Etnografi Masyarakat Tengger

PENDAHULUAN

Masyarakat suku tengger merupakan salah satu suku yang mendiami lereng gunung Bromo. Gunung bromo adalah gunung yang dianggap suci bagi masyarakat tengger, karena merupakan lambang tempat dewa Brahma, tempat wisata terkenal di jawa timur yang dapat ditempuh lewat empat kabupaten, yaitu : Probolinggo, Pasuruan, Lumajang, dan Malang. Puncak gunung Bromo yang luasnya 10 km merupakan perpaduan antara lembah dan ngarai dengan panorama yang menakjubkan bisa menikmati hamparan lautan pasir seluas 50 km. Kawah gunung Bromo berada dibagian utara berketinggian 2.392 m diatas permukaan laut yang masih aktif dan setiap saat mengeluarkan kepulan asap ke udara. Bagian selatan merupakan dataran tinggi yang dipisahkan oleh lembah dan ngarai, danau-danau kecil yang membentang di kaki gunung semeru yang dirimbuni hutan dan pepohonan sungguh merupakan pesona alam yang mengagumkan. Disamping pemandangan alam yang indah gunung bromo juga memiliki daya tarik yang luar biasa karena tradisi masyarakat tengger yang tetap berpegang teguh pada adat-istiadat dan budaya yang menjadi pedomannya. Masyarakat tengger memiliki rasa persaudaraan serta solidaritas yang sangat tinggi.

 

ISI

  1. Pengertian Suku Tengger

Suku tengger adalah suku yang tinggal disekitar gunung bromo, jawa timur yakni menempatati sebagian wilayah kabupaten pasuruan, kabupaten probolinggo, dan kabupaten malang. Komunitas suku tengger berkisar antara 500 ribu orang yang tersebar di tiga kabupaten tersebut. Etnis yang paling terdekat dengan suku tengger adalah suku jawa namun terdapat perbedaan yang sangat menonjol antara keduanya, terutama dari sistem kebudayaannya.

  1. Asal-Usul Suku Tengger

Ketika dukun pandeta memberikan sambutan, beliau juga memberikan penjelasan sebenarnya tentang penduduk tengger. Sebenarnya masyarakat tengger merupakan penduduk asli tengger, bukan pelarian dari kerajaan majapahit. Masyarakat ngadas memang sudah ada sejak dulu, sejak nenek moyangnya. Memang ada pula yang masyarakat pelarian dari kerajaan majapahit yang membaur dengan masyarakat asli suku tengger. di sekitar situ juga tinggal seorang pertapa yang suci. Suatu hari istrinya melahirkan seorang bayi laki-laki yang tampan, wajahnya bercahaya, menampakan kesehatan dan kekuatan yang luar biasa. Untuk itu anak tersebut diberi nama Joko Seger, yang artinya joko yang sehat dan kuat.

Disekitar gunung itu juga lahir bayi perempuan titisan dewa, wajahnya cantik dan elok, waktu dilahirkan bayi itu tidak menangis, diam dan begitu tenang. Sehingga anak tersebut diberi nama Roro Anteng, yang artinya Roro yang tenang dan pendiam. Semakin hari Joko Seger tumbuh menjadi seorang lelaki dewasa begitupun Roro Anteng juga tumbuh menjadi seorang perempuan yang cantik dan baik hati. Roro Anteng telah terpikat pada Joko Seger, namun pada suatu hari ia dipinang oleh seorang Raja yang terkenal sakti, kuat, dan jahat. Sehingga ia tidak berani menolak lamarannya. Kemudian Roro Anteng mengajukan persyaratan pada pelamar itu agar dibuatkan lautan di tengah gunung dalam waktu satu malam. Pelamar itu mengerjakan dengan alat sebuah tempurung kelapa (batok kelapa). Dan pekerjaan itu hampir selesai, melihat kenyataan itu hati Roro Anteng gelisah dan memikirkan cara menggagalkannya, Kemudian Roro Anteng mulai menumbuk padi ditengah malam. Sehingga membangunkan ayam-ayam, ayam-ayam pun mulai berkokok seolah-olah fajar sudah menyingsing. Raja itu marah karena tidak bisa memenuhi permintaan Roro Anteng tepat pada waktunya. Akhirnya batok yang ia gunakan untuk mengeruk pasir tersebut dilemparnya hingga tertelungkup di dekat gunung bromo dan berubah menjadi sebuah gunung yang dinamakan gunung batok. Dengan kegagalan raja tadi akhirnya Roro Anteng menikah dengan Joko Seger. Dan membangun sebuah pemukiman kemudian memerintah dikawasan tengger tersebut dengan nama Purbowasesa Mangkurat Ing Tengger. Yang artinya Penguasa Tengger yang budiman. Nama tengger di ambil dari gabungan akhir suku kata Roro Anteng dan Joko Seger. Tengger juga berarti moral tinggi, simbol perdamaian abadi. Roro Anteng dan Joko Seger belum juga dikaruniai momongan setelah sekian tahun menikah, maka diputuskan untuk naik kepuncak gunung bromo. Tiba-tiba ada suara gaib menyatakan jika mereka ingin mempunyai anak mereka harus bersemedi agar doa nya terkabul dengan syarat apabila mendapatkan keturunan anak bungsu harus dikorbankan ke kawah gunung bromo. Akhirnya merekapun mendapatkan keturunan 25 orang putra dan putri. Namun Roro Anteng mengingkari janjinya maka terjadilah gunung bromo menyemburkan api, dan anak bungsunya “Kesuma” dijilat api dan masuk ke kawah gunung bromo, kemudian terdengarlah suara gaib, bahwa kesuma telah dikorbankan, dan Hyang Widi telah menyelamatkan seluruh penduduk, maka penduduk harus hidup tentram damai dengan menyembah Hyang Widi, selain penduduk juga di peringatkan bahwa setiap bulan kasada pada hari ke empat belas mengadakan sesaji ke kawah gunung bromo, dan kebiasaan tersebut diikuti sampai sekarang oleh masyarakat tengger dengan mengadakan upacara yang disebut Kesada setiap tahunnya.

