Materi Antropologi Kelas XI : Pemetaan Budaya, Masyarakat Pengguna Bahasa Dialek, dan Tardisi Lisan di Suatu Daerah Dan Nusantara

CARAKANPASANGAN02

Apakah anda  mengenal dan melihat huruf yang tertera dalam gambar di atas? Atau mungkin telah menguasainya? Ya, huruf di atas adalah huruf yang dimiliki oleh Suku Jawa. Huruf yang digunakan oleh masyarakat Jawa di atas dikenal dengan nama Hanacaraka. Banyak etnis atau suku bangsa di Indonesia yang memiliki huruf tersendiri seperti suku Sunda, Bali,  dan Bau-bau yang memiliki huruf mirip dengan huruf korea. Huruf atersebut merupakan sebuah sarana yang digunakan untuk menyalin suatu bahasa.

Bahasa sebagai alat komunikasi yang hidup di dalam masyarakat dan dipakai oleh warganya untuk melakukan interaksi. Eksistensi  sebuah bahasa sangat dipengaruhi oleh dinamika yang terjadi dalam masyarakat sebagai penuturnya..Dengan kata lain, bahasa akan menentukan wajah budaya. Pun begitu pula budaya yang ada di sekeliling bahasa akan ikut menentukan wajah dari bahasa itu. Keanekaragaman bahasa tidak dapat dipisahkan dari keanekaragaman budaya.Ditinjau dari segi budaya, bahasa termasuk aspek budaya, kekayaan bahasa merupakan sesuatu yang menguntungkan bagi sebuah bangsa. Hal tersebut dikarenakan bahasa merefleksikan kekayaan budaya yang ada pada masyarakat pemakainya terutama bangsa Indonesia.Bahasa adalah suatu sarana yang digunakan manusia untuk mengantarkan maksud yang akan disampaikannya. Dengan kata lain, bahasa digunakan untuk berkomunikasi dan berinteraksi. Bahasa yang terdapat di Indonesia ratusan buah jumlahnya. Pada satu bahasa yang sama masih pula terdapat pengucapan yang berbeda meski memiliki arti yang sama.

Selain bahasa, ada pula dialek. Dialek adalah variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang berada pada suatu tempat, wilayah, atau area tertentu. Karena dialek ini didasarkan pada wilayah atau area tempat tinggal penutur, dialek ini lazim disebut dialek regional atau dialek geografi. Para penutur dalam suatu dialek, meskipun mereka mempunyai dialeknnya masing-masing, memiliki kesaman ciri yang menandai bahwa mereka berada pada satu dialek, yang berbeda dengan kelompok penutur lain, yang berada dalam dialeknya sendiri dengan ciri lain yang menandai dialeknya juga.

Dalam bahasa, juga terdapat tradisi lisan. Dikutip dari Amir Rochyatmo, tradisi lisan adalah folklor lisan yang dirumuskan sebagai bagian kebudayaan yang diciptakan, disebarluaskan, dan diwariskan dalam bentuk kelisanan, seperti cerita rakyat dan nyanyian rakyat. Adat kebiasaan secara turun menurun dari nenek moyang yang masih diperlukan dalam masyarakat. Danandjaja menjelaskan bahwa tradisi lisan adalah bagian dari folklor. Folklor adalah kolektivitas yang tersebar secara turun temurun dalam versi yang berbeda-beda baik bentuk lisan maupun yang disertai gerak isyarat atau alat pembantu pengingat. Lebih lanjut, dikutip dari Amir Rochyatmo, Danandjaja mengatakan bahwa tradisi lisan memiliki ciri-ciri: penyebaran dan pewarisan secara lisan, bersifat tradisional, memiliki berbagai versi bukan variasi, anonim, bentuknya berpola, milik bersama, bersifat polos, lugu, dan spontan.

Berikut adalah nama-nama bahasa daerah yang ada di berbagai pulau di Indonesia. Masing-masing pulau memiliki bahasa daerah yang berbeda satu dengan yang lain. Masih banyak lagi bahasa daerah yang lain yang belum tercatat. Misalnya yang biasa dipakai oleh suku bangsa – suku bangsa terasing yang hidup di pedalaman hutan.

