• Friday, August 12th, 2022

Kajian Arbain Nawawi (32): Berbuat Baik Kepada yang Bukan Ahlinya

Oleh Agung Kuswantoro

 

Sebagai penutup majelis ini (kajian hadis ke-12) dalam kitab Majalisus Saniyah ada sebuah cerita menarik terkait berbuat kebajikan. Disebutkan bahwa perbuatan kebajikan itu, tidak akan sia-sia sekalipun diberikan kepada orang yang bukan ahlinya.

 

Alkisah ada seorang laki-laki yang salih bernama Ibnu Hamir. Siang ia/Ibnu Hamir berpuasa dan malam beribadah. Pada suatu hari, ia pergi ke hutan. Tiba-tiba ada seekor ular datang medekatinya seraya berkata: “Tolonglah aku, semoga Allah menolong tuan pula”.

 

.”Ibnu Hamir  lalu bertanya kepada ular itu: “Menolongmu dari siapa?” Ular itu menjawab: “Dari musuh yang telah menganiayaku”

 

“Mana musuhmu itu?”

“Ada di belakangku:

“Engkau umat siapa?”

“Saya dari umat Muhammad SAW”

 

Ibnu Hamir berkata: “Lalu saya bentangkan sorbanku dan saya suruh ular itu bersembunyi didalam sorban. Ular itu menolak dengan alasan musuhnya masih dapat melihatnya. Lantas saya berkata kepadanya, “Apa yang bisa saya lakukan buat menolongmu?”

 

“Ular itu menjawab: “Jika tuan benar-benar mau berbuat kebajikan, maka bukalah mulut tuan supaya saya bisa bersembunyi di dalamya.”

‘Saya takut engkau nanti membunuhku.”

“Tidak, demi Allah, saya tidak akan membunuh tuan. Allah menjadi saksinya, juga para malaikat, nabi-nabi, rasul-rasul dan pemanggul Arsy, semuanya menjadi saksi kalau saya sampai membunuh tuan.”

 

Ibnu Hamir pun berkata: “Maka saya pun membuka mulut saya, lalu ular itu masuk kedalamnya. Kemudian saya melanjutkan perjalanan. Di tengah jalan, saya berjumpa dengan seorang lelaki yang memegang sebatang tombak kecil. Orang itu berkata: “Apakah tuan melihat musuhku?” “Seekor ular.” Saya jawab: ‘Tidak”. Kemudian saya membaca istighfar seratus kali atas perkataan saya mengatakan tidak itu, padahal sebenarnya saya tahu di mana ular itu berada.

 

Setelah orang itu pergi, ular itu mengeluarkan kepalanya sambil berkata: “Lihat, apakah orang itu benar-benar telah pergi!” Saya lalu menengok ke kiri dan kanan, ternyata memang sudah tidak tampak lagi bayangan orang itu. Lalu saya berkata kepada ular tersebut: “Sekarang kau boleh keluar, karena saya tidak melihat lagi seorang pun di sini.”

 

Ular itu berkata, “Tuan, sekarang pilihlah, tuan mau mati dengan cara bagaimana, saya hancurkan jantung tuan atau saya lubangi hati tuan.”

 

Subhanallah, mana janji yang telah engkau ucapkan tadi. Cepat sekali engkau telah melupakan sumpahmu sendiri!” kata saya dengan perasaan terkejut.

 

Ular itu menjawab: “Mengapa tuan melupakan permusuhan antara saya dengan Nabi Adam yang telah saya keluarkan dari salam surga. Salah tuan sendiri mengapa tuan berbuat kebajikan kepada yang bukan ahlinya.”

 

“Apakah engkau benar-benar akan membunuhku?”

“Pasti, “ jawab ular itu.

“Kalau begitu, beri aku tempo sebentar supaya saya bisa mencari tempat yang baik buat saya.”

“Terserah tuan.”

 

Maka saya pun berjalan tanpa tau harus kemana, tipis sudah harapan untuk hidup. Akhirnya saya menengadahkan tangan ke langit seraya berdoa: Ya lathiif yaa lathiif ulthuf bii biluthfikal khofiyyi, yaa lathiif, bil qudratil-latii istawaita bihaa ‘alal ‘arsy, falam ya’lamil ‘arsyu aina mustaqarraka minhu, illaa maa kafaitanii haadzihil hayyata.”

 

Kemudian saya berjalan. Di tengah jalan, saya berjumpa dengan seorang laki-laki yang tampan wajahnya, harum badannya, dan bersih pakaiannya. Orang itu memberi salam kepada saya, “Assalamu alaika. “ Saya jawab, “Wa ‘alaikum salam, hai saudaraku.”

 

Kemudian orang itu bertanya kepada saya: “mengapa saya lihat wajah Anda berubah?’ Saya jawab: “Karena ulah musuh yang telah menzalimi saya.”

 

“Dimana  musuh Anda itu?”

“Di dalam perut saya,” jawab saya

“Coba Anda buka mulut Anda,” katanya.

 

Maka saya buka mulut saya, lalu orang itu meletakkan sehelai daun didalam mulut saya, mirip dengan daun zaitun berwarna hijau. Kemudian ia berkata, “Kunyahlah lalu telanlah. “Saya pun lalu mengunyah dan menelannya. Baru saja saya menelannya, tiba-tiba perut saya terasa mulas. Kemudian saya keluarkan ular itu salam keadaan sudah mati terpotong-potong. Saya bertanya kepada orang itu, “Anda sebenarnya siapa?” Orang itu tertawa lalu menjawab: “Anda tidak kenal sama saya?” saya jawab: “Tidak.”

 

Orang itu menjelaskan: “ketika terjadi peristiwa antara Anda dengan ular tadi, lalu Anda berdoa dengan doa itu, maka para malaikat di tujuh petala langit menjadi gempar. Mereka mengadukan hal itu ke Allah. Allah menjawab: “Aku tahu apa yang telah dilakukan oleh ular itu kepada hamba-Ku tersebut. “ Kemudian Allah memerintahkan kepadaku datang menolongmu.

 

Aku adalah malaikat yang bernama Alma’ruf, tempatku di langit keempat. Allah berfirman kepadaku, “Pergilah ke dalam surga dan ambillah daun yang berwarna hijau, Kemudian tolonglah hamba-Ku Muhammad bin Hamir.” Wahai Muhammad bin Hamir, berbuatlah kebajikan, karena ia dapat menjaga dari mati buruk. Kebajikan itu tidak akan sia-sia di sisi Allah sekalipun ia disia-siakan oleh orang yang diberi kebajikan itu. Selesai. Wa allahu ‘alam. [].

 

Semarang, 12 Agustus 2022

Ditulis di Rumah jam 15.00-15.30 Wib.

Category: Uncategorized
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.
Leave a Reply