Author Archive

• Friday, December 22nd, 2023

Ngaji Kitab Safinatunnajah Ala Mahasiswa
Oleh Agung Kuswantoro

Dulu, saya pernah belajar kitab Safinatunnajah di Madrasah Diniyah Hidayatussibyan, Pelutan, Pemalang dengan Ustad Rofiqul ‘Ala (almarhum). Usia saya waktu itu kurang lebih 10 – 12 tahun. Sewaktu saya belajar kitab fiqih klasik tersebut, jujur saya belum/tidak paham sepenuhnya. Adapun faktor ketidakpahaman saya karena belum lancar membaca dengan tulisan pegon dan penggunaan bahasa Jawa halus dalam kitab tersebut dalam maknanya. Dengan keterbatasan saya tersebut, tidak masalah. Bagi saya, (minimal) pernah belajar kitab tersebut.

Seiringnya berjalannya, ternyata saya belajar kitab Safinatunnajah lagi dengan para mahasiswa S1 dan S2. Pastinya, keterbatasan saya yang dulu – belum lancar bahasa Jawa halus yang lemah dan belum lancar membaca huruf pegon – saya perbaiki. Bahkan, saya mengutamakan keilmuan yang terkandung dalam kitab tersebut dan perluasan studi kasus dari tiap pasal, mengingat yang mengaji adalah orang dewasa/mahasiswa S1 dan S2, sehingga pola pikir dan kritisnya tajam. Termasuk, pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan oleh mahasiswa itu sangat kritis berdasarkan kasus dan pengalaman mereka. Oleh karenanya, saya membaca kitab fiqih lainnya (Fathul Mu’in) sebagai penguat dalam studi kasus.

Demikianlah cara belajar kami, dimana kitab yang sederhana mampu “disajikan” pada level tertentu (dari SD hingga Perguruan Tinggi). Kitab ini masih bisa dipelajari, oleh semua kalangan dengan pemahaman dan contoh yang sesuai dengan yang mempelajari. Terlebih di lingkungan perguruan tinggi yang saya tempati – notabene umum—bukan berdasarkan perguruan tinggi ilmu berdasarkan agama Islam, namun kitab sederhana ini, masih layak dipelajari dihadapan mahassiwa. []

Semarang, 21 Desember 2023
Ditulis di Ruang ujian skripsi pendidikan ekonomi FEB UNNES jam 08.00 – 08.30 Wib.

• Wednesday, December 13th, 2023

Berziarah dan Berliterasi

Oleh Agung Kuswantoro

Salah satu ucapan syukur atas penyebar agama Islam di tanah Jawa ini adalah berziarah. Tercatat  di Jawa Tengah ada 3 wali yaitu Sunan Kudus, Sunan Muria, dan Sunan Kadilangu. Kami menziarahi makam penyebar agama Islam tersebut. Pastinya, berdoa kepada Allah atas nikmat ajaran Islam dari waliyullah tersebut.

Selain berziarah, tak lupa kami juga melakukan kegiatan literasi dengan berkunjung ke Toko buku dan kitab Menara Kudus. Toko buku dan kitab Menara Kudus adalah toko penjual kitab-kitab dan buku yang terkenal dalam pembelajaran Madrasah. Termasuk, kitab yang selama ini kami pelajari. Beberapa kitab dan buku, kami beli dan baca untuk bisa dipahami kandungan isinya.

Lokasi antara makam Sunan Kudus dengan Toko kitab Menara Kudus itu dekat, jadi tidak usah membutuhkan kendaraan, namun cukup jalan kaki saja. Itulah cara kami bersyukur atas segala kenikmatan Allah yang telah diberikan. Mari, kita tetap bersemangat berdoa kepada penyebar agama Islam dan tetap semangat berliterasi dengan membaca kitab/buku. []

Semarang, 11 Desember 1977

Ditulis di Rumah, jam 18.58 – 19.05 Wib.