No Wilayah Bahasa
1 Bali bahasa Bali, bahasa Sasak
2 Jawa bahasa Jawa, Madura, Sunda
3 Kalimantan bahasa Bahau, Bajau, Banjar, Iban, Kayan, Kenya, Klemautan,Melayu, Milano, Ot-Danum
4 Maluku bahasa Alor, Ambelan, Aru, Banda, Belu, Buru, Geloli, Goram,Helo, Kadang, Kai, Kaisar, Kroe, Lain, Leti, Pantar, Roma, Rote,

Solor, Tanibar, Tetun, Timor, Wetar, Windesi, Ternate, Tidore,

Bacan, Sula, Taliabo

5 Nusa Tenggara Sasak, Sumba, Sumbawa, Tetun, Timor
6 Sulawesi bahasa Bubgkumori, Laki, Landawe, Mapute, Buol, Gorontalo,Kaidipan, Bulanga, Balantak, Banggai, Babongko, Loinan,

Bonerate, Butung, Kalaotoa, Karompa, Layolo, Walio, Bugis,

Luwu, Makassar, Mandar, Pitu, Sa’dan, Salu, Seko, Uluna,

Bantik, Mongondow, Sangir, Talaud, Tambalu, Tombatu,

Tompakewa, Tondano, Tontembun, Tomini, Bada’Besona, Kail,

Leboni, Napu, Pilpikoro, Toraja, Wotu

7 Sumatera bahasa Aceh, Alas, Angkola, Batak, Enggano, Gayo, Karo,Kubu, Lampung, Lom, Mandailing, Melayu, Mentawai,

Minangkabau, Nias, Orang Laut, Pak-Pak, Rejang Lebong, Riau,

Sikule, Simulur

 

Dari beberapa bahasa yang telah tertera, muncul yang dinakan dialek. Dialek tersebut salah satu yang mencolok yaitu berada di suku bangsa Jawa. Di jawa, ada bahasa Jawa Solo-Yogyakarta yang digunakan masyarakat Jawa bagian tengah, bahasa jawatimuran, dan bahasa ngapak  yang digunakan oleh masyarakat Jawa bagian barat (Banyumasan, Tegalan, Cirebonan dan Banten Utara). Bahasa Ngapak  diidentikan dan digunakan oleh  kelompok masyarakat Jawa yang tinggal  di wilayah Banyumas sehingga sering di sebut dengan logat banyumasan. Logat bahasanya sedikit berbeda dibanding dialek bahasa Jawa lainnya karena bahasa Banyumasan masih berhubungan erat dengan bahasa Jawa Kuno (Kawi).  Bahasa Banyumasan ini terkenal dengan cara bicaranya yang khas. Dibandingkan dengan bahasa Jawa dialek Solo-Yogyakarta, dialek Banyumasan banyak sekali bedanya. Perbedaan yang utama yakni akhiran ’a’ tetap diucapkan ’a’ bukan ’o’. Jika di Solo orang makan sego’ (nasi), di wilayah Banyumasan orang makan ’sega’. Selain itu, kata-kata yang berakhiran huruf mati dibaca penuh, misalnya kata enak oleh dialek lain bunyinya ena, sedangkan dalam dialek Banyumasan dibaca enak dengan suara huruf ’k’ yang jelas.

Sumber:

Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006, Standar Kompetensi dan Kompetensi

Dasar Mata Pelajaran Antropologi untuk SMA/MA, Jakarta.

Danandjaja, James. Folklor Indonesia Ilmu gosip, dongeng, dan lain-lain. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.

Koentjaraningrat. 1994. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka.

Poerwanto, Hari. 2000. Kebudayaan dan Lingkungan dalam Perspektif Antropologi. Yogyakarta  : Pustaka Pelajar.

https://blog.unnes.ac.id/arsiwakhida. diunduh 19 desember 2015

 

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: