• Wednesday, September 01st, 2021

Iman dan Ilmu

Oleh Agung Kuswantoro

 

“Dan mereka berkata‘ sekiranya kamu mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala.”(QS. al-Mulk 67:10).

 

Alhamdulillah atas izin Allah SWT, kondisi pandemi  Covid-19 ini sudah berangsur membaik, ditandai dengan: PPKM sudah mulai longgar; banyak daerah di Indonesia yang semula level 4, sekarang menjadi level 3 dan level 2; masjid yang semula belum diizinkan untuk menyelenggarakan sholat jamaah, sekarang diperbolehkan untuk menyelenggarakan sholat berjamaah; Pembelajaran Tatap Muka/PTM, mulai digelar; mall sudah mulai dibuka, dan Perguruan Tinggi pun bersiap untuk melaksanakan pembelajaran secara luring. Pastinya, kondisi tersebut dilakukan dengan protokol kesehatan yang ketat.

 

Ada pertanyaan besar yang selalu ditujukan kepada orang Islam yaitu: ”Bagaimana sikap atau apa yang harus dilakukan oleh umat Islam dalam kondisi serta tak pasti di saat pandemi Covid-19 ini?

 

Para pakar menyatakan: “Umat Islam harus menggunakan ilmu dan iman”. Seorang beragama Islam  harus kuat pendirian berdasarkan ilmu dan iman. Ilmu harus dicari dengan sungguh-sungguh untuk mengetahui sebuah kebenaran. Dalam mencari sebuah kebenaran haru dilakukan metode yang tepat.

 

Sedangkan, iman harus diperkuat dengan memperbanyak ibadah dan pendekatan diri yang “intim” kepada Allah. Tujuannya agar kuat keyakinan hatinya.

 

Contoh sederhana dari praktik iman dan ilmu dalam kehidupan sehari-hari, yaitu orang berjualan gorengan. Penjual itu harus berdasarkan ilmu dan iman, seperti: cara menggoreng yang benar, pasti ada ilmunya; cara memilih bahan yang akan digoreng, pasti ada ilmunya; dan cara memberi bumbu pada bahan tersebut, pasti juga ada ilmunya. Itulah ilmu melekat pada beberapa komponen menggoreng.

 

Untuk masalah laku atau tidaknya; ada yang beli atau tidaknya, imanlah yang berperan. Iman akan mengarahkan kepada kesabaran, nrimo, lapang dada, ikhlas saat tidak ada yang beli, syukur ada yang beli, tidak ngersulo, tidak menyalahkan Allah, dan tidak mengumpat Allah yang memberikan rizki dengan kalimat negatif. Itulah iman yang melekat seorang dalam berjualan gorengan.

 

Muslim (baca:orang yang beragama Islam) harus menggunakan ilmu, sebagai ikhtiar/usaha. Orang berilmu, pasti akan menyatakan pandemi Covid-19 itu ada. Karena ia merujuk pada dokter atau organisasi yang valid/benar. Sehingga, ia pun mengikuti anjuran yang disampaikan oleh ahli/pakar/lembaga resmi dibidang kesehatan tersebut.

 

Masalah; ia akan terkena pandemi Covid-19 atau tidak, itu urusan Allah. Bukan urusan, manusia. Manusia melalui ilmu kedokteran akan mengatakan: jaga jarak, hindari kerumunan, dan rajin mencuci tangan, sebagai ihktiar terhadap suatu permasalahan pandemi tersebut.

 

Dengan cerita di atas, lalu, muncul sebuah pertanyaan lanjutan: Siapakah yang wajib didengar dan dilakukan atas anjuran dalam menerima keadaan Covid-19  ini dalam beribadah?

 

Pada ahli menyatakan: Majlis Ulama Indonesia/MUI. MUI adalah sebuah Majlis/kumpulan. Bukan, perseorangan/ustad/kiai/tokoh masyarakat. Dalam MUI – Majlis tersebut – terdapat ahli fikih, tafsir, al-Qur’an, hadist, tasawuf, dan ilmu-ilmu lain yang membahas akan kemasalahatan dan ibadah saat keadaaan Covid-19.

 

Misalnya, MUI memutuskan sholat Id itu di rumah saat pandemi di zona merah, tikar/karpet digulung, shaf/barisan sholat diberi jarak, pengurus masjid menyediakan alat pengecek suhu badan, dan perangkat cuci tangan atau hand sanitizer.

 

Sebagai orang berilmu, pendapat MUI harus ditaati. Bukan, dibantah dan diperdebatkan. Puncak dari orang yang berilmu adalah muncul kesadaran atau dirinya  yang masih bodoh, sehingga perlu belajar lagi.

 

Demikian pula, puncak dari iman adalah ketenangan batin/hati. Ia yakin akan apa yang telah diambil sikapnya yang berdasarkan ilmu.

 

Mari, kita menjadi orang yang berilmu dan beriman agar bijak dalam menjalani kehidupan. Lalu, pilihlah majlis ilmu – dalam hal ini MUI – sebagai rujukan dalam menentukan sikap, terlebih dalam keadaan pandemi  Covid-19 ini. Waallahu ‘alam.[]

 

Semarang, 26 Agustus 2021

Ditulis di Rumah jam 19.30 – 20.00 WIB. Diedit 1 September 2021.

Category: Uncategorized
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.
Leave a Reply