BIMBINGAN KONSELING PRINSIP DAN ORIENTASI BK

Hayy bloger kali ini saya akan memposting tugas mata kuliah umum Bimbingan Konseling pada Semester 2….

A. Prinsip – prinsip Bimbingan Konseling
Prinsip merupakan paduan hasil kajian teoritik dan telaah lapangan yang digunakan sebagai pedoman pelaksanaan sesuatu yang dimaksudkan. Dalam pelayanan bimbingan dan konseling prinsip-prinsip yang digunakannya bersumber dari kajian filosofis, hasil-hasil penelitian dan pengalaman praktis tentang hakikat manusia, perkembangan dan hakikat manusia dalam konteks sosial budayanya, pengertian, tujuan, fungsi dan proses penyelenggaraan bimbingan dan konseling. Pemahaman tentang prinsip-prinsip dasar ini sangat penting dan perlu terutama dengan kaitannya dalam penerapan di lapangan. Konselor yang telah memahami secara benar dam mendasar prinsip-prinsip dasar bimbingan dan konseling ini akan dapat menghindarkan diri dari kesalahan dan penyimpangan-penyimpangan dalam praktik pemberian layanan bimbingan dan konseling. Misalnya Van Hoose (1969) mengemukakan bahwa :
1. Bimbingan didasarkan pada keyakinan bahwa dalam diri tiap anak terkandung kebaikan-kebaikan; setiap pribadi mempunyai potensi dan pendidikan hendaklah mapu membantu anak memanfaatkan potensinya itu.
2. Bimbingan didasarkan pada ide bahwa setiap anak adalah unik. Seorang anak berbeda dari yang lain.
3. Bimbingan merupakan bantuan kepada anak-anak dan pemuda dalam pertumbuhan dan perkembangan mereka menjadi pribadi-pribadi yang sehat.
4. Bimbingan merupakan usaha membantu mereka yang memerlukannya untuk mencapai apa yang menjadi idaman masyarakat dan kehidupan umumnya.
5. Bimbingan adalah pelayanan unik yang dilaksanakan oleh tenaga ahli dengan latihan-latihan khusus, dan untuk melaksanakan pelayanan bimbingan diperlukan minat pribadi khusus pula.

Semua butir yang dikemukakan oleh Van Hoose itu benar, tetapi butir-butir tersebut belum merupakan prisip-prisip yang jelas aplikasinya dalam praktek bimbingan dan konseling. Apabila butir-butir tersebut hendak dijadikan prisip-prinsip bimbingan dan konseling, maka aspek-aspek operasionalnya harus ditambahkan. Berkenaan dengan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling, Arifin dan Eti Kartikawati (1994) menjabarkan prinsip-prisip bimbingan dan konseling kedalam empat bagian, yaitu :
1. Prinsip-prinsip umum
2. Prinsip-prinsip khusus yang berhubungan dengan individu
3. Prinsip-prinsip khusus yang berhubungan dengan pembimbing
4. Prinsip-prinsip khusus yang berhubungan dengan organisasi dan administrasi bimbingan dan konseling.
Prinsip-prinsip yang akan dibahas dapat ditinjau dari prinsip-prinsip secara umum, dan prinsip-prinsip khusus prinsip-prinsip khusus adalah prinsip-prinsip bimbingan yang berkenaan dengan sasaran layanan, masalah klien/ permasalahan individu, program layanan, dan prinsip-prinsip perkembangan pelaksanaan pelayanan.
Berikut penjelasan prinsip-prinsip umum bimbingan dan konseling.
1. Prinsip – prinsip umum
a. Karena bimbingan ini berhubungan dengan sikap dan tingkah laku individu, perlu diingat bahwa sikap dan tingkah laku individu itu terbentuk dari segala aspek keperibadian yang unik dan ruwet karena dipengaruhi oleh lingkunagn individu tersebut tumbuh dan bergembang serta pengalaman-pengalaman.
b. Perlu dikenal dan dipahami perbedaan individual daripada individu-individu yang dibimbing, ialah untuk memberikan bimbingan yang tepat sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh individu yang bersangkutan.
c. Bimbingan harus berpusat pada individu yang dibimbing.