  1. Agama Masyarakat Suku Tengger (Lebih Khusus Desa Ngadas)

Agama masyarakat suku Tengger adalah agama hindu. Namun ada  juga masyarakat tersebut yang menganut agama lain yaitu: Islam, Kristen Protestan, Khatolik serta Budha. Walaupun orang Tengger beragama Hindu, mereka tidak dapat dapat dianggap sebagai kelompok etnis berbeda dari orang jawa yang lain. Mereka adalah orang Hindu tetapi tidak melakukan pembakaran mayat seperti orang Hindu di Bali. Upacara yang terkenal adalah upacara kasada terkenal hingga manca Negara dan selalu ramai dihadiri banyak turis luar negeri maupun lokal. Menurut penjelasan Dukun Pandeta penduduk desa ngadas adalah pemeluk agama hindu dan sisanya adalah pemeluk agama islam(masyarakat pendatang). Meski berbeda agama masyarakat ngadas saling toleransi, menghormati, menghargai dan bahkan tidak ada permusuhan didalamnya. Bapak sumartono juga mengatakan bahwa masyarakat yang ada disini hidup rukun, damai, sejahtera, dan masih menjaga rasa tolong menolong, gotong royong. Maka dari itu perbedaan tidak dianggap sebagai sebuah permusuhan, sehingga tidak terjadi sebuah gesekan.

 

  1. Tempat Keagamaan Masyarakat Tengger

Pemeluk agama Hindu suku Tengger tidak sama dengan pemeluk agama Hindu pada umumnya, mereka memiliki candi-candi tempat peribadatan, namun bila melakukan peribadatan bertempat di Punden, danyang dan Poten. Poten merupakan sebidang lahan di lautan pasir sebagai tempat berlangsungnya upacara kasada.

  1. Upacara Keagamaan Masyarakat Suku Tengger
  • Pujan Karo (Bulan Karo)

Hari raya terbesar masyarakat Tengger adalah upacara karo atau hari raya karo diawali tanggal 15 kalender saka Tengger. Masyarakat menyambutnya dengan penuh suka cita, mereka mengenakan pakaian baru, kadang pula membeli pakain hingga 2-5 pasang, perabotan pun juga baru. Makanan dan minuman pun juga melimpah pada adat ini masyarakat suku tengger juga melakukan anjang sana (silaturrahmi) kepada semua sanak saudara, tetangga semua masyarakat Tengger. Uniknya tiap kali berkunjung harus menikamati hidangan yang diberikan oleh tuan rumah. Tujuan penyelenggaraan upacara karo ini adalah: mengadakan pemujaan terhadap Sang Hyang Widhi Wasa dan menghormati leluhurnya, memperingati asal-usul manusia, untuk kembali pada kesucian, dan untuk memusnahkan angkara murka.

