Kerusakan Ekosistem Pantai

pantai

Alam dan seisinya merupakan milik Sang Pencipta. Kita sebagai manusia ditugaskan sebagai khalifah di bumi untuk menjaga dan melestarikan alam. Alam telah menyediakan apa yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup manusia. Terutama air, tanpa air mana mungkin ada kehidupan. Tubuh manusia 90% tersusun oleh air, air digunakan sebagai pelarut dalam proses metabolisme. Pada tumbuhan, air dibutuhkan dalam proses fotosintesis untuk menghasilkan glukosa dan oksigen. Apa jadinya jika sumber air bersih di bumi ini berkurang atau bahkan habis ? Maka keseimbangan ekosistem akan terganggu. Jika keseimbangan ekosistem terganggu, maka akan berimbas pada berkurangnya keanekaragaman hayati. Misalnya pada ekosistem pantai.
Sekarang ini, pantai banyak dibuka sebagai obyek wisata untuk memajukan perekonomian daerah. Tetapi, kemajuan perekonomian tidak diimbangi dengan pelestarian ekosistem pantai. Para wisatawan yang datang seringkali membuang sampah disekitar pantai, baik sampah botol, plastik, kaleng, maupun sampah yang terbuat dari bahan kimia. Sampah-sampah ini dapat memperkeruh air pantai. Apalagi sampah kimiawi dapat membunuh ikan-ikan kecil dan organisme lainnya. Jika ikan-ikan kecil mati, lalu ikan besar akan memakan apa? Lama kelamaan ikan besar akan mati juga. Ikan kecil dan ikan besar sudah terangkai dalam jaring-jaring rantai makanan. Apabila salah satu organisme punah, maka akan mempengaruhi kelangsungan hidup organisme lain. Tidak pernahkah terpikir dalam benak kita, jika suatu saat nanti keindahan pantai akan hilang ? Pesonanya akan luntur oleh tangan kita sendiri. Ombak yang dulu menggulung dengan buih busa jernih, kini ombak menggulung membawa sampah ke daratan. Lalu bagaimana peran manusia untuk mengatasi masalah ini? Apa kita akan membiarkannya begitu saja? Dan keindahan pantai beserta organisme yang ada hanya akan menjadi cerita bagi anak cucu kita? Jawabannya tentu Tidak, kita harus menyelamatkan pantai dari kerusakan. Langkah pertama dimulai dari diri sendiri, ketika di pantai kita jangan membuang sampah sembarangan. Jika diri kita sendiri saja belum benar, mana mungkin orang lain mau mendengarkan apa kata kita. Kedua, kita dapat membentuk komunitas pelestari pantai yang dalam setiap agendanya mengadakan penyuluhan ke pantai-pantai di Indonesia. Ketiga, kita dapat mengajukan usul kepada pemerintah daerah agar memberikan sanksi dan denda kepada wisatawan yang membuang sampah di tepi pantai.
Harus kita akui bahwa kesadaran manusia akan pentingnya daya dukung dan daya tampung lingkungan mulai luntur. Manusia lebih mengedepankan ego masing-masing. Mereka tidak sadar bahwa lingkungan telah menyediakan apa yang mereka butuhkan. Terlebih lagi manusia mengeksploitasinya secara besar-besaran tanpa memikirkan dampaknya di kemudian hari? Sumber daya alam ada dua, yaitu sumber daya alam yang dapat diperbaharui dan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. SDA yang dapat diperbaharui contohnya hutan, air, dan tanah. Sedangkan SDA yang tidak dapat diperbaharui umumnya adalah barang-barang tambang dan waktu. Ya, waktu termasuk SDA yang tidak dapat diperbaharui. Karena waktu yang telah terlewati tidak dapat diulang kembali atau dikembalikan. Kita tidak dapat kembali ke masa kanak-kanak kita. Oleh karena itu, jangan pernah menyia-nyiakan waktu yang ada. Sebelum kita menyesal di kemudian hari. Kita harus bergandeng tangan dan bersatu untuk menyelamatkan bumi ini dari kerusakan.
“Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Bidikmisi Blog Award di Universitas Negeri Semarang. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan.”