d. Masalah yang tidak dapat diselesaikan di sekolah harus diserahkan pada individu atau lembaga yang mampu dan berwenang ,melakukannya
e. Bimbingan harus dimulai dengan indentifikasi kebutuhan-kebutuhan yang dirasakan oleh individu yang dibimbing.
f. Bimbingan harus flexibel sesuai dengan program pendidikan di sekolah yang bersangkutan.
g. Pelaksanaan program bimbingan harus dipimpin oleh seorang petugas yang memliki keahlian dalam bidang bimbingan dan sanggup bekerjasamadengan pembantunya serta dapat dan bersedia menggunakan sumber-sumber yang berguna di luar sekolah.
h. Terhadap program bimbingan harus senantiasa diadakan penilaian yang teratur untuk mengetahui sampai dimana hasil dan manfaat yang di peroleh serta penyesuaian antara pelaksanaan dan rencana yang dirumuskan terdahulu.

2. Prinsip – prinsip khusus
a. Prinsip – Prinsip Berkenaan dengan Sasaran Pelayanan.
Sasaran pelayanan bimbingan dan konseling adalah individu-individu baik secara perorangan maupun kelompok. Individu itu sangat bervariasi misalnya dalam hal umurnya, jenis kelaminnya, status sosial ekonomi keluarga, kedudukan, pangkat dan jabatannya, ketertarikannya terhadap suatu lembaga tertentu, dan variasi-variasi lainya. Berbagai variasi itu menyebabkan individu yang satu berbeda dengan yang lainnya. Masing-masing individu adalah unik. Secara lebih khusus lagi, yang menjadi sasaran pelayanan pada umumnya adalah perkembangan dan perikehidupan individu, namun secara lebih nyata dan langsung adalah sikap dan tingkah lakunya. Sebagaimana telah disinggung terdahulu, sikap dan tingkah laku individu amat dipengaruhi oleh aspek-aspek kepribadian dan kondisi diri sendiri, serta kondisi lingkungannya. Variasi dan keunikan keindividualan, aspek-aspek pribadi dan lingkungan, serta dalam perkembangan dan kehidupan itu mendorong dirumuskannya prinsip-prinsip bimbingan dan konselinng sebagai berikut :
1. Bimbingan dan konseling melayani semua individu, tanpa memandang umur, jenis kelamin, suku, bangsa, agama, dan status sosial ekonomi.
2. Bimbingan dan konseling berurusan dengan sikap dan tingkah laku individu yang terbentuk dari berbgai aspek kepribadian yang kompleks dan unik; oleh karena itu pelayanan bimbingan dan konseling perlu menjangkau keunikan dan kekompleksan pribadi individu.
3. Untuk mengoptimalkan pelayanan bimbingan dan konseling sesuai dengan kebutuhan individu itu sendiri perlu dikenali dan dipahami, keunikan setiap individu dengan berbagai kekuatan, kelemahan, dan permasalahannya.
4. Setiap aspek pola kepribadian yang kompleks seorang individu mengandung faktor-faktor yang secara potensial mengarah kepada sikap dan dan pola-pola tingkah laku yang tidak seimbang. Oleh karena itu pelayanan bimbingan konseling yang bertujuan mengembangkan penyesuaian individu terhadap segenap bidang pengalaman harus mempertimbangkan berbagai aspek perkembangan individu.
5. Meskipun individu yang satu dengan lainnya adalah serupa dalam berbagai hal, perbedaan individu harus dipahami dan dipertimbangkan dalam rangka upaya yang bertujuan memberikan bantuan/ bimbingan kepada individu-individu tertentu, baik mereka itu anak-anak, remaja, ataupun dewasa.
b. Prinsip-Prinsip Berkenaan dengan Masalah Individu.
Berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan dan kehidupan individu tidaklah selalu positif. Faktor-faktor yang pengaruhnya negatif akan menimbulkan hambatan-hambatan terhadap kelangsungan perkembangan dan kehidupan individu yang akhirnya menimbulkan masalah tertentu pada diri individu. Masalah-masalah yang timbul seribu satu macam dan sangat bervariasi, baik dalam jenis dan intensitasnya. Secara ideal pelayanan bimbingan dan konseling ingin membantu semua individu dengan berbagai masalahnya itu. Namun, sesuai dengan keterbatasan yang ada pada dirinya sendiri, pelayanan bimbingan dan konseling hanya mampu menangani masalah klien secara terbatas. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan hal itu adalah:
1. Meskipun pelayanan bimbingan dan konseling menjangkau setiap tahap dan bidang dalam perkembangan dan kehidupan individu, namun bidang bimbingan pada umumnya dibatasi hanya pada hal-hal yang menyangkut pengaruh kondisi mental dan fisik individu terhadap penyesuaian dirinya di rumah, di sekolah, serta dalam kaitannya denga kontak social dan pekerjaan, dan sebaliknya pengaruh kondisi lingkungan terhadap kondisi mental dan fisik individu.
2. Keadaan sosial, ekonomi dan politik yang kurang menguntungkan merupakan faktor salah satu pada diri individu dan hal itu semua menuntut perhatian seksama dari para konselor dalam mengentaskan masalah klien.

c. Prinsip-Prinsip Berkenaan dengan Program Pelayanan
Kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling baik diselenggarakan secara “insidental”, maupun terprogram. Pelayanan “insidental” diberikan kepada klien-klien yang secara langsung (tidak terprogram atau terjadwal) kepada konselor untuk meminta bantuan. Konselor memberikan pelayanan kepada mereka secara langsung pula sesuai dengan permasalahan klien pada waktu mereka itu datang. Konselor memang tidak menyediakan program khusus untuk mereka. Klien-klien “insidental” seperti itu biasanya dating dari luar lembaga tempat koselor bertugas. Pelayanan incidental itu merupakan pelayanan konselor yang sedang menjalankan “praktik pribadi”. Untuk warga lembaga tempat konselor bertugas, yaitu warga yang pemberian pelayanan bimbingan dan konselingnya menjadi tanggung jawab konselor sepenuhnya, konselor dituntut untuk menyusun program pelayanan. Program ini berorientasi kepada seluruh warga lembaga itu (misalnya sekolah atau kantor) dengan memperhatikan variasi masalah yang mungkin timbul dan jenis layanan yang dapat diselenggarakan, rentangan dan unit-unit waktu yang tersedia (misalnya caturwulan, atau semester, atau bulan), ketersediaan staf, kemungkinan hubungan antar personal dan lembaga. Kemudahan-kemudan yang tersedia, dan faktor-faktor lainnya yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan dilembaga tersebut. Prinsip-prisip yang berkenaan dengan program layanan bimbingan dan konseling itu adalah sebagai berikut:
• Bimbingan dan koseling merupakan bagian integral dari proses pendidikan dan pengembangan; oleh karena itu program bimbingan dan konseling harus disusun dan dipadukan sejalan dengan program pendidikan dan pengembangan secara menyeluruh.
• Program bimbingan dan konseling harus fleksibel, disesuaikan dengan kondisi lembaga (misalnya sekolah), kebutuhan individu dan masyarakat.
• Program pelayanan bimbingan dan konseling disusun dan diselenggarakan secara berkesinambungan kepada anak-anak sampai orang dewasa, disekolah misalnya dari jenjang pendidikan taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi.
• Terhadap pelaksanaan bimbingan dan konseling hendaknya diadakan penilaian yang teratur untuk mengetahui sejauh mana hasil dan manfaat yang diperoleh, serta mengetahui kesesuaian antara program yang direncanakan dari pelaksanaannya.
d. Prinsip-Prisip Berkenaan dengan Pelaksanaan Layanan
Pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling (baik yang bersifat “insidental” maupun terprogram) dimulai dengan pemahaman tentang tujuan layanan. Tujuan ini selanjutnya akan diwujudkan melalui proses tertentu yang dilaksanakan oleh tenaga ahli dalam bidangnya, yaitu konselor profesional. Konselor yang bekerja disuatu lembaga yang cukup besar (misalnya sebuah sekolah) sangat berkepentingan dengan penyelenggara program-program bimbingan dan konseling secara teratur dari waktu ke waktu. Kerjasama dengan berbagai pihak, baik didalam maupun diluar tempat ia bekerja perlu dikembangkan secara optimal. Prinsip-prinsip berkenaan dengan hal-hal tersebut adalah:
1. Tujuan akhir bimbingan dan konseling adalah kemandirian setiap individu; oleh karena itu pelayanan bimbingan dan konseling harus diarahkan untuk mengembangkan klien agar mampu membimbing diri sendiri dalam menghadapi setiap kesulitan atau permasalahan yang dihadapinya.
2. Dengan proses konseling keputusan yang diambil dan hendak dilakukan oleh klien hendaknya atas kemauan klien sendiri, bukan karena kemauan atau desakan dari konselor.
3. Permasalahan khusus yang dialami klien (untuk semua usia) harus ditangani oleh konselor (dan kalau perlu dialih tangankan kepada ) tenaga ahli dalam bidang yang relevan dengan permasalahan tersebut.
4. Bimbingan dan Konseling adalah pekerjaan profesional; oleh Karena itu dilaksanakan oleh tenaga ahli yang telah memperoleh pendidikan dan latihan khusus dalam bidang bimbingan dan konseling.
5. Guru dan orang tua memiliki tanggung jawab yang berkaitan dengan pelayanan bimbingan dan konseling, oleh Karena itu bekerja sama antara konselor dan guru dan orang tua amat diperlukan.
6. Guru dan konselor berada dalam satu kerangka upaya pelayanan, oleh karena itu keduanya harus mengembangkan peranan yang saling melengkapi untuk mengurangi kebodohan dan hambatan-hambatan yang ada pada lingkungan individu atau siswa.
7. Untuk mengelola pelayanan bimbingan dan konseling dengan baik dan sejauh mungkin memenuhi tuntutan individu, program pengukuran dan penilaian tehadap individu hendaknya dilakukan. Dan himpunan data yang memuat hasil pengukuran dan penilaian itu dikembangkan dan dimanfaatkan dengan baik. Dengan pengadministrasian instrumen yang benar-benar dipilih dengan baik, data khusus tentang kemampuan mental, hasil belajar, bakat dan minat, dan berbagai ciri kepribadian hendaknya dikumpulkan, disimpan, dan digunakan sesuai dengan keperluan.
8. Organisasi program bimbingan hendaknya fleksibel, disesuaikan dengan kebutuhan individu dengan lingkungannya.
9. Tanggung jawab pengelolaan program bimbingan dengan konseling hendaknya diletakkan dipundak seseorang pimpinan program yang terlatih dan terdidik secara khusus dalam pendidikan bimbingan dan konseling, bekerja sama dengan staf dan personal, lembaga di tempat ia bertugas dan lembaga-lembaga lain yang dapat menunjang program bimbingan dan konseling
10. Penilaian periodik perlu dilakukan terhadap program yang sedang berjalan. Kesuksesan pelaksanaan program diukur dengan melihat sikap-sikap mereka yang berkepentingan dengan program yang disediakan (baik pihak-pihak yang melayani maupun yang dilayani) dan perubahan tingkah laku mereka yang pernah dilayani.
e. Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Dalam lapangan operasional bimbingan dan konseling, sekolah merupakan Lembaga yang wajah dan sosoknya sangat jelas. Di sekolah pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan dapat tumbuh dan berkembang dengan amat baik. Mengingat sekolah merupakan lahan yang secara potensial sangat subur; sekolah memiliki kondisi dasar yang justru menuntut adanya pelayanan ini pada kadar yang tinggi, para siswanya yang sedang dalam tahap perkembangan yang “meranjak” memerlukan segala jenis layanan bimbingan dan konseling dalam segenap fungsinya. Namun harapan akan tumbuh kembangnya pelayan bimbingan dan konseling di sekolah sesubur-suburnya itu sering kali masih tetap berupa harapan saja. Pelayanan bimbingandan konseling secara resmi memang ada di sekolah tetapi keberadaannya belum seperti dikehendaki. Dalam kaitan ini Belkin (1975) menegaskan 6 prinsip untuk menegakkan dan menumbuhkembangkan pelayan bimbingan dan konseling.
Konselor harus memulai kariernya sejak awal dengan program kerja yang jelas, dan memiliki kesiapan kerja yang tinggi untuk melaksanakan program tersebut. Konselor juga memberikan kesempatan kepada seluruh personal sekolah dan siswa untuk mengetahui program-program yang hendak dijalankan itu.
Konselor harus selalu mempertahankan sikap profesional tanpa mengganggu keharmonisan antara konselor dengan personal lainnya dan siswa. Dalam hal ini, konselor harus menonjolkan keprofesionalnya, tetapi tetap menghindari sikap elitis atau kesombongan/ keangkuhan profesional.
Konselor bertangung jawab untuk memenuhi peranannya sebagai konselor profesional dan menerjemahkan peranannya itu ke dalam kegiatan nyata. Konselor harus pula mampu dengan sebaik-baiknya menjelaskan kepada orang-orang siapa ia akan bekerja sama tentang tujuan yang hendak dicapai oleh konselor serta tanggung jawab yang terpikul di pundak konselor.
Konselor bertanggung jawab kepada semua siswa, baik siswa-siswa yang gagal, yang menimbulkan gangguan, yang berkemungkinan putus sekolah, yang mengalami permasalahan emosional, yang mengalami kesulitan belajar, maupun siswa-siswa yang memiliki bakat istimewa, yang berpotensi rata-rata, yang pemalu dan menarik diri dari khalayak ramai, serta yang bersikap menarik perhatian atau mengambil muka guru, konselor dan personal sekolah lainnya.
Konselor harus memahami dan mengembangkan kompetensi untuk membantu siswa-siswa yang mengalami masalah dengan kadar yang cukup parah dan siswa-siswa yang menderita gangguan emosional, khususnya melalui penerapan program-program kelompok, kegiatan pengajaran di sekolah dan kegiatan di luar sekolah, serta bentuk-bentuk kegiatan lainnya.
Konselor harus mampu bekerjasama secara efektif dengan kepala sekolah, memberikan perhatian dan peka terhadap kebutuhan, harapan, dan kecemasan-kecemasannya. Konselor memiliki kesempatan yang baik untuk menegakkan citra bimbingan dan konseling profesional apabila ia memiliki hubunganyang saling menghargai dan saling memperhatikan dengan kepala sekolah.

B. Orientasi Bimbingan Konseling
Orientasi bimbingan dan konseling adalah titik berat pandangan atau pusat perhatian konselor terhadap kliennya. Berikut beberapa jenis orientasi bimbingan dan konseling.
1. Orientasi perseorangan
Orientasi perorangan bimbingan dan konseling menghendaki agar konselor menitikberatkan pandangan pada siswa secara optimal. Dalam hal ini individu diutamakan dan kelompok dianggap sebagai lapangan yang dapat memberikan pengaruh tertentu terhadap individu. Dengan kata lain, kelompok dimanfaatkan untuk kepentingan dan kebahagiaan individu dan bukan sebaliknya. Pemusatan perhatian terhadap individu itu sama sekali tidak berarti mengabaikan kepentingan kelompok, dalam hal ini kepentingan kelompok diletakkan dalam kaitannya dalam hubungan timbal balik yang wajar antara individu dengan kelompoknya.
Kepentingan kelompok justru dikembangkan dan ditingkatkan melalui terpenuhinya kepentingan dan terpercayainya kebahagiaan individu. Apabila secara individu para anggota kelompok itu dapat terpenuhi kepentingannya dan merasa bahagia dapat diharapkan kepentingn kelompokpun terpenuhi pula. Pelayanan bimbingan dan konseling yang berorientasikan individu itu sama sekali tidak boleh menyimpang ataupun bertentangan dengan nilai-nilai yang berkembang di dalam kelompok sepanjang nilai-nilai itu sesuai dengan norma-norma umum yang berlaku.