• Wednesday, December 13th, 2023

Kajian Kitab Safinatun Najah, Selasa (12 Desember 2023)

Rukun Shalat, Ada 17 yaitu:

1.           Niat.

2.           Takbirotul Ihrom.

3.           Berdiri bagi yang mampu bagi.

4.           Membaca Surat Al-Fatihah.

5.           Ruku’.

6.           Ruku’ dengan tumakninah.

7.           I’tidal.

8.           Thumakninah dalam i’tidal.

9.           Sujud dua kali.

10.         Thuma’ninah di waktu Sujud.

11.         Duduk diantara dua Sujud.

12.         Thuma’ninah dalam Sujud.

13.         Tasyahud Akhir.

14.         Duduk tahiyat.

15.         Membaca Shalawat Nabi.

16.         Membaca Salam.

17.         Tertib.

Niat Shalat

 Niat Shalat ada 3 tingkatan:

1. Jika Shalat Fardhu maka wajib menyengaja berbuat dan ta’yin  (menentukan jenis Shalat) serta menyatakan kefardhuan.

2. Jika Shalat Sunnah yang ditentukan waktunya (seperti Shalat Rawatib maka wajib menyengaja berbuat dan ta’yin; contoh: Shalat qobliyah, Shalat Ba’diyah. Atau, shalat sunah karena suatu sebab seperti shalat gerhana.

3. Jika Shalat Sunnah Mutlak (tidak Terikat Waktu) maka wajib menyengaja berbuat saja tanpa ta’yin.

Yang disebut berbuat adalah ucapan Ushali (aku Shalat, Ta’yin adalah ucapan Zhuhur atau Ashar dan Fardhiyahnya adalah Fardhu.

Ada 16 Syarat Takbiratul Ihrom:

1.           Dibaca saat berdiri.

2.           Dilafalkan dalam bahasa Arab.

3.           Berlafazh jalalah (Allah).

4.           Berlafazh Akbar.

5.           Tertib (urut) antara dua lafazh (contoh Allahu Akbar) bukan sebaliknya.

6.           Tidak memanjangkan lafal Takbiratul Ihrom saat berdiri dalam shalat fardhu.

7.           Jangan memanjangkan Huruf BA (pada kata Akbar).

8.           BA di lafazh Akbar tidak dibaca tasydid.

9.           Tidak ditambah dengan wawu atau berkharokat diantara dua kata tersebut.

10.         Tidak ditambah dengan wawu sebelum jalalah (Allah) bukan Wallahu.

11.         Jangan berhenti terlalu lama maupun sebentar antara kalimat Allah dan Akbar.

12.         Dirinya mendengar oleh orang yang membaca takbiratul ikram itu Sendiri.

13.         Telah tiba waktu Shalat Muaqat.

14.         Takbiratul Ihram dibaca saat menghadap kiblat.

15.         Tidak boleh merusak/mengubah huruf di takbiratul ihrom.

16.         Mengakhirkan takbir Makmum dari takbir Bila sebagai makmum jangan mendahului Takbirnya Imam.

Ditulis oleh salah satu jamaah kajian kitab Safinatunnajah. Semarang, 12 Desember 2023.

• Tuesday, December 05th, 2023

“Memerangi” Kemiskinan dengan Berliterasi

Oleh Agung Kuswantoro

Cara “memerangi” kemiskinan, ada beberapa cara. Salah satunya adalah pendidikan. Dalam pendidikan pun, bermacam-macam cara, salah satunya adalah literasi.

Literasi adalah salah satu kegiatan yang saya senangi. Menulis dan membaca, kurang lebih seperti itu kegiatannya.

Lalu, bagaimana cara “memerangi” kemiskinan di masyarakat dengan literasi? Membuat literasi di daerah yang miskin, bukanlah hal mudah. Kemiskinan identik dengan pendidikan yang rendah, sehingga harapannya dengan literasi maka pemahaman mengenai pendidikan menjadi lebih meningkat. Minimal, adanya peningkatan pendidikan dalam masyarakat tersebut.

Kegiatan literasi seperti: membaca dan mengkaji kitab/buku, proses kreatif menulis, bedah buku, kisah sukses, dan motivasi yang ada dalam sebuah kitab/buku. Kegiatan-kegiatan tersebutlah yang akan menjadi “peluru” dalam “memerangi” kemiskinan.

Doa dan harapan, semoga saya bisa melakukan kegiatan tersebut. Amin. []

Semarang, 4 Desember 2023

Ditulis di Rumah jam 18.05 – 18.10 Wib.

Sumber:

Ustman, dkk. 2010. Model-model Pemberdayaan Masyarakat Desa di Propinsi Jawa Tengah. Semarag: Jurusan PLS FIP UNNES.

Philips H. Combs & Manzoor Ahmed. 1985. Memerangi Kemiskinan di Pedesaan Melalui Pendidikan Non Formal. Jakarta: CV. Rajawali.

• Thursday, November 30th, 2023

Mengalami

Oleh Agung Kuswantoro

Adalah kata yang tepat untuk sebuah proses. Orang yang tidak mengalami, maka bisa dikatakan tidak berproses. Mengalami akan mengetahui sebuah keadaan. Orang akan berkata: “Sungguh nikmat kegagalan ini”. Artinya: orang tersebut sedang mengalami kegagalan.

Lagi, ada orang yang berkata: “Wah, ini enak sekali”. Artinya: dia sedang menikmati sebuah makanan yang enak. Bisa jadi, dia telah merasakan ketidakenakan/kesusahan.

Orang yang tidak mengalami, cenderung “menganggap” segala sesuatu itu, susah. Misal, ada kalimat: “Enak ya, jadi orang kaya, serba enak”. Berarti, dia belum mengalami proses menjadi kaya, maka proses menuju kaya adalah sesuatu yang susah.

Oleh karenanya, melalui tulisan ini, saya mengajak ke diri sendiri untuk belajar mengalami. Mengalami untuk merasakan. Mengalami langsung ke “lapangan”. Singkatnya seperti itu, makna mengalami. Nikmati prosesnya, Insya Allah dalam “perjalanan” proses tersebut, akan ada peristiwa yang luar biasa. Mengapa? Karena, disitulah/selama berproses akan ada “keterlibatan” kekuasaan Allah yang Maha Luar Biasa. Cobalah untuk mengalami!

Kuta Bali, 18 November 2023

Ditulis di Truntum Hotel jam 05.20 – 05.30 WITA.

• Monday, November 27th, 2023

Menjadi Mahasiswa yang Berliterasi

Oleh Agung Kuswantoro

Menjadi mahasiswa adalah dambaan setiap siswa. Setelah menjadi mahasiswa dapatkah mahasiswa tersebut berliterasi? Artinya, mahasiswa tersebut mampu menulis dan membaca dari tiap materi yang dosen berikan. Bagaimana caranya?

Caranya adalah:

  1. Beli/pinjam buku di toko buku/perpustakaan mengenai mata kuliah yang dipelajari sesuai dengan silabi dan rencana pembelajaran dosen. Jangan lupa baca silabi/RPS/Rencana Pembelajaran dalam mencari referensi berupa: buku, koran, dan jurnal.
  2. Biasakan satu matakuliah itu 10 buku referensi. Ditambah dengan referensi dari media massa dan jurnal ilmiah.
  3. Bacalah materi sebelum dosen menjelaskannya. Biasanya, saya melakukan kegiatan ini pada malam hari.
  4. Tulislah poin-poin penting selama dosen menyampaikan materi.
  5. Buatlah artikel “lepas” atau “bebas”, setelah perkuliahan selesai.
  6. Gunakanlah alat menulis yang nyaman. Saya biasanya menggunakan buku tulis agar mudah dan cepat menuangkan ide dalam menulis artikel tersebut. Setelah itu, pindahlah tulisan tangan tersebut ke computer dengan mengetiknya.
  7. Editlah tulisan tersebut dengan teliti dan sabar.
  8. Share/bagi tulisan tersebut ke grup WA yang ada dosen pengampunya agar dapat masukan mengenai tulisan tersebut. Selain itu, share juga dalam media sosial, blog, atau media lainnya.
  9. Kumpulkan setiap tulisan per mata kuliah.
  10. Pertajam isi artikel dengan bacaan tambahan seperti jurnal dan koran.
  11. Evaluasi setiap tulisan per semester atau akhir semester, lalu jadikan satu dalam satu folder.
  12. Per semester buatlah folder, sehingga saat akhir kuliah akan mendapatkan tema per mata kuliah.
  13. Jadikanlah buku agar mudah dibaca oleh orang lain.
  14. Ajukan ke penerbit mayor agar yang membaca banyak yang mensitasi. Pilih penerbit yang bergenre perguruan tinggi.

Selamat mencoba! Insya Allah bisa.

Catatan: Materi disampaikan pada Diskusi Ruang Inspirasi, Ahad (26/11/2023) jam 10.10 – 11.00 Wib. Penyelenggara SPK via zoom meeting.

Semarang, 26 November 2023

Ditulis di Rumah, jam 06.20 – 06.27 Wib.

• Wednesday, November 22nd, 2023

Disitasi

Oleh Agung Kuswantoro

Saya bukanlah penulis handal. Namun saya suka menulis. Adalah sebuah kebahagiaan, jika ada tulisan saya disitasi oleh pembaca.

Sudah banyak buku yang saya tulis. Demikian juga, artikel. Namun, berdasarkan pengalaman saya bahwa: sebuah buku atau artikel itu, belum tentu, ada yang disitasi oleh pembaca.

Salah satu kelebihan buku, jika dicetak secara nasional oleh penerbit besar adalah ada/banyak yang mensitasi (biasanya). Adalah mahasiswa UIN yang Bernama: Nikmatul Wardiah, NIM: 19220139; Program Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Ushuluddin dan Dakwah; Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ), Jakarta tahun 1445 H/2023 M yang telah mensitasi tulisan saya dalam motto skripsinya yang berjudul: “Studi Komparasi Retorika Dakwah Ustaz Abdul Somad, Ustaz Hilman Fauzi, dan Habib Husein Hadar Melalui Media Instagram”. Pastinya, saya tidak mengenal mahasiswa tersebut. Tetapi, mahasiswa tersebut membaca buku saya.

Untuk kali ini, mahasiswa tersebut mengutip/mensitasi dari buku tentang Public Speaking. Sebuah buku yang saya tulis dari hasil penelitian saat mengajar mata kuliah komunikasi. Dimana, setiap mahasiswa tampil “Public Speaking”. Alhasil, mereka dapat menimbulkan/menanamkan rasa karakter (percaya diri, menguasai bahan, dan menyadari akan kelemahan diri).

Rasanya, sangat senang jika ada yang mensitasi sebuah tulisan saya. Satu orang saja mensitasi buku/artikel saya, saya merasa senang. Karena saya memahami dan mengalami, bahwa tidak semua buku/artikel itu, ada yang mensitasi/mengutip tiap tulisan. Tetap semangatlah, Anda untuk menulis!

Truntum Hotel Kuta Bali, Jum’at, 17 November 2023. Ditulis di kamar hotel Tuntrum Kuta jam 06.35 – 06.55 WITA.

• Monday, November 20th, 2023

Narasumber

Oleh Agung Kuswantoro

Menjadi “profesi narasumber”, sejatinya, bukanlah cita-cita utama. Saya mengikuti “alur” hidup saya yang telah “digariskan” oleh Allah SWT. Guru adalah satu profesi yang diinginkan oleh Ibu saya. Saya ikuti saja petunjuk/keinginan orang tua. Setelah jadi guru, berkembanglah menjadi dosen. Namun, ada proses “tambahan” dalam kelanjutannya yaitu menjadi: narasumber.

Menjadi narasumber dalam sebuah acara/kegiatan, tetap saya menikmatinya. Pastinya, ketika menjalani profesi narasumber harus mendapatkan izin dari pimpinan saya (Rektor/Dekan).

Bukan berarti saya menjalani profesi narasumber memiliki honor yang banyak. Tetapi, lebih cenderung pada “pengabdian” atas ilmu yang ada dalam diri saya untuk disalurkan kepada khalayak/masyarakat.

Adapun khalayak/audience/peserta acara dengan saya sebagai narasumber adalah masyarakat, siswa, dan guru. Jadi, kedudukan saya sebagai narasumber, lebih cenderung transfer knowledge/menyalurkan ilmu atas temuan saya dalam penelitian.

Dalam hati saya, saya menjalani profesi narasumber, tidaklah selamanya hingga tua. Pasti ada batasnya. Selama saya bisa/mampu, maka saya bersedia/sanggup menjalankan profesi narasumber.

Saya menyadari bahwa profesi narasumber, bukanlah profesi wajib saya. Profesi wajib saya, tetaplah dosen. Profesi dosen, saya pilih dalam hidup saya. Insya Allah hingga status pensiun. Semoga saya tetap bisa istikamah dalam berkarya sebagai dosen dan (tetap) menjadi “narasumber” atas karya saya, dimana saya sebagai dosen untuk disalurkan/transfer kepada masyarakat. []

Ditulis di pesawat dalam penerbangan Solo – Denpasar jam 08.20 – 08.40 Wib, 15 November 2023.