Manusia Purba di Museum Sangiran

Sejarah Museum Sangiran bermula dari kegiatan penelitian yang dilakukan oleh Von Koeningswald sekitar tahun 1930-an. Di dalam kegiatannya Von Koeningswald dibantu oleh Toto Marsono, Kepala Desa Krikilan pada masa itu. Setiap hari Toto Marsono atas perintah Von Koeningswald mengerahkan penduduk Sangiran untuk mencari “balung buto” (Bahasa Jawa yang artinya tulang raksasa). Demikian penduduk Sangiran mengistilahkan temuan tulang-tulang berukuran besar yang telah membatu yang berserakan di sekitar ladang mereka. Balung buto tersebut adalah fosil yaitu sisa-sisa organisme atau jasad hidup purba yang terawetkan di dalam bumi.
Fosil-fosil tersebut kemudian dikumpulkan di Pendopo Kelurahan Krikilan untuk bahan penelitian Von Koeningswald, maupun para ahli lainnya. Fosil-fosil yang dianggap penting dibawa oleh masing-masing peneliti ke laboratorium mereka, sedang sisanya dibiarkan menumpuk di Pendopo Kelurahan Krikilan. Setelah Von Koeningswald tidak aktif lagi melaksanakan penelitian di Sangiran, kegiatan mengumpulkan fosil masih diteruskan oleh Toto Marsono sehingga jumlah fosil di Pendopo Kelurahan semakin melimpah. Dari Pendopo Kelurahan Krikilan inilah lahir cikal-bakal Museum Sangiran.
Untuk menampung koleksi fosil yang semakin hari semakin bertambah maka pada tahun 1974 Gubernur Jawa Tengah melalui Bupati Sragen membangun museum kecil di Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Saragen di atas tanah seluas 1000 m². Museum tersebut diberi nama “Museum Pestosen”. Seluruh koleksi di Pendopo Kelurahan Krikilan kemudian dipindahkan ke Museum tersebut. Saat ini sisa bangunan museum tersebut telah dirombak dan dialih fungsikan menjadi Balai Desa Krikilan.
Sementara di Kawasan Cagar Budaya Sangiran sisi selatan pada tahun 1977 dibangun juga sebuah museum di Desa Dayu, Kecamatan Godangrejo, Kabupaten Karanganyar. Museum ini difungsikan sebagai basecamp sekaligus tempat untuk menampung hasil penelitian lapangan di wilayah Cagar Budaya Sangiran sisi selatan. Saat ini museum tersebut sudah dibongkar dan bangunannya dipindahkan dan dijadikan Pendopo Desa Dayu. Tahun 1983 pemerintah pusat membangun museum baru yang lebih besar di Desa Ngampon, Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen. Kompleks Museum ini didirikan di atas tanah seluas 16.675 m². Bangunannya antara lain terdiri dari ruang pameran, ruang pertemuan/ seminar, ruang kantor/ administrasi, ruang perpustakaan, ruang storage, ruang laboratorium, ruang istirahat/ ruang tinggal peneliti, ruang garasi, dan kamar mandi. Selanjutnya koleksi yang ada di Museum Plestosen Krikilan dan Koleksi di Museum Dayu dipindahkan ke museum yang baru ini. Museum ini selain berfungsi untuk memamerkan fosil temuan dari kawasan Sangiran juga berfungsi untuk mengkonservasi temuan yang ada dan sebagai pusat perlindungan dan pelestarian kawasan Sangiran.
Tahun 1998 Dinas Pariwisata Propinsi Jawa Tengah melengkapi Kompleks Museum Sangiran dengan bangunan audio visual di sisi timur museum. Dan tahun 2004 Bupati Sragen mengubah interior ruang kantor dan ruang pertemuan menjadi ruang pameran tambahan.
Tahun 2003 Pemerintah pusat merencanakan membuat museum yang lebih representative menggantikan museum yang ada secara bertahap. Awal tahun 2004 ini telah selesai didirikan bangunan perkantoran tiga lantai yang terdiri dari ruang basemen untuk gudang, lantai I untuk laboratorium, dan lantai II untuk perkantoran. Program selanjutnya adalah membuat ruang audio visual, ruang transit untuk penerimaan pengunjung, ruang pameran bawah tanah, ruang pertemuan, perpustakaan, taman purbakala, dan lain-lain.
Koleksi fosil-fosil manusia purba yang terdapat di Museum Sangiran antara lain:
1. Ramapithecus
Ramapithecus adalah spesies primata paling purba dengan tinggi kurang dari 1 meter. Penemuan fosil gigi dan rahang menunjukkan bahwa spesies ini mempunyai bentuk hominid (famili dari genus manusia, simpanse, bonobo, dan gorilla).
2. Australopithecus Boisei dan Australopithecus Robustus Dua spesies Australopithecus ini merupakan makhluk purba yang kekar. Sedangkan versi rampingnya adalah Australopithecus Africanus. Ternyata perbedaan kekar-ramping ini akibat pola makan yang berbeda. Boisei dan Robustus adalah vegetarian pemakan tumbuh-tumbuhan purba yang memerlukan sistem pencernaan yang kuat, sehingga berpengaruh pula terhadap badan mereka.
3. Australopithecus Africanus
Berbeda dengan dua Australopithecus sebelumnya, spesies Africanus ini merupakan pemakan tumbuhan, buah, dan daging. Manusia purba ini adalah manusia pertama yang melakukan perburuan binatang besar.
Tanggal Penemuan : Tahun 1937 Nama Penemu : R. Brom Lokasi Penemuan : Sterfonteine, Afrika Selatan Umur/ Stratigrafi : diperkirakan 2,5 juta tahun
4. Meganthropus Paleojavanicus
Fosil Meganthropus Paleojavanicus ditemukan oleh Von Koenigswald di Sangiran, lembah Bengawan Solo pada tahun 1936-941. Fosil ini berasal dari lapisan Pleistosen Bawah. Meganthropus memiliki badan yang tegap dan rahang yang besar dan kuat. Mereka hidup dengan cara mengumpulkan makanan (food gathering) makanan mereka utamanya berasal dari tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan. Sebagian ahli menganggap bahwa Meganthropus sebenarnya merupakan Pithecanthropus dengan badan yang besar.
Ciri-ciri:
1. Memiliki tulang pipi yang tebal
2. Memiliki otot kunyah yang kuat
3. Memiliki tonjolan kening yang menyolok
4. Memiliki tonjolan belakang yang tajam
5. Tidak memiliki dagu
6. Memiliki perawakan yang tegap
7. Memakan jenis tumbuhan
5. Pithecanthropus Robustus
Fosil jenis ini ditemukan oleh Weidenreich dan Von Koenigswald pada tahun 1939 di Trinil, Lembah Bengawan Solo. Fosil ini berasal dari lapisan Pleistosen Bawah. Von Koenigswald menganggap fosil ini sejenis dengan Pithecanthropus Mojokertensis.
Ciri- Ciri:
1. Tinggi badan sekitar 165 180 cm
2. Volume otak berkisar antara 750 1000 cc
3. Bentuk tubuh & anggota badan tegap
4. Alat pengunyah dan alat tengkuk kuat
5. Geraham besar dengan rahang yang kuat
6. Bentuk tonjolan kening tebal
7. Bagian belakang kepala tampak menonjol
6. Pithecanthropus Erectus
Fosil jenis ini ditemukan oleh Eugene Dubois di desa Trinil, Ngawi, Jawa Timur, pada tahun 1890 berasal dari lapisan Plestosen Tengah. Mereka hidup sekitar satu juta sampai satu setengah juta tahun yang lalu.
Ciri-ciri :
1. Tinggi badan sekitar 165 180 cm
2. Volume otak berkisar antara 750 1000 cc
3. Bentuk tubuh & anggota badan tegap
4. Alat pengunyah dan alat tengkuk kuat
5. Geraham besar dengan rahang yang kuat
6. Bentuk tonjolan kening tebal
7. Bagian belakang kepala tampak menonjol
7. Homo Habilis
Homo Habilis adalah manusia purba pertama yang memiliki kebudayaan. Mereka mampu membuat peralatan sederhana dari batu di lembah Olduvai. Sehingga kebudayaan mereka pun disebut sebagai Oldowan.
8. Homo Erectus
Homo Erectus, missing link evolusi manusia. Homo Erectus merupakan manusia penjelajah pertama di dunia. Spesies ini mampu menyebar di seluruh dunia dan mampu beradaptasi dengan baik di iklim Plestosen. Di Indonesia, Homo Erectus ini mengalami 3 kali evolusi; Homo Erectus Archaic (hidup 1,5 juta tahun lampau), Homo Erectus Tipikal (hidup 0,9-0,3 juta tahun lampau), dan Homo Erectus Progresif (hidup 0,2-0,1 juta tahun lampau). Tipe Archaic mempunyai kapasitas otak 870cc dan fosilnya ditemukan di Sangiran dan Perning (Mojokerto). Tipe Tipikal mempunyai kapasitas otak 1000 cc dan fosilnya ditemukan di Sangiran, Trinil (Ngawi), Kedungbrubus (Madiun), Patiayam (Kudus), dan Semedo (Tegal). Tipe progresif mempunyai kapasitas otak 1000 cc dan fosilnya ditemukan di luar Sangiran, yaitu di Ngandong (Blora), Sambungmacan (Sragen), dan Selopura (Ngawi). Megantropus Palaeojavanicus, Pithecanthropus Erectus, Pithecanthropus Robustus, Pithecanthropus Soloensis, sekarang masuk ke dalam kategori Homo Erectus ini. Hanya Homo Erectus di Afrika yang mampu berevolusi menjadi Homo Sapiens, sedangkan Homo Erectus di Indonesia punah akibat tidak mampu menghadapi perubahan lingkungan. Hingga saat ini, telah ditemukan 100 individu fosil spesies ini di Sangiran. Jumlah ini mewakili lebih dari setengah populasi Homo Erectus di Dunia.
9. Cro Magnon
Cro-Magnon adalah manusia purba yang merupakan seniman pertama dengan hasil karya berupa lukisan di goa, pahatan, dan patung ukir.
10. Homo Sapiens
Spesies manusia ini ada sejak tahun 100.000 silam. Spesies ini adalah manusia modern zaman sekarang yang mempunyai perkembangan yang pesat, mempunyai kecerdasan tinggi, dan mampu menciptakan peradaban dan teknologi.
Lokasi Penemuan : Dari Dk. Ngrejeng, Ds. Somomoro dukuh, Kec. Plupuh, Kab.Sragen.
Umur/ Stratigrafi : Diperkirakan hidup sekitar 40.000 tahun yang lalu.

Tahukah Kalian? Apa Itu Koservasi? #1

Tahukah Kalian, Apa Itu Konservasi?

bangvasi_menanam

Di era modern ini, banyak terjadi kerusakan alam yang mengakibatkan berkurangnya daya dukung lingkungan terhadap kehidupan di bumi. Peristiwa ini tidak lepas dari perilaku manusia yang cenderung mencari keuntungan sendiri (egoisme) tanpa memikirkan maklhuk hidup lain dan dampak di masa yang akan datang. Kita tentu tahu bahwa Indonesia kaya akan sumber daya alam, tetapi apa jadinya kalau sumber daya kita habis akibat ulah kita sendiri. Tidak hanya SDA kita yang mengalami kemerosotan tetapi SDM juga mengalami penurunan kualitas. Penurunan kualitas SDM terlihat dari moral anak bangsa yang tidak lagi mengenal tata krama. Oleh karena itu, pentingnya dilakukan konservasi.
Konservasi adalah upaya pelestarian lingkungan dengan tetap memerhatikan manfaat yang dapat diperoleh dri lingkungan. Salah satu wujudnya adalah konservasi sumber daya alam, yaitu upaya pengolahan sumber daya alam yang menjamin pemanfaatannya secara bijaksana. Bijaksana, artinya kita boleh memanfaatkan sumber daya yang ada tetapi jangan mengeksploitasinya secara besar-besaran sehingga sumber dayanya menjadi langka. Apalagi sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui (Unrenewable resourches), seperti minyak bumi dan gas alam yang berasal dari fosil. Konservasi dapat dipandang dari segi ekonomi dan ekologi. Konservasi dari segi ekonomi adalah suatu bentuk usaha untuk mengalokasikan sumber daya alam untuk sekarang, sedangkan dari segi ekologi , konsevasi dilakukan untuk mengalokasikan sumber daya alam di masa sekarang dan di masa yang akan datang.
Universitas Negeri Semarang (Unnes) merupakan salah satu universitas di Indonesia yang terkenal dengan julukan kampus konservasi. Jangan heran kalau sedang berkunjung di Unnes kalian mendengar “salam konservasi” kalian menjawab dengan kata “salam”. Di Unnes sendiri telah diperdendangkan adanya tujuh pilar konservasi, antara lain:
1. Pilar konservasi keanekaragaman hayati
Konservasi keanekaragaman hayati berarti kita melestarikan berbagai macam flora dan fauna yang ada. Misalnya kita akan menanam buah mangga, maka kalian jangan pilih-pilih. Varietas buah mangga yang manis dan besar ditanam sedangkan yang varietas buahnya kecil dan masam tidak ditanam. Hal ini berdampak pada berkurangnya keanekaragaman hayati.
2. Pilar arsitektur hijau dan transportasi internal
Arsitektur hijau memiliki makna lingkungan hijau yang disekelilingnya terdapat pepohonan. Pohon berfungsi menghasilkan oksigen melalui proses fotosintesis dan mengurangi polusi udara. Sedangkan transportasi internal adalah kendaraan yang ramah lingkungan, misalnya asap yang dihasilkan hanya sedikit mengandung karbondioksida (CO2). Akan lebih ramah lingkungan jika menggunakan sepeda ontel, karena tidak memproduksi asap.
3. Pilar pengelolaan limbah
Pengelolaan limbah sangatlah penting, karena jika limbah tidak diolah dengan baik dan benar dapat mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan. Solusinya dapat dimulai dengan hal-hal kecil seperti memilah tempat sampah untuk sampah organik dan anorganik.
4. Pilar kebijakan nirkertas
Kertas berasal dari kulit pohon, semakin banyak kertas yang dibutuhkan maka semakin banyak pohon yang ditebang. Padahal jika hutan ditebang secara terus menerus dapat menjadi hutan gundul. Hutan gundul menyebabkan fungsi hutan sebagai habitat berbagai hewan dan penahan tanah longsor serta erosi menjadi hilang. Dengan demikian, kebijakan nirkertas merupakan kebijakan yang bernilai positif meskipun belum dilaksanakan secara optimal.
5. Pilar energi bersih
Pilar energi bersih bertujuan untuk memanfaatkan sumber energi secara bijak serta pengembangan energi terbarukan. Energi terbarukan misalnya penggunaan biogas. Pelaksanaan pilar energi bersih juga dapat dilakukan melalui hemat energi listrik dan bahan bakar fosil. Sebagai mahasiswa, kita pasti mengenal Tri Dharma Perguruan Tinggi antara lain; pengajaran, penelitian, dan pengabdian. Dibidang penelitian kita dapat berlatih menemukan dan mengembangkan energi terbarukan yang ramah lingkungan.
6. Pilar konservasi etika, seni, dan budaya
Rasa cinta masyarakat Indonesia terhadap nilai-nilai budaya perlahan mulai luntur. Bahkan dulu batik akan di akui oleh Malaysia. Tidak berhenti di situ saja, moral dan karakter anak bangsa berangsur mulai meniru bangsa barat yang berbanding terbalik dengan bangsa timur, bangsa Indonesia. Mulai dari cara berpakaian, gaya hidup, dan makanan mereka tiru. Kemudian muncul bentuk inisiatif untuk mengkoservasi etika, seni, dan budaya agar tidak terlupakan begitu saja. Salah stu bentuk konservasinya antara lain; melestarikan tari tradisional, karawitan, drama kethoprak, dan lain-lain sesuai ciri khas daerah masing-masing.
7. Pilar kaderisasi konservasi
Untuk meminimalisir dampak dari kerusakan lingkungan, maka perlu dibentuk kader-kader konservasi. Kader-kader konservasi terdiri dari mahasiswa dan seluruh aspek elemen masyarakat. Wujud dari pelaksanaannya dapat dilakukan dengan kegiatan menanam bibit pohon satu orang satu dan menerapkan semua pilar konservasi dengan baik.
Alangkah baiknya jika kita mampu menerapkan ke tujuh pilar konservasi tersebut, maka akan tercipta kondisi yang ideal. Selain itu, juga menciptakan daya dukung dan daya tampung lingkungan yang seimbang terhadap kehidupan manusia.

“Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Bidikmisi Blog Award di Universitas Negeri Semarang. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan.”