• Thursday, November 19th, 2020

Jangan Mudah Diadu Domba
Oleh Agung Kuswantoro

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu sekalian kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah akan memperbaiki amalan-amalanmu dan mengampuni dosamu” (QS. al-Ahzab: 70-71)

Beberapa hari ini, kita selalu mendengar berita dari media elektronik dan cetak. Adanya ucapan dan tindakan yang tidak terpuji/tercela yang dilakukan oleh Habib atau Tokoh Agama.

Kita – sebagai orang awam – yang masih “miskin” ilmu menjadi bingung. Penulis menyebut mereka – dengan istilah tokoh agama – tersebut bertingkah laku dan berkata yang kurang tepat. Terlebih dalam masa Pandemi Covid-19. Dimana, Pemerintah menganjurkan untuk menerapkan protokol kesehatan, jika ada suatu kegiatan atau beraktivitas di luar rumah.

Kegiatan baik, cara pun juga harus baik. Kegiatan Maulid Nabi Muhammad SAW itu sangat baik, maka cara pelaksanaannya juga harus baik. Apalagi, dalam masa Pandemi Covid-19. Dimana, mengundang kerumunan massa. Jangan sampai kegiatan baik, namun caranya tidak baik. Nanti, kegiatan Maulid Nabinya menjadi tidak baik. Dan, agama Islamnya menjadi tidak baik.

Lalu, bagaimana baiknya? Tunda dulu, pelaksanaan perayaan Maulud Nabi Muhammad SAW. Tidak menyelenggarakan kegiatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Habib Maulana Luthfi bin Yahya dari Pekalongan sedianya akan menyelenggarakan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW akbar, namun karena kondisi dan pertimbangan lingkungan. Akhirnya, kegiatan tersebut ditunda/dibatalkan.

Contoh lain, ada ustad yang membubarkan kegiatan Maulid Nabi Muhammad SAW dari acara yang ia selenggarakan sendiri. Ia membubarkan orang yang hadir, karena akan menimbulkan kerumunan.

Sebaliknya, ada pula Habib yang dengan sengaja mengadakan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di tengah masa Pandemi Covid-19. Hasilnya yang datang menolak protokoler kesehatan. Tidak menerapkan protokoler kesehatan dalam kegiatan tersebut. Dampak dari kegiatan tersebut adalah pejabat RT, RW, Lurah, Camat, Dinas Kesehatan, Walikota, dan Gubernur daerah tersebut ditanyai oleh Kapolri dan Satgas Covid-19 Republik Indonesia.

Sebagai umat Islam yang sedang belajar agama, kita dijadikan “bingung” dengan kejadian ini, “mengapa ada Habib atau tokoh agama dalam menyikapi satu kasus dengan cara yang berbeda?” Ada dengan cara yang terpuji dan tercela dalam kasus yang sama. Bahkan, tokoh masyarakat tersebut berdoa dengan kalimat yang negatif. Istilahnya, nyepatani.

Dari kejadian di atas, kita dituntut untuk cerdas dalam memilih sosok panutan. Ada Habib A yang berperilaku baik dalam melaksanakan suatu kegiatan. Ada Habib B yang berperilaku buruk dalam melaksanakan suatu kegiatan. Padahal, kasusnya sama.

Contoh teladan yang terbaik bagi manusia adalah Nabi Muhammad SAW. Maaf bukan Kiai, Habib, atau Ustad. Habib, Kiai, atau Ustad. Kiai, Habib, atau Ustad. Habib, Kiai, atau Ustad bisa berkata buruk/kotor. Namun, Nabi Muhammad SAW pasti tidak pernah berkata kotor.

Perilaku para tokoh agama, jangan sampai kita diadu domba. Orang yang “lemah” iman dan islam menjadi sasaran “empuk” dalam kondisi seperti ini. Karena, setiap tokoh masyarakat tersebut akan berkata dan berperilaku yang meyakinkan. Ucapannya, pasti “landep”. Tingkah lakunya, pasti sangat mantap. Tujuannya, agar masyarakat mengikuti kegiatan atau ajarannya.

Menurut penulis, menyikapi keadaan seperti ini, lebih baik diam. Serahkan saja semua kejadian ini kepada Negara. Karena, Allah sudah memberikan izin kepada pemimpin Negara ini untuk mengelolanya. Artinya, kita pasti memiliki contoh yang baik, setelah Nabi Muhammad SAW wafat.

Jangan sampai martabat tokoh agama dikomentari oleh nitizen/orang yang tidak selevel untuk berkomentar. Yang mengingatkan dan memberi informasi Nabi Muhammad SAW itu Allah dan Malaikat Jibril.

Nabi Muhammad SAW itu orang baik, yang mendekati juga orang baik. Jangan sampai ada seorang tokoh agama, namun yang berkomentar (mohon maaf) adalah orang-orang yang “kotor” dalam iman dan Islam. Bedakan, antara Kiai, Preman, Habib, Pengamen, dan profesi lain dalam berperilaku dan berucap.

Biarlah Habib yang berkomentar itu antar Habib. Biarlah Kiai yang berkomentar itu antar Kiai. Dan, biarlah Ustad yang berkomentar itu antar Ustad. Seimbang antar orang yang berkomentar.

Jika ada Habib yang berkomentar itu Preman. Cek, perkataan Habib tersebut. Bisa jadi, perkataan Habib tersebut mirip, Preman. Artinya, Habib tersebut berkata “kotor”, sehingga dikomentari oleh Preman.

Mari, pilihlah orang yang beriman. Dimana, ciri-cirinya sebagaimana ayat pada paragraf pertama, yaitu berkata benar. Berkata benar saja. Doa yang benar. Jangan berdoa dengan kalimat “memperpendek umur seseorang”. Jelas itu bukan doa, tapi mengutuk.

Nabi Muhammad SAW itu tidak pernah mengajarkan berdoa umur pendek kepada seseorang. Maaf cerita rakyat yang mengutuk anak menjadi batu saja, itu tidak diperkenankan dalam akhlak atau ilmu agama. Artinya, jika berkata kepada anak itu dengan ucapan yang baik/qoulan sadida.

Setelah berkata baik, maka amalan/perbuatan juga (pasti) baik. Artinya, ada keselarasan. Sejalan antara ucapan dan tindakan. Ucapan baik, maka tindakan akan baik pula.

Demikianlah tulisan singkat ini. Ada beberapa simpulan, yaitu:

1. Tirulah sosok Nabi Muhammad SAW dalam berperilaku dan berkata.

2. Tidak semua Habib, Kiai, Ustad atau tokoh masyarakat itu dijadikan contoh teladan terbaik dalam kehidupan kita.

3. Jadilah muslim yang cerdas dengan cara perbanyak referensi/bacaan buku/kitab, agar menjadi muslim yang jeli/tanggap terhadap fenomena/kejadian saat ini.

4. Jadilah muslim yang tidak mudah diadu domba atau dihasut oleh ‘ulah’/perilaku Tokoh Agama/Habib dengan cara perbanyak membaca al-Qur’an, hadist, dan buku/kitab.

5. Berkatalah yang baik saja, karena akan berdampak pada amalan yang baik pula.

Semoga bermanfaat tulisan ini untuk diri penulis dan pembaca. Amin. []

Semarang, 19 November 2020
Ditulis di Rumah jam 04.30 – 05.05 WIB.

Materi disampaikan di Masjid Nurul Iman Sekaran pada Jum’at kliwon, 20 November 2020.

Category: Uncategorized
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.
Leave a Reply