Kaidah yang berkaitan dengan orientasi perorangan dalam bimbingan dan konseling, yaitu:
a. Semua kegiatan yang diselenggarakan dalam rangka pelayanan bimbingan dan konseling diarahkan bagi peningkatan perwujudan diri sendiri setiap individu yang menjadi sasaran layanan.
b. Pelayanan bimbingan dan konseling meliputi kegiatan yang berkenaan dengan individu untuk memahami kebutuhan-kebutuhannya, motivasi dan kemampuan potensialnya yang semuanya unik, membantu individu agar dapat menghargai kebutuhan, motivasi dan potensinya kearah pengembangan yang optimal, dan pemanfaatan yang sebesar-besarnya untuk dirinya sendiri dan lingkungan.
c. Setiap klien harus diterima sebagai individu dan harus ditangani secara individual (Ronger, dalam mcdaniel, 1956).
d. Tanggung jawab konselor untuk memahami minat, kemampuan dan perasaan klien serta untuk menyesuaikan program-program pelayanan dan kebutuhan klien setepat mungkin.
2. Orientasi perkembangan
Orientasi perkembangan dalam bidang bimbingan dan konseling menekankan peran perkembangan yang terjadi pada saat ini dan yang akan terjadi pada diri individu di masa yang akan datang. Orientasi ini lebih menekankan pentingnya peranan yang terjadi pada individu dan sekaligus bertujuan mendorong konselor dan klien menghilangkan problem yang menjadkan laju perkembangan klien. Menurut Myrick (dalam mayers, 1992) perkembangaan individu secara tradisional dari dulu sampai sekarang menjadi inti pelayanan bimbingan. Tahun 1950-an perkembangan bimbingan dan konseling sejalan dengan konsepsi tugas-tugas perkembangan yang dicetuskan oleh havighurst. Dalam hal ini peranan bimbingan dan konseling adalah memberikan kemudahan-kemudahan bagi gerak individu menjadi alur perkembangannya.
Ivey dan Rigazio (dalam Mayers,1992) menekankan bahwa orientasi perkembangan yang justru merupakan ciri khas yang menjadi inti gerakan bimbingan. Praktek bimbingaan dan konseling tidak lain adalah memberikan kemudian yang berlangsung pada perkembangan berkelanjutan. Permasalahan yang dihadapi oleh individu harus diartikan sebagai terhalangnya perkembangan, dan hal itu mendorong semua konselor dan klien bekerja sama untuk menghilangkan penghalang itu serta mempengaruhi lajunya perkembangan klien.
Secara khusus Thompson & Rudolph (1983) melihat perkembangannya anak- anak berkemungkinan mengalami hambatan perkembangan kognisi dalam empat bentuk :
a. Hambatan egosentrisme ketidakmampuan melihat kemungkinan lain diluar apa yang dipahaminya.
b. Hambatan konsentrasi ketidakmampuan memusatkan perhatian pada lebih dari satu aspek tentang suatu hal.
c. Hambatan reversibilitas ketidakmampuan menelusuri alur yang terbalik dari alur yang dipahami semula.
d. Hambatan transformasi ketidakmampuan meletakkan sesuatu pada suasana urutan yang ditetapkan.
3. Orientasi permasalahan
Orientasi masalah secara langsung bersangkut paut dengan fungsi dan fungsi pengentasan. Fungsi pencegahan menghendaki agar individu dapat terhindar dari masalah yang mungkin membebani dirinya, sedangkan fungsi pengentasan menginginkan agar individu yang sudah terlanjur megalami masalah dapat terentaskan masalahnya. Fungsi lainnya yaitu fungsi pemahaman dan fungsi pemeliharaan atau pengembangan pada dasarnya juga bersangkut paut dengan permasalahan dengan klien.
Fungsi pemahaman memungkinkan individu memahami informasi dan aspek lingkungan yang dapat berguna untuk mencegah timbulnya masalah pada diri klien, dan dapat pula bermanfaat dalam upaya pengentasan masalah yang terjadi. Fungsi pemeliharaan dapat mengarah pada tercegahnya ataupun terentaskannya masalah tertentu. Konsep orientasi masalah terentang seluas daerah beroperasinya fungsi-fungsi bimbingan, dan dengan demikian pula menyusupi segenap jenis layanan kegiatan belajar bimbingan dan konseling.
Ketiga orientasi tersebut dalam pelayanan bimbingan dan konseling dapat diselenggarakan baik di sekolah maupun luar sekolah.

Tulisan ini dipublikasikan di Artikel Kuliah SosAnt. Tandai permalink.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: