• Friday, January 29th, 2021

Hadiah Alquran
Oleh Agung Kuswantoro

Dulu, pada tanggal 7 November 2001, saya dapat hadiah dari Pondok Pesantren Salafiyah Kauman Pemalang berupa Alquran dan terjemahannya. Hadiah tersebut diserahkan pada peristiwa Lailatul Firoq santri Diniah Ulya Salafiyah Kauman Pemalang pada tanggal 4 November 2001.

Saya menulis tanggal hadiah Alquran diberikan yaitu 7 November 2001, tepat pada acara tasyakuran kelulusan santri Diniyah Ulya Salafiyah Kauman Pemalang. Jadi, sebenarnya hadiahnya diserahkan pada sebelum tanggal 7 November 2001. Sebelum acara tasyakuran santri Diniyah Ulya. Pada tanggal 7 November pula, ternyata bertepatan dengan hari jadi saya. Bisa, dikatakan sekaligus, menghadiahi diri sendiri.

Saya dan beberapa santri yang lain, menganggap bahwa bisa lulus sebagai santri Diniyah Ulya Salafiyah Kauman Pemalang itu, sangat luar biasa. Penuh pengorbanan. Baik secara waktu, kesempatan, tenaga dan pikiran.

Misalnya: saya menunda waktu untuk kuliah dulu. Jadi, mandeg setahun untuk bisa tuntas lulus sebagai santri Diniyah Ulya. Hal yang sama juga dirasakan oleh sahabat saya (Tasihin). Tasihin juga sama, berjuang agar menjadi lulusan santri Diniyah Ulya Salafiyah Kauman Pemalang. Ia mandeg tidak melanjutkan pendidikan strata satu agar bias lulus sebagai santri Diniyah Ulya Salafiyah Kauman Pemalang.

Ada pembelajaran yang saya tangkap dari hadiah berupa Alquran. Saya menjadi sadar, bahwa bahwa Alquran adalah petunjuk hidup. Sehingga, hadiah Alquran dari Pondok Pesantren Salafiyah Kauman Pemalang hingga kini masih saya simpan dan baca.

Pembelajaran hadiah Alquran juga saya lestarikan dalam diri saya kepada orang lain. Entah sudah berapa jumlah Alquran yang saya berikan/mengkadoi/menghadiahi kepada orang lain.

Biasanya yang saya hadiahi adalah santri-santri madrasah Aqidatul Awwam yang sedang khitan dan tetangga rumah yang merayakan khitan. Selain itu, kedua anak saya juga saya hadiahi Alquran.

Ternyata, ada Alquran yang sama dengan nama anak saya yaitu Alquran al-Mubin dan Alquran al-Quddus. Jadi, saya tertarik pula menghadiahi Alquran kepada kedua anak saya. Harapannya, Alquran tersebut menjadi petunjuk hidup bagi kedua anak saya.

Alquran al-Mubin untuk anak saya yang pertama, bernama Muhammad Fathul Mubin (dipanggil Mubin). Alquran al-Quddus untuk anak saya yang kedua, bernama Muhammad Syafa’atul Quddus (dipanggil Syafa). Nama al-Quddusnya diambil dari belakang Syafa.

Nah, bagaimana dengan Anda: “Sudahkah Anda menghadiahi atau memberi sesuatu yang bermanfaat untuk menjadi petunjuk hidup diri sendiri?” Jika belum, perlu dipikirkan. Mumpung Anda masih hidup dan sebelum Anda menghadiahi “sesuatu” itu kepada orang lain. Hadiahilah diri sendiri dulu, sebelum menghadiahi ke orang lain.

Semarang, 26 Januari 2021
Ditulis Di Rumah jam 05.30 – 05.45 WIB.

Category: Uncategorized
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.
Leave a Reply