• Wednesday, November 15th, 2023

Kajian Kitab Safinatun Najah Selasa 14 Nov 2023 pukul 19.30 (zoom meeting).

Batal Tayamum
Batal-batal tayammum ada 3, yaitu
[1] apa saja yang membatalkan wudhu,
[2] murtad, dan
[3] ragu adanya air jika sebab tayamumnya karena ketiadaan air

Najis yang bisa suci
Najis yang bisa menjadi suci dari najis ada 3, yaitu [1] khomr (arak) yang
berubah dengan sendirinya (menjadi cuka),
[2] kulit bangkai jika disamak,
dan
[3] binatang yang disembelih.

Pembagian Najis
Najis itu ada 3, yaitu [1] mughollazhoh,
Mughollazhoh adalah najis anjing dan babi beserta anak-anaknya
[2] mukhoffafah,
mukhoffafah adalah kencing bayi yang belum makan apapun
selain ASI dan belum mencapai 2 tahun,
[3] mutawasithoh mutawasithoh adalah najis
selain keduanya

Cara Menghilangkan Najis:
1. Mughollazhoh disucikan dengan 7 basuhan setelah dihilangkan
najisnya terlebih dahulu di mana salah satunya dengan debu.
2. Mukhoffafah
disucikan dengan memercikkan air di atasnya disertai menghilangkan
najisnya.
3. Mutawassithoh dibagi dua, yaitu [1] Najis ainiyah
adalah najis yang memiliki warna, aroma, dan rasa sehingga cara mensucikannya harus menghilangkan warna, aroma, dan rasanya
dan [2] Najis Hukmiyah Najis
hukmiyah adalah najis yang tidak berwarna, beraroma, dan berasa sehingga
cukup mengalirkan air di atasnya.

Semarang, 14 November 2023

Ditulis oleh salah satu jamaah.

• Sunday, November 12th, 2023

Belajar “Diplomasi” Sulhu Hudaibiyah/Perjanjian Hudaibiyah

Oleh Agung Kuswantoro

Adalah sebuah perjanjian yang diadakan di wilayah Hudaibiyah, Mekkah. Terjadi pada tahun 6 M/ Maret 628 M.

Saat itu, kaum Muslimin bermaksud pergi ke Mekah untuk melaksanakan ibadah haji, namun pihak Musyrik Quraish menahan mereka sehingga Rasulullah mengirim utusan kepada Quraish untuk berunding.

Awalnya Rasulullah SAW menunjuk Umar bin Khattab, namun Umar bin Khattab menolaknya. Adapun Umar bin Khattab mengusulkan Usman sebagai penggantinya. Setelah keberangkatan Usman terdengar isu dikalangan muslimin bahwa Usman terbunuh.

Mendengar kabar tersebut, Rasulullah menyeru kepada umat Muslim agar setia kepadanya. Istilah ini dikenal dengan Baiat Ridhwan. Setelah perundingan kedua belah pihak akhirnya muncul kesepakatan perjanjian Hudaibiyah.

Sebagaimana sering dituturkan oleh para sejarawan, keberhasilan yang dicapai Nabi Muhammad Saw di dalam memperkenalkan misinya lebih banyak ditentukan oleh kekuatan dan keunggulan diplomasi Nabi Muhammad Saw, bukan karena kekuatan bala tentaranya.

Rasulullah lebih menonjol sebagai diplomat daripada seorang jenderal perang, meskipun semasa di Madinah, Nabi Muhammad Saw “disuguhi” sejumlah peperangan dan beberapa kali di antaranya beliau memimpin langsung peperangan itu, salah satu contoh keunggulan diplomasi yang dilakukan Nabi Muhammad Saw ialah Perjanjian Hudaibiyah.

Keputusan yang dilakukan Nabi Muhammad Saw dalam perjanjian ini sangat tidak populis. Bahkan sahabat terdekatnya seperti Umar tidak mau menuliskan perjanjian itu, karena bukan hanya tidak adil tetapi juga dianggap melecehkan simbol-simbol akidah Islam.

Ketika dilakukan perundingan gencatan senjata antara umat Islam dan kaum kafir Quraisy, Rasulullah memimpin langsung delegasinya dan dari pihak kafir Quraisy dipimpin seorang diplomat ulung bernama Suhail. Sebagai preambul naskah perjanjian itu, Rasulullah meminta diawali dengan kata: Bismillahirrahmanirrahim, tetapi ditolak oleh Suhail karena kalimat itu asing. Lalu ia mengusulkan kalimat” bismika Allahumma, kalimat yang popular di dalam masyarakat Arab ketika itu.

