• Thursday, January 18th, 2024

Membaca – Menulis

Oleh Agung Kuswantoro

Adalah Muhammad Fathul Mubin (Mubin) yang sedang belajar dengan saya tentang menulis huruf pegon. Metode yang saya gunakan adalah membaca dan menulis secara langsung dari buku yang saya gunakan. Saya menggunakan buku karangan ustad Ichsan Sardi berjudul “Kitab Tuntunan Membaca dan Menulis Arab Pegon jilid I-III” yang saya beli di toko kitab Kartini, Rembang.

Adanya buku ini menjadikan saya mudah dalam menyampaikan pesan/materi yang saya sampaikan. Itulah cara saya menyampaikan materi kepada Muhammad Fathul Mubin.

Beda dengan Muhammad Syafa’atul Quddus, dimana saya harus menulis dulu sebuah ayat yang ada di surat Al-Qur’an. Baru, Syafa – panggilan Muhammad Sayfa’atul Quddus – menirukan huruf yang ditulis dibawah contoh tulisan saya. Materi untuk Syafa’ adalah materi dasar dalam menulis huruf hijaiyah dengan contoh ayat Al-Qur’an. Sedangkan untuk Mubin, materinya adalah membaca/menulis pegon mulai dari a, i, u, e, o, pepet, huruf p, huruf v, nya, dan menulis/membaca kalimat dalam tulisan pegon.

Semoga apa yang saya lakukan kepada ke-2 santri saya ini, bisa istikamah, sehingga harapannya bisa menulis dan membaca huruf hijaiyah dan huruf pegon dengan benar. []

Semarang, 16 Januari 2024

Ditulis di Gedung Kearsipan UNNES jam 14.00 – 14.10 Wib.

• Monday, January 08th, 2024

Menokohkan

Oleh Agung Kuswantoro

Dalam hidup bermasyarakat, menurut pakar menyebutkan, ada istilah menokohkan. Menokohkan adalah seseorang yang mengatakan dan memposisikan diri sebagai sosok atau manusia yang memiliki peran dalam kehidupan bermasyarakat. Bisa jadi ia/tokoh yang menokohkan diri tersebut, tidak aktif dalam kegiatan masyarakat tersebut.

Misal: ada sosok yang menokohkan (diri) Kiai. Namun, faktanya Kiai (yang menokohkan tersebut) sebenarnya tidak pernah sholat lima waktu di Masjid yang berada di lingkungan masyarakat. Atau, yang bersangkutan tidak pernah memberikan khotbah sholat Jum’at, tidak pernah memberikan kultum, atau tidak pernah memberikan pengajian/nasihat kepada masyarakat/jamaahnya.

Lagi: ada sosok yang menokohkan (diri) penasihat/engurus Masjid. Namun, faktanya: sosok yang menokohkan pengurus/penasihat Masjid tersebut, sama sekali tidak aktif hadir sholat lima waktu di Masjid yang ia jabat. Meskipun, ia tidak aktif sholat di Masjid yang ia jabat, namun ia rajin memberikan masukan mengenai pelaksanaan apa pun yang terjadi di Masjid yang ia tidak pernah “sholati”.

Jika melihat kasus tersebut, sebagaimana kita—manusia biasa—yang dalam “hati” kurang “sreg” dengan keadaan tersebut, maka lebih baik, menghindari dari tempat yang “menokohkan” tersebut. Atau, berperilaku diam saja. Tujuannya, agar yang bersangkutan selamat.

Mengapa? Orang yang menokohkan tersebut, pasti akan lebih aktif dan dominan dalam Masyarakat tersebut, meskipun sebenarnya ia tidak memiliki peran sama sekali sebagai Kiai atau pengurus/penasihat Masjid. Hanya saja, ia hanya menokohkan (diri), namun masyarakat tidak menganggapnya sebagai tokoh masyarakat.

Yang benar adalah sosok yang ditokohkan oleh masyarakat sesuai ilmu dan kemampuannya. Misal: ada orang ahli agama rajin ke Masjid, maka masyarakat akan menokohkan dia sebagai tokoh agama dengan menjadikan imam atau ustad, khotib dalam masyarakat tersebut. Karena yang bersangkutan rajin sholat lima waktu di Masjid dan memiliki ilmu, ia aktif khotib di Masjid, ia aktif memberikan kajian/nasihat kepada jamaah di Masjid, dan contoh teladan yang santun untuk patut dicontoh oleh masyarakat.

Demikian pula masyarakat yang memiliki contoh tokoh masyarakat sebagai pengurus/penasihat Masjid yang baik, maka: pengurus/penasihat Masjid tersebut akan rajin beribadah di Masjid tersebut dan memperhatikan kondisi situasi Masjid, serta bersosialisasi dengan para jamaah.

Mari, kita belajar menjadi pribadi yang baik, agar menjadi tokoh untuk diri sendiri saja dengan memperbanyak ilmu dan mengamalkan ilmu tersebut, tanpa bermaksud menokohkan atau ditokohkan menjadi diri yang baik di Masyarakat. Biarlah Allah yang menilai!

Semarang, 7 Januari 2024

Ditulis di Rumah jam 04.36 – 04.50 Wib.

• Monday, January 01st, 2024

Masjid (1)
Oleh Agung Kuswantoro

Ada sholat, di situlah fungsi Masjid berperan. Bisa jadi, tidak ada sholat, maka kebendaan Masjid tidak ada. Sehingga, kualitas sholat jamaah bisa menunjukkan kemakmuran suatu Masjid.

Sama halnya, isi/pesan Khotib saat sholat Jumat juga, menunjukkan kualitas suatu Masjid. Kualitas Khotib mewakili jamaah/masyarakat dalam memahami agama Islam di lingkungannya.

Tegaknya suatu Masjid, terlihat dari kualitas pelaksanaan sholat lima waktu. Perhatikanlah: ada tidak jadwal Imam dan muadzinnya? Disitulah, letak manajemen Masjid. Oleh karenanya, Masjid yang terbaik adalah Masjid yang didirikan atas dasar takwa dan iman. Semoga takwa dan iman ada dalam diri kita semua. Amin.

Semarang, 1 Januari 2024
Ditulis di rumah, Jam 03.00-03.15 Wib.

• Friday, December 29th, 2023

Ibu: 99 % Susah, 1 % Berkah
Oleh Agung Kuswantoro

Menjadi seorang Ibu, bukanlah hal yang mudah. Karena ada fase menikah dan melahirkan seorang anak. Lalu, memelihara dan mendidik anaknya.

Demikian juga, seseorang menghadapi Ibu, bukanlah hal yang mudah, karena Ibu memiliki nurani yang “tajam” dibanding seorang Bapak (dimana wanita lebih pandai menggunakan perasaan dibanding laki-laki). Oleh karenanya, saya mengatakan bahwa menghadapi Ibu itu susah, tetapi berkah.

Mengapa saya mengatakan kalimat tersebut? Karena apa pun kondisi Ibu, sebagai manusia (apalagi anak) harus dekat dengan orang tua. Pendekatannya adalah hati (baca: iman). Bukan, pendekatan akal. Jika menggunakan pendekatan akal, dalam posisi susah, maka harus ditinggalkan. Namun, dalam judul saya: jika susah, maka ada keberkahan. Bahkan, pahala yang besar saat “menghadapi” Ibu. “Menghadapi” memiliki arti berkomunikasi dan berinteraksi.

Dalam berinteraksi dan berkomunikasi seseorang dengan Ibu, bukanlah hal yang mudah. Dibutuhkan ilmu. Pastinya, tidak cukup ilmu yang didapatkan saat di sekolah. Tetapi ilmu kehidupan.

Judul tulisan saya, bisa jadi ekstrem atau tidak lazim bagi kalangan umum. Namun, dalam kasus tertentu itu terjadi. Ingatkah istri Fir’aun yang solehah bernama Asiyah? Dimana, Asiyah dijamin masuk surga oleh Allah SWT, padahal suaminya (Fir’aun) sama sekali tidak taat kepada Allah Swt. Tercatat dalam tarikh/sejarah bahwa Asiyah dua kali menolak keinginan Fir’aun yaitu (1) hendak dipinang orang yang menganggap dirinya sebagai Tuhan dan (2) Asiyah tidak mau membunuh anak laki-laki yang ditemukan di keranjang.

Contoh kasus di atas, menunjukkan bahwa “kualitas” keimanan Asiyah sangat kuat, sehingga walaupun penolakan kepada Fir’aun (baca: suaminya), tetapi Fir’aun menyetujui. Artinya, dalam diri Asiyah (baca: Ibu) ada 99% kesusahan, tetapi ada 1 % keberkahan.

Tidak semua wanita bisa menempatkan posisi seperti Asiyah. Itulah sekelumit tentang Ibu yang berkah. Semoga, kita belajar dari prinsip tersebut. Tidak selamanya susah itu menyedihkan, pasti didalamnya ada keberkahan. []

Semarang, 28 Desember 2023
Ditulis di Gedung UPT Kearsipan jam 14.00 – 14.20 Wib.

• Friday, December 22nd, 2023

Ngaji Kitab Safinatunnajah Ala Mahasiswa
Oleh Agung Kuswantoro

Dulu, saya pernah belajar kitab Safinatunnajah di Madrasah Diniyah Hidayatussibyan, Pelutan, Pemalang dengan Ustad Rofiqul ‘Ala (almarhum). Usia saya waktu itu kurang lebih 10 – 12 tahun. Sewaktu saya belajar kitab fiqih klasik tersebut, jujur saya belum/tidak paham sepenuhnya. Adapun faktor ketidakpahaman saya karena belum lancar membaca dengan tulisan pegon dan penggunaan bahasa Jawa halus dalam kitab tersebut dalam maknanya. Dengan keterbatasan saya tersebut, tidak masalah. Bagi saya, (minimal) pernah belajar kitab tersebut.

Seiringnya berjalannya, ternyata saya belajar kitab Safinatunnajah lagi dengan para mahasiswa S1 dan S2. Pastinya, keterbatasan saya yang dulu – belum lancar bahasa Jawa halus yang lemah dan belum lancar membaca huruf pegon – saya perbaiki. Bahkan, saya mengutamakan keilmuan yang terkandung dalam kitab tersebut dan perluasan studi kasus dari tiap pasal, mengingat yang mengaji adalah orang dewasa/mahasiswa S1 dan S2, sehingga pola pikir dan kritisnya tajam. Termasuk, pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan oleh mahasiswa itu sangat kritis berdasarkan kasus dan pengalaman mereka. Oleh karenanya, saya membaca kitab fiqih lainnya (Fathul Mu’in) sebagai penguat dalam studi kasus.

Demikianlah cara belajar kami, dimana kitab yang sederhana mampu “disajikan” pada level tertentu (dari SD hingga Perguruan Tinggi). Kitab ini masih bisa dipelajari, oleh semua kalangan dengan pemahaman dan contoh yang sesuai dengan yang mempelajari. Terlebih di lingkungan perguruan tinggi yang saya tempati – notabene umum—bukan berdasarkan perguruan tinggi ilmu berdasarkan agama Islam, namun kitab sederhana ini, masih layak dipelajari dihadapan mahassiwa. []

Semarang, 21 Desember 2023
Ditulis di Ruang ujian skripsi pendidikan ekonomi FEB UNNES jam 08.00 – 08.30 Wib.

• Wednesday, December 13th, 2023

Berziarah dan Berliterasi

Oleh Agung Kuswantoro

Salah satu ucapan syukur atas penyebar agama Islam di tanah Jawa ini adalah berziarah. Tercatat  di Jawa Tengah ada 3 wali yaitu Sunan Kudus, Sunan Muria, dan Sunan Kadilangu. Kami menziarahi makam penyebar agama Islam tersebut. Pastinya, berdoa kepada Allah atas nikmat ajaran Islam dari waliyullah tersebut.

Selain berziarah, tak lupa kami juga melakukan kegiatan literasi dengan berkunjung ke Toko buku dan kitab Menara Kudus. Toko buku dan kitab Menara Kudus adalah toko penjual kitab-kitab dan buku yang terkenal dalam pembelajaran Madrasah. Termasuk, kitab yang selama ini kami pelajari. Beberapa kitab dan buku, kami beli dan baca untuk bisa dipahami kandungan isinya.

Lokasi antara makam Sunan Kudus dengan Toko kitab Menara Kudus itu dekat, jadi tidak usah membutuhkan kendaraan, namun cukup jalan kaki saja. Itulah cara kami bersyukur atas segala kenikmatan Allah yang telah diberikan. Mari, kita tetap bersemangat berdoa kepada penyebar agama Islam dan tetap semangat berliterasi dengan membaca kitab/buku. []

Semarang, 11 Desember 1977

Ditulis di Rumah, jam 18.58 – 19.05 Wib.

• Wednesday, December 13th, 2023

Kajian Kitab Safinatun Najah, Selasa (12 Desember 2023)

Rukun Shalat, Ada 17 yaitu:

1.           Niat.

2.           Takbirotul Ihrom.

3.           Berdiri bagi yang mampu bagi.

4.           Membaca Surat Al-Fatihah.

5.           Ruku’.

6.           Ruku’ dengan tumakninah.

7.           I’tidal.

8.           Thumakninah dalam i’tidal.

9.           Sujud dua kali.

10.         Thuma’ninah di waktu Sujud.

11.         Duduk diantara dua Sujud.

12.         Thuma’ninah dalam Sujud.

13.         Tasyahud Akhir.

14.         Duduk tahiyat.

15.         Membaca Shalawat Nabi.

16.         Membaca Salam.

17.         Tertib.

Niat Shalat

 Niat Shalat ada 3 tingkatan:

1. Jika Shalat Fardhu maka wajib menyengaja berbuat dan ta’yin  (menentukan jenis Shalat) serta menyatakan kefardhuan.

2. Jika Shalat Sunnah yang ditentukan waktunya (seperti Shalat Rawatib maka wajib menyengaja berbuat dan ta’yin; contoh: Shalat qobliyah, Shalat Ba’diyah. Atau, shalat sunah karena suatu sebab seperti shalat gerhana.

3. Jika Shalat Sunnah Mutlak (tidak Terikat Waktu) maka wajib menyengaja berbuat saja tanpa ta’yin.

Yang disebut berbuat adalah ucapan Ushali (aku Shalat, Ta’yin adalah ucapan Zhuhur atau Ashar dan Fardhiyahnya adalah Fardhu.

Ada 16 Syarat Takbiratul Ihrom:

1.           Dibaca saat berdiri.

2.           Dilafalkan dalam bahasa Arab.

3.           Berlafazh jalalah (Allah).

4.           Berlafazh Akbar.

5.           Tertib (urut) antara dua lafazh (contoh Allahu Akbar) bukan sebaliknya.

6.           Tidak memanjangkan lafal Takbiratul Ihrom saat berdiri dalam shalat fardhu.

7.           Jangan memanjangkan Huruf BA (pada kata Akbar).

8.           BA di lafazh Akbar tidak dibaca tasydid.

9.           Tidak ditambah dengan wawu atau berkharokat diantara dua kata tersebut.

10.         Tidak ditambah dengan wawu sebelum jalalah (Allah) bukan Wallahu.

11.         Jangan berhenti terlalu lama maupun sebentar antara kalimat Allah dan Akbar.

12.         Dirinya mendengar oleh orang yang membaca takbiratul ikram itu Sendiri.

13.         Telah tiba waktu Shalat Muaqat.

14.         Takbiratul Ihram dibaca saat menghadap kiblat.

15.         Tidak boleh merusak/mengubah huruf di takbiratul ihrom.

16.         Mengakhirkan takbir Makmum dari takbir Bila sebagai makmum jangan mendahului Takbirnya Imam.

Ditulis oleh salah satu jamaah kajian kitab Safinatunnajah. Semarang, 12 Desember 2023.

• Tuesday, December 05th, 2023

“Memerangi” Kemiskinan dengan Berliterasi

Oleh Agung Kuswantoro

Cara “memerangi” kemiskinan, ada beberapa cara. Salah satunya adalah pendidikan. Dalam pendidikan pun, bermacam-macam cara, salah satunya adalah literasi.

Literasi adalah salah satu kegiatan yang saya senangi. Menulis dan membaca, kurang lebih seperti itu kegiatannya.

Lalu, bagaimana cara “memerangi” kemiskinan di masyarakat dengan literasi? Membuat literasi di daerah yang miskin, bukanlah hal mudah. Kemiskinan identik dengan pendidikan yang rendah, sehingga harapannya dengan literasi maka pemahaman mengenai pendidikan menjadi lebih meningkat. Minimal, adanya peningkatan pendidikan dalam masyarakat tersebut.

Kegiatan literasi seperti: membaca dan mengkaji kitab/buku, proses kreatif menulis, bedah buku, kisah sukses, dan motivasi yang ada dalam sebuah kitab/buku. Kegiatan-kegiatan tersebutlah yang akan menjadi “peluru” dalam “memerangi” kemiskinan.

Doa dan harapan, semoga saya bisa melakukan kegiatan tersebut. Amin. []

Semarang, 4 Desember 2023

Ditulis di Rumah jam 18.05 – 18.10 Wib.

Sumber:

Ustman, dkk. 2010. Model-model Pemberdayaan Masyarakat Desa di Propinsi Jawa Tengah. Semarag: Jurusan PLS FIP UNNES.

Philips H. Combs & Manzoor Ahmed. 1985. Memerangi Kemiskinan di Pedesaan Melalui Pendidikan Non Formal. Jakarta: CV. Rajawali.

• Thursday, November 30th, 2023

Mengalami

Oleh Agung Kuswantoro

Adalah kata yang tepat untuk sebuah proses. Orang yang tidak mengalami, maka bisa dikatakan tidak berproses. Mengalami akan mengetahui sebuah keadaan. Orang akan berkata: “Sungguh nikmat kegagalan ini”. Artinya: orang tersebut sedang mengalami kegagalan.

Lagi, ada orang yang berkata: “Wah, ini enak sekali”. Artinya: dia sedang menikmati sebuah makanan yang enak. Bisa jadi, dia telah merasakan ketidakenakan/kesusahan.

Orang yang tidak mengalami, cenderung “menganggap” segala sesuatu itu, susah. Misal, ada kalimat: “Enak ya, jadi orang kaya, serba enak”. Berarti, dia belum mengalami proses menjadi kaya, maka proses menuju kaya adalah sesuatu yang susah.

Oleh karenanya, melalui tulisan ini, saya mengajak ke diri sendiri untuk belajar mengalami. Mengalami untuk merasakan. Mengalami langsung ke “lapangan”. Singkatnya seperti itu, makna mengalami. Nikmati prosesnya, Insya Allah dalam “perjalanan” proses tersebut, akan ada peristiwa yang luar biasa. Mengapa? Karena, disitulah/selama berproses akan ada “keterlibatan” kekuasaan Allah yang Maha Luar Biasa. Cobalah untuk mengalami!

Kuta Bali, 18 November 2023

Ditulis di Truntum Hotel jam 05.20 – 05.30 WITA.

• Monday, November 27th, 2023

Menjadi Mahasiswa yang Berliterasi

Oleh Agung Kuswantoro

Menjadi mahasiswa adalah dambaan setiap siswa. Setelah menjadi mahasiswa dapatkah mahasiswa tersebut berliterasi? Artinya, mahasiswa tersebut mampu menulis dan membaca dari tiap materi yang dosen berikan. Bagaimana caranya?

Caranya adalah:

  1. Beli/pinjam buku di toko buku/perpustakaan mengenai mata kuliah yang dipelajari sesuai dengan silabi dan rencana pembelajaran dosen. Jangan lupa baca silabi/RPS/Rencana Pembelajaran dalam mencari referensi berupa: buku, koran, dan jurnal.
  2. Biasakan satu matakuliah itu 10 buku referensi. Ditambah dengan referensi dari media massa dan jurnal ilmiah.
  3. Bacalah materi sebelum dosen menjelaskannya. Biasanya, saya melakukan kegiatan ini pada malam hari.
  4. Tulislah poin-poin penting selama dosen menyampaikan materi.
  5. Buatlah artikel “lepas” atau “bebas”, setelah perkuliahan selesai.
  6. Gunakanlah alat menulis yang nyaman. Saya biasanya menggunakan buku tulis agar mudah dan cepat menuangkan ide dalam menulis artikel tersebut. Setelah itu, pindahlah tulisan tangan tersebut ke computer dengan mengetiknya.
  7. Editlah tulisan tersebut dengan teliti dan sabar.
  8. Share/bagi tulisan tersebut ke grup WA yang ada dosen pengampunya agar dapat masukan mengenai tulisan tersebut. Selain itu, share juga dalam media sosial, blog, atau media lainnya.
  9. Kumpulkan setiap tulisan per mata kuliah.
  10. Pertajam isi artikel dengan bacaan tambahan seperti jurnal dan koran.
  11. Evaluasi setiap tulisan per semester atau akhir semester, lalu jadikan satu dalam satu folder.
  12. Per semester buatlah folder, sehingga saat akhir kuliah akan mendapatkan tema per mata kuliah.
  13. Jadikanlah buku agar mudah dibaca oleh orang lain.
  14. Ajukan ke penerbit mayor agar yang membaca banyak yang mensitasi. Pilih penerbit yang bergenre perguruan tinggi.

Selamat mencoba! Insya Allah bisa.

Catatan: Materi disampaikan pada Diskusi Ruang Inspirasi, Ahad (26/11/2023) jam 10.10 – 11.00 Wib. Penyelenggara SPK via zoom meeting.

Semarang, 26 November 2023

Ditulis di Rumah, jam 06.20 – 06.27 Wib.