisional ke modern, sebagaimana konsep manajemen perkantoran modern yang disampaikan oleh Sukoco (2007) dan Doni & Agus (2012).

Dalam manajemen perkantoran modern dikenal sistem elektronik arsip (E Arsip). Berawal dengan menggunakan komputer yang dikelola melalui file dan folder. Kemudian, dikembangkan melalui program yang difasilitasi oleh microsoft seperti excel, access, php mysql, atau delphi.

Jika kita mencari program open source mengenai arsip, maka kecenderungan tidak sesuai dengan kubutuhan dalam manajemen arsip. Padahal, hal tersebut dibutuhkan. Adapun kebutuhannya seperti kartu kendali, buku agenda masuk, buku agenda surat keluar, buku ekspedisi, kartu pinjam dan lainnya.

Oleh karenanya, penulis berinisiatif membuat E Arsip. Awalnya membuat dengan program access. Pastinya, sistem tersebut memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya adalah mudah didapatkan, simpel mengoperasikan, dan biaya murah, bahkan gratis (free). Kelemahannya adalah kapasitas terbatas, sehingga tidak memuat banyak dokumen.

 

Sebenarnya ada tiga model dalam membuat E Arsip. Pertama, model access, sebagaimana model yang sudah dibuat oleh penulis. Kedua, model access berbantuan barcode. Model ini, lebih menekankan pada organisasi besar, karena menekankan pada berkas (arsip) keluar. Fungsi dari barcode adalah memanggil data, sehingga lebih cocok untuk organisasi bisnis, seperti supermarket. Ketiga, model internet, yakni model access yang diintegrasikan dengan jaringan internet. Hal ini dilakukan, agar keberadaan arsip dapat juga dinikmati oleh khalayak umum.

Saat ini, penulis dalam pengembangan software E Arsip, di mana access sabagai dasar dalam pembuatannya. Pastinya, perlu ada uji coba dan pengembangan terhadap produk tersebut. Kelebihan dari software tersebut adalah mampu menyimpan arsip dalam kapasitas besar, bahkan dapat di-LAN-kan, sehingga antar pengelola arsip dapat saling bertukar informasi. Hal ini dilakukan sebagai solusi bagi E Arsip berbasis access.

Ada empat komponen dasar yang bisa dijadikan pegangan dalam memilih E Arsip, yaitu kecepatan memindahkan, kemampuan meyimpan dokumen, kemampuan mengindeks dokumen, dan kemampuan mengontrol akses.

Prinsipnya, E Arsip memiliki konsep yang sama dengan teknik kearsipan konvensional. Jika pada kearsipan konvensional memiliki kabinet yang secara fisik berfungsi untuk menyimpan arsip, maka pada E Arsip ini memiliki kabinet virtual yang di dalamnya berisi map virtual. Selanjutnya di dalam map virtual berisi lembaran-lembaran arsip yang telah dikonversi di dalam bentuk file. Pada prinsipnya, E Arsip tidak menghilangkan pola kearsipan secara manual. Kebutuhan dalam membuat E Arsip, diantaranya berupa hardware dan software. Hal ini dibutuhkan, karena semua dokumen akan disimpan komputer.

Berdasarkan keadaan di atas, maka E Arsip dibutuhkan sumber daya mendukung, seperti arsiparis yang terampil dan sarana serta prasarana yang memadai. Keterampilan arsiparis di antaranya mampu mengoperasikan komputer, sedangkan sarana dan prasarana berupa ruangan yang disesuaikan dengan kebutuhan E Arsip, alat scan, perangkat komputer, dan lainnya.

Sebenarnya, setiap orang di saat ini sudah melakukan E Arsip, minimal menyimpan dokumen di-HP, berupa gambar, pesan, nomor telepon, vedio, mp3, dan lainnya. Bahkan, jika Ia memiliki e mail, maka telah menyimpan setiap dokumen di-e mail-nya dengan kapasitas lebih besar dibanding dengan memory HP.

E Arsip sangat dibutuhkan pada saat ini, karena perkembangan Teknologi Informasi (TI) menuntut informasi dapat dinikmati oleh masyarakat. Masyarakat dapat mengaksesnya di mana dan kapanpun. Melalui E Arsip, diharapkan lebih menghargai dan memaknai arti sebuah dokumen.

• Friday, March 18th, 2016

 

 

Ada yang menarik, saat saya mengikuti Human Resources Management Seminar and Call for Paper di hotel Grasia, Semarang pada tangga 29 Oktober 2013 yang diselenggarakan oleh Fakultas Ekonomi, Unnes. Seminar tersebut pentingnya Tekonologi Informasi (TI) dalam meningkatkan produktivias kerja.

Penulis mempresentasikan tentang menggagas arsiparis kompeten melalui e arsip berbasis access.

Tata kelola arsip yang baik, dibutuhkan arsiparis kompeten. Ada anggapan mengenai arsiparis, bahwa dia adalah pegawai “singkiran” di suatu lembaga, sehingga pekerjaan tersebut dilakukan oleh pegawai Tata Usaha (TU) yang tidak memahami arsip. Menurut saya, hal tersebut tidaklah tepat karena, arsiparis adalah pekerjaan yang harus dilakukan secara professional dan hanya dilakukan oleh orang yang kompeten.

Salah satu kompetensi arsiparis yaitu keterampilan. Keterampilan yang dimaksudkan adalah cekatan menempatkan (placing), penemuan kembali (finding), dan memilah golongan arsip. Dengan cekatan, diharapkan arsiparis mampu menyajikan (men-display) data tepat waktu dan Sistem Informasi Manajemen (SIM) “mengalir” sesuai dengan kebutuhan.

Keberadaan IT mendorong dalam efektivitas dan efesiensi. Pekerjaan yang bersifat administratif dapat dilakukan oleh IT, bukan oleh tenaga manusia.

Misal, pengalaman penulis saat pengabdian kepada masyarakat di beberapa kelurahan di Jawa Tengah, bahwa penulisan buku agenda, ekspedisi, kartu kendali, dan pinjam arsip dilakukan secara manual.

Padahal, melalui IT diharapkan pekerjaan tersebut dapat diselesaikan dengan program komputer. Salah satu program yang sesuai dengan permasalahan ini adalah access.

Access

Program komputer berkembang seperti php Mysql, delphi, software arsip, internet dengan open source (dropbox, google doc, dan lainnya). Program tersebut sudah dirancang dan didesain sesuai database secara khusus, sehingga penggunaan aplikasi rumit dipelajari oleh orang awam. Jika ada pun software arsip, maka harganya mahal, sehingga kebanyakan orang tidak mampu membelinya.

Untuk itu, diperlukan sofwore yang murah, bahkan free (gratis), karena include dalam Microsoft office. Menurut saya, salah satu software yang menunjang program ini yaitu access, karena merupakan program yang mendesain database. Database yang dibuat adalah kartu kendali, pinjam arsip, buku agenda, dan ekspedisi.

Essensinya, sistem ini membuat database dan menyimpan arsip elektronik berupa file dokumen atau gambar yang sudah diubah dalam format docx, pptx, xlsx, jpeg, dan lainnya.

Dua tahapan membuat e arsip ini adalah mengidentifikasi kebutuhan dan men-create masing-masing kebutuhan mulai dari table, query (jika diperlukan), form, dan report.

Dengan sistem tersebut, diharapkan pengelolaan kearsipan, tidak hanya sekedar disimpan, tetapi pengaturan kode penyimpanannya, sehingga mempermudah penemuan kembali (finding).

Organisasi Kecil

Saat penulis mempresentasikan gagasan tersebut, respon pemakalah lain memberikan feedback yang menarik, yaitu perlu ada penelitian, uji coba, dan sasaran organisasi, dan model pelatihan keterampilan arsiparis dalam membuat database di organisasi kecil seperti kelurahan atau usaha kecil.

Dalam membuat database tersebut, taraf yang paling pada saat table saat menentukan field name dan data type, namun bukan berarti tidak bisa dikerjakan oleh arsiparis, karena materi tersebut, sudah diberikan saat Sekolah Menengah Atas atau Kejuruan, hanya saja dalam model ini harus disesuaikan dengan kebutuhan kearsipan.

Acara tersebut menjadikan saya untuk berkreativitas dan mencari solusi database yang murah, sehingga digunakan organisasi kecil. Selain itu, meningkatkan arsiparis lebih kompeten dalam keterampilan mengelola IT melalui access.

 

Agung Kuswantoro, S.Pd, M.Pd : Penulis Buku “Manajemen Kearsipan”, Dosen Fakultas Ekonomi Unnes.

 

• Wednesday, March 16th, 2016

 

Pertanyaan itulah yang menjadi dasar bagi saya untuk menyampaikan materi tentang Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan oleh FMIPA Unnes. Acara yang dihadiri oleh semua tenaga kependidikan FMIPA Unnes. Acara dilaksanakan pada Rabu (16/3/2016) di Gedung E5, Kampus Sekaran Unnes. FMIPA Unnes sebagai unit kerja di lingkungan Unnes memiliki andil yang sangat besar dalam menyokong Unnes sebagai Kampus Konservasi. Terlebih, FMIPA Unnes juara pertama di lingkungan Unnes karena memiliki berbagai prestasi, keunggulan akademik maupun non akademik dibanding dengan fakultas lainnya di Unnes, termasuk dalam bidang pelayanan prima. Salah satu wujud pelayanan prima adalah pemberian informasi yang terkandung di sebuah arsip. Oleh karenanya, FMIPA Unnes harus menjadi penyemangat fakultas lain untuk menata kearsipannya.

Berdasarkan pengamatan saya, bahwa kearsipan Unnes yang berbasis unit kerja belum tertata dengan rapi. Mengapa belum rapi? Karena penyimpanan arsip masih dalam sub unit kerja dan belum ada tenaga khusus (arsiparis) yang menangani kearsipan. Selain itu, sarana prasarana kearsipan yang belum memadai, seperti depo arsip. Seharusnya unit kerja memiliki depo arsip, tenaga arsiparis, dan berbagai alat kearsipan, seperti filling cabinet atau mobile file, atau yang lainnya. Namun, untuk mewujudkan itu semua, tidaklah mudah dibutuhkan sebuah komitmen yang besar dari pimpinan. Karena pimpinan itulah yang akan membuat kebijakan dan memotivasi dalam mewujudkan penataan kearsipan di unit kerjanya. Meskipun demikian, untuk menata arsip di unit kerja saat ini belumlah terlambat. Untuk memulai menata arsip, ada beberapa langkah yang perlu dilakukan, yaitu membuat prosedur kerja pola (model) kearsipan, mengidentifikasi kebutuhan kearsipan unit kerja, penyimpan depo arsip, dan pengelolaan arsip.

Standar Prosedur Kerja

Membuat prosedur kerja atau Standar Operasional Prosedur (SOP) kearsipan haruslah jelas. Hal yang perlu diperhatikan adalah pencipta arsip. Pencipta arsip yang dimaksud adalah orang, pembuat dokumen, atau asal mula arsip itu muncul. Misal ada surat masuk, surat keluar, atau dokumen itu dibuat. Skema atau alur surat masuk dimulai dari front desk, kemudian dicatat dengan melampirkan lembar disposisi, kemudian penerima surat seperti dekan atau wadek akan memberikan disposisi surat tersebut atau hanya disimpan (diarsipkan) dari surat tersebut.

gambar surat

Gambaran alur tersebut menunjukkan bahwa pekerjaan penataan arsip muncul dalam surat masuk. Demikian juga saat penanganan surat keluar atau dokumen lainnya, pasti ada sebuah warkat yang akan disimpan. Oleh karenanya, SOP itu haruslah jelas agar pencipta arsip dan penyimpan arsip dapat terkendali. Berikut contoh flow chart surat masuk, keluar, dan beberapa dokumen yang dihasilkan oleh sub unit (gugus, bagian keuangan, akademik, kepegawaian, akuntansi, sarana prasarana, dan lainnya). Berikut contoh alur pemprosesan surat masuk di Fakultas Ekonomi (FE) Unnes.

 

• Tuesday, March 15th, 2016

Selalu ada kerepotan dadakan saat sebuah unit kerja menghadapi audit mutu internal. Kerepotan yang sama juga dialami pegawai saat harus mengisi Sasaran Kerja Pegawai (SKP) atau pendataan ulang secara elektronik Pegawan Negeri Sipil (e-PUPNS). Bisakah kesibukan semacam itu disiasati?

Saat menghadapi kegiatan yang bersifat administrasi, biasanya kita akan membuka lemari arsip (filing cabinet) dan map berisi dokumen-dokumen yang dibutuhkan. Padahal, jika kita cermati bahwa kegiatan-kegiatan diatas pasti menimpa setiap orang yang bekerja, baik tenaga kependidikan (tendik) atau pendidik (dosen).

Misalnya, SKP merupakan target setiap pegawai dalam melakukan tugasnya. Namun, kadang kita dibuat repot dengan urusan tersebut. Mulai dari mencari, men-scan, menggandakan, menyimpan kembali, dan pengiriman dokumen tersebut. Pekerjaan tersebut membutuhkan waktu yang tidak pendek, bahkan dibutuhkan perhatian khusus dalam menyelesaikannya agar tidak keliru atau salah dalam mengurus dokumen-dokumen tersebut. Kemungkinan juga, dalam mengerjakan dibantu oleh orang lain agar cepat selesai.

Tiga Pembenahan

Melengkapi persyaratan administrasi, sebenarnya , adalah pekerjaan sederhana. Namun tanpa dukungan arsip yang baik, pekerjaaan itu terasa berat dan merepotkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan tiga pembenahan dari mulai yang terkecil dalam diri setiap pegawai dan unit kerja.

Pertama, pegawai mulai membiasakan menyimpan arsip (baca: dokumen) berdasarkan subjek permasalahan. Misal surat tugas, ijasah, workshop, penelitian, pengabdian kepada masyarakat, dan lainnya. Tiap kita mendapatkan berkas tersebut, simpan berdasarkan masalah, kemudian dimasukkan kedalam map yang telah diberi nama atas subjek masalah.

Kedua, men-scan dokumen tersebut dalam suatu file dengan penamaan atas subjek atas dokumen tersebut. Hal ini dimaksudkan agar kita memiliki softfile atas dokumen tersebut. Jadi, selain kita memiliki hard-nya, kita juga memiliki soft­-nya. File tersebut kita simpan di komputer atau flasdisk. Jangan menyimpan hanya dalam satu tempat saja (komputer) untuk menghindari komputer tersebut terkena virus atau rusak (corrupted file).

Ketiga, menguatkan arsip di unit kerja. Hal ini dilakukan apabila pegawainya sudah disiplin dalam pengarsipan pribadinya, maka tahapan berikutnya adalah membuat depo arsip di masing-masing unit kerja. Unit kerja meliputi fakultas, PPs, lembaga, biro, UPT, badan, dan satuan pengembang bisnis untuk mengelola kearsipannya.

Dalam sistem pengolaan kearsipan di Unnes disebutkan bahwa azas yang digunakan adalah gabungan sentralisasi-desentralisasi. Pusat sebagai sentralisasi mengatur arsip yang berisi kebijakan, standar, pedoman, dan pengelolaan arsip inaktif yang memiliki jangka simpan lima tahun atau lebih. Adapun unit kerja sebagai desentralisasi mengatur kepengurusan naskah dinas, pengelolaan arsip aktif dan inaktif yang memiliki jangka waktu simpan kurang dari tahun (Pedoman Arsip Dinamis Unnes, 2013:17).

Terlihat jelas bahwa arsip di unit menjadi kewenangan unit bersangkutan untuk mengelolanya. Dalam mengelolanya tiap unit menyimpan arsip sendiri-sendiri yang ada di masing-masing subunit, seperti keuangan, kepegawaian, akuntansi, akademik, dan kemahasiswaan, serta dosen selaku panitia kegiatan. Hal ini menjadikan arsip tidak terpola dengan seragam di satu unit tersebut.

Klasifikasi

Jika ada dokumen yang tidak sesuai dengan format yang telah ditentukan unit kerja, maka dapat dikatakan surat tersebut tidak valid. Maknanya, surat tersebut tidak resmi dikeluarkan oleh unit tersebut. Penentuan tata naskah surat dinas masuk-keluar serta dokumen lainnya yang diatur oleh unit harus menjadi Standar Operasional Prosedur (SOP) bagi pegawai yang akan membuat dokumen. Ibaratnya, agar pekerjaannya selamat, harus mengikuti SOP di unit kerja. Atau, agar dokumen tersebut itu autentik, maka harus sesuai dengan SOP di unit kerja.

Setelah sesuai SOP, langkah berikutnya adalah penentuan pola klasifikasi yang digunakan. Berdasarkan pengamatan saya, tiap unit memiliki karakteristik kerja yang berbeda-beda. PPs memiliki dokumen yang dikeluarkan oleh prodi-prodi S2 dan S3. Fakultas memiliki dokumen yang terdiri dari perkuliahan (akademik), kepegawaian, keuangan, akuntansi, perlengkapan, kemahasiswaan, ketatausahaan, dan sarana prasarana, serta gugus kerja. Demikian badan atau biro, jelas berbeda karakteristik arsip yang disimpannya. Oleh karenanya, dalam penentuan pola klasifikasi harus dilakukan identifikasi kebutuhan yang jelas sesuai dengan unit kerja. Kemudian, identifikasi tersebut disesuaikan dengan pola klasifikasi yang dimiliki Unnes (2013). Dengan demikian, pola klasifikasi yang ada di unit kerja sesuai dengan pola klasifikasi yang ada di universitas (pusat).

Langkah selanjutnya, setelah memiliki pola klasifikasi kearsipan adalah penataan arsip. Dalam penataan arsip yang harus diperhatikan adalah sarana prasarana arsip memadai. Selain itu, dibutuhkan tenaga (arsiparis) yang memahami dalam peletakan dan penempatan arsip. Mengapa demikian? Karena arsip yang akan ditata sudah sesuai dengan pola klasifikasi, jadi tidak asal meletakkan atau menempatkan arsip.

Kedepan, jika pola klasifikasi hingga pemusnahan arsip di unit kerja sudah berjalan, maka sistem informasi kearsipan (e arsip) dengan sendiri akan lebih mudah, karena konsep manualnya sudah tertata dengan apik. Jadi, dasar arsip manual harus sesuai dengan kaidah dalam manajemen kearsipan dan peraturan agar dalam sistem informasi arsip juga sesuai dengan kaidahnya dan cepat pula dalam pembuatannya karena adanya kaidah laci, guide, dan map virtual.

Semoga dengan tahapan-tahapan di atas akan muncul depo arsip di masing-masing unit kerja di lingkungan Unnes. Dengan adanya kearsipan di tiap unit menjadikan arsip lebih tertata. Jika ada kegiatan sebagaimana dalam paragraf pertama, kita dapat meminjamnya di bagian kearsipan unit kerja. Tidak harus mencari atau meminta salinan dokumen ke dosen yang bersangkutan atau penanggungjawab kegiatan, karena dosen atau pegawai tersebut sudah menyerahkan berkas salinannya ke depo kearsipan di unit kerjanya, setelah mendapatkan disposisi dari Wakil Dekan (Wadek) atau Kepala Tata Usaha (Kabag TU), kemudian depo arsip akan membuatkan berita acara serah terima arsip tersebut. Demikian juga, saat pegawai tersebut membutuhkan dokumen pribadi yang disimpannya, ia dengan cepat akan menemukan file tersebut yang telah disimpannya dengan penamaan subjek permasalahan yang jelas.

– Agung Kuswantoro, dosen pendidikan administrasi perkantoran Unnes, penulis Agung Bercerita Arsip: Praktik-Praktik Manajemen Kearsipan (2015)

Tulisan pernah dipublikasikan di www.unnes.ac.id