Sebagai penutup, perjanjian itu diusulkan dengan kata: “Hadza ma qadha ‘alaihi Muhammad Rasulullah“. Perjanjian ini ditetapkan oleh Muhammad Rasulullah. Akan tetapi Suhail kembali menolak kalimat ini dan mengusulkan kalimat: “Hadza ma qudhiya ‘alaihi Muhammad ibn ‘Abdullah“. Perjanjian ini ditetapkan oleh Muhammad putra Abdullah”.

Pencoretan “Basmalah” dan kata ”Rasulullah” membuat para sahabat tersinggung dan menolak perjanjian itu. Namun Rasulullah meminta para sahabatnya untuk menyetujui naskah perjanjian itu.

Konon Rasulullah mengambil alih sendiri penulisan itu karena sahabat tidak ada yang tega mencoret kata Rasulullah yang dianggapnya sebagai salah satu suatu prinsip dasar akidah islam. Kelemahan lain dari segi substansi menurut para sahabat Nabi, terdapat materi yang dinilai tidak adil, karena apabila orang kafir Quraisy yang menyeberang batas di wilayah muslim, Madinah, maka segera dibebaskan dan segera dikembalikan ke Mekah. Sedangkan apabila yang melanggar batas umat Islam maka orangnya ditahan di Mekkah. Materi perjanjian seperti ini pun disetujui oleh Rasul.

Banyak kaum Muslim yang meragukan manfaat perjanjian Hudaibiyah tersebut bagi perjuangan Islam. Di tengah keraguan tersebut turunlah surat al-Fath ayat 1-2: “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata, supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu dan memimpin kamu kepada jalan yang lurus”(Qs. Al-Fath[48]: 1-2).

Apabila dilihat sepintas lalu, perjanjia itu memang Nampak tidak adil dan melanggar rambu-rambu akidah, terutama perihal pencoretan kalimat “Bismillah” dan “Rasulullah” yang dianggap prinsipil dalam Islam. Akan tetapi, Nabi tetap menganggap itu batas maksimum yang dapat dilakukan terutama untuk mengatasi jumlah korban jiwa akibat peperangan. Nabi Muhammad Saw tahu apa akibat yang akan dialami umat Islam jika tidak dilakukan gencatan senjata. Nabi Muhammad Saw juga tahu langkah-langkah lebih lanjut yang akan dilakukan.

Para sahabat belum tahu apa arti kebijakan Nabi itu. Seandainya saja Nabi Muhammad Saw hanya sebagai pemimpin Arab biasa, bukan Nabi, maka sudah pasti tidak akan mendapat dukungan kelompoknya. Akan tetapi para sahabatnya tahu, bahwa di samping seorang kepala Negara yang cerdas, Muhammad juga seoang Nabi, sehingga mereka diam dan menurut saja.

Demikianlah hikmah yang dapat kita petik dari kebijakan Nabi Rasulullah dalam perjanjian Hudaibiyah. Diplomasi Nabi menuai kesuksesan yang luar biasa di kemudian hari. Dari semua itu lahir dari kemampuan menahan diri dari meraih keuntungan jangka pendek hari ini, demi keuntungan yang lebih besar di masa depan. Dengan kata lain, dalam menghadapi situasi yang sulit sekalipun hendaknya kit mencontoh sikap dan perilaku Rasulullah yang tidak mudah terbawa emosi, seraya meletakkan pendangan jauh ke depan.

Dan tentu saja dengan tetap memohon pertolongan Allah, sebab jika datang pertolongan Allah maka kemenangan tidak akan bisa dicegah oleh siapa pun. Pada saat itulah orang-orang akan berbondong-bondong memeluk agama Allah, sebagai penegasan dalam surat al-Nasr: “Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong. Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat” (Qs Al-Nasr [110]: 1-3).

Catatan: Pernah disampaikan saat Jumatan (10 November 2023) di Masjid Al-Iqtishodi FEB UNNES.

Daftar Pustaka:

Kitab Tarih Nurul Yaqin.

Prof. KH. Nasaruddin Umar. 2020. Khutbah-Khutbah Imam Besar. Bandung: Penerbit Pustaka Iman.