• Friday, September 25th, 2020

 

Evaluasi Muadzin Masjid Nurul Iman
Oleh Agung Kuswantoro

Tahun 2015, Masjid Nurul Iman sudah berfungsi sebagai tempat ibadah. Masjid yang berlokasi di Jalan Pete Selatan ini telah menyelenggarakan sholat wajib, Jum’at, Tarawih dan Witir, Idul Fitri, Idul Adha, sholat gerhana dan beberapa sholat lainnya.

Selama lima tahun, Alhamdulillah penyelenggaraan sholat tersebut bisa berjalan lancar. Namun, akhir-akhir ini ada beberapa kendala diantaranya jumlah Muadzin.

Jumlah Muadzin untuk penyelenggaraan sholat Jumat sejumlah dua orang. Sedangkan, jumlah Muadzin untuk penyelenggaraan sholat rowatib sejumlah dua orang juga.

Padahal, ada lima pasaran dalam hari Jumat. Mulai dari Pon, Wage, Kliwon, Legi dan Pahing. Artinya, dari kelima orang tersebut ada yang dua kali jadi Muadzin pada sholat Jumat. Bahkan, ada yang tiga kali pada sholat Jumat yang bertugas sebagai Muadzin. Mereka adalah Bapak Sukari (dua kali jadi Muadzin Sholat Jumat) dan Bapak Qosim (tiga kali jadi Muadzin Sholat Jumat). Idealnya, seharusnya ada lima orang untuk Jumatan sesuai dengan jumlah pasaran hari Jumat. Lalu, untuk sholat wajib hanya ada dua orang yaitu Mbah Darman dan Mbah Qosim.

 

Memang, Masjid Nurul Iman belum bisa menyelenggarakan sholat rowatib sejumlah lima waktu. Baru tiga waktu yaitu sholat Maghrib, Isya, dan Subuh. Untuk sholat Dhuhur dan Asar belum terselenggara dengan baik. Alasan belum terselenggara, karena banyak faktor.

Jumat (25 September 2020) jam 19.30 WIB di Masjid Nurul Iman pengurus Masjid Nurul Iman mengundang para jamaah dan warga untuk membahas masalah tersebut. Mereka berjumlah tiga puluh orang. Ketigapuluh orang tersebut berasal dari kalangan remaja dan Bapak-bapak.

Saya menuliskan beberapa kendala terkait Muadzin diantaranya (1) Ada orang yang bisa adzan, tapi grogi; (2) Ada orang yang sudah adzan, tapi ada yang memberikan komentar buruk; dan (3) Ada orang yang ingin adzan, tapi tidak berani, karena takut dengan komentar/tanggapan negatif. Ketiga alasan kendala Muadzin tersebut, saya dapat dari hasil wawancara dengan beberapa orang yang pernah adzan di Masjid.

Perlu saya sampaikan pula, bahwa SOP (baca:aturan) adzan dalam per-muadzin-an itu belum ada. Pernah, sholat Idul Adha dan sholat Jumat, muadzin tidak hadir, sehingga seketika diganti oleh jamaah yang hadir.

Melalui rapat ini, saya mengajak peserta rapat yang terdiri dari orang dewasa—calon Organisasi Remaja Masjid– dan Bapak-bapak untuk berdiskusi menyelesaikan masalah ini dan merumuskan SOP per-maudzin-an.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada Muadzin yang telah bertugas di masjid seperti Pak Kasturi, Mbah Qosim, Mbah Darman, dan Bapak Sukari. Harapannya, melalui rapat—nanti malam—ditemukan solusi dari warga dan jamaah Masjid untuk menentukan dan mendiskusikan secara bersama agar selesai masalah jumlah Muadzin Masjid Nurul Iman. Semoga Allah melindungi kita semua yang berjuang untuk memakmurkan Masjid Nurul Iman. []

Semarang, 24 September 2020
Ditulis di Rumah jam 15.00 – 15.30 WIB.

Catatan Yang diundang dalam acara tersebut:

Remaja Masjid Nurul Iman, terdiri dari:
1. Nanda
2. Raihan
3. Hanif
4. Wawan
5. Dafa
6. Lutfi
7. Candra
8. Rendo
9. Rendi
10. Imam
11. Septiyani

Bapak-bapak Masjid, terdiri dari:
1. Wardi
2. Taufik /Wiwit
3. Bahrul
4. Slamet
5. Slamet
6. Qosim
7. Sukari
8. Kiai Arifin
9. Baun
10. Lisin
11. Putut
12. Jumardi
13. Rokin
14. Darman
15. Sutikno
16. Mbah Karno
17. Wahono
18. Qodri
19. Lukman

Dalam undangan dituliskan, bahwa para peserta undangan hadir memakai masker dan pelaksanaan rapat sesuai protokoler kesehatan.

Category: Uncategorized
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.
Leave a Reply