  • Pujan Kapat(Bulan Keempat)

Upacara kapat jatuh pada bulan keempat (papat) menurut tahun saka disebut pujan kapat, bertujuan untuk memohon berkah keselamatan serta selamat kiblat, yaitu pemujaan terhadap arah mata angin yang dilakukan bersama- sama disetiap desa (rumah kepala desa) yang dihadiri para pini sepuh desa, dukun, dan ,masyarakat desa.

  • Pujan Kapitu (Bulan Tujuh)

Pujan kapitu (bulan tujuh), semua pini sepuh desa dan keharusan pandita dukun melakukan tapa brata dalam arti diawali dengan pati geni (nyepi) satu hari satu malam, tidak makan dan tidak tidur. Selanjutnya diisi dengan puasa mutih (tidak boleh makan makanan yang enak), biasanya hanya makan nasi jagung dan daun – daunan selama satu bulan penuh. Setelah selesai ditutup satu hari dengan pati geni. Pada bulan kapitu ini masyarakat suku tengger tidak diperbolehkan mempunyai hajat.

  • Pujan Kawolu

Upacara ini jatuh pada bulan kedelapan (wolu) tanggal 1 tahun saka. Pujan kawolu sebagai penutipan megeng. M,asyarakat mengirimkan sesaji ke kepala desa, dengan tujuan untuk keselamtan bymi,air, api, angina, matahari, bulan dan bintang. Pujan kawolu dilakukan bersama dirumah kepala desa.

  • Pujan Kasangan

Upacara ini jatuh pada bulan kesembilan (sanga) tanggal 24 setelah purnama tahun saka. Masyarakat berkeliling desa dengan membunyikan kenyongan dan membawa obpr. Upacara diawali oleh para wanita yang mengantarkan sesaji ke kepal desa, untuk dimantrai oleh pendeta, selanjutnya pendeta dan para sesepuh desa membentuk barisan, berjalan mengelilingi desa. Tujuan mengadakan upacara ini adalah memohon kepada Sang Hyang Widi Wasa untuk keselamatan masyarakat tengger. Masyarakat bersama anak – anak keliling desa membawa alat kesenian dan obor.

  • Kasada(Bulan Dua Belas)

Upacara kasada dilaksanakan tnggal 14 dan 15 dilakukan di ponten pure luhur, semua masyarakat tengger berkumpul menjelang pagi. Tidak hanya masyarakat Tengger yang beragama Hindu saja, tetapi semua masyarakat Tengger yang beragama lainnya. Setelah upacara, melabuhkan sesaji berupa hasil bumi yang sudah dimantrai dukun kekawah gunung Bromo. Tidak hanya upacara saja tetapi juaga bermusyawarah dan bersilaturrahmi dengan dukun dan masyarakat Tengger. Upacara dilaksanakan pada saat purnama bulan kasada (ke dua belas) tahun saka, upacara ini juga disebut dengan hari Raya Kurba. Biasanya lima hari sebelum upacara Yadnya kasada, diadakan berbagai tontonan seperti: tari-tarian, balapan kuda di lautan pasir, jalan santai, pameran. Sekitar pukul 05.00 pendeta dari masing-masing desa, serta masyarakat tengger mendaki gunung Bromo untuk melempar kurban (sesaji) ke kawah gunung bromo. Setelah pendeta melempar ongkeknya (tempat sesaji) baru diikuti oleh masyarakat lainnya.

  • Upacara Unan-unan

Upacara ini di adakan hanya tiap lima tahun sekali. Unan-unan adalah tahun panjang (seperti tahun kabisat) melakukan upacara ngurawat jagat, mensucikan hal-hal yang tidak baik dengan mengorbankan kerbau. Unan yaitu menagrungi bulan. Tujuan unan-unan yaitu untuk mengadaksn penghormatan terhadap roh leluhur. Dalam acara ini selalu diadakan acara penyembelihan binatang ternak yaitu kerbau. Kepala kerbau dan kulitnya diletakkan diatas ancak besar yang terbuat dari bambu, diarak kesanggar pamujan.

  • Upacara yang dilakukan secara individu:
  • Upacara tujuh bulanan (sayut) dipimpin oleh pandita dukun.
  • Upacara indungi anak, anak yang menginjak masa remaja.
  • Upacara Tugel Gombak (laki-laki) dan Tugel Kuncung (perempuan), memotong sedikit rambut sekitar pusar rambut anak-anak yang menginjak usia 5 tahun.
  • Upacara Ngruwat, jika ada saudara 2 laki-laki atau salah satu anak laki-laki dan perempuan atau anak tunggal.
  • Upacara Kawiahan (kawin), upacara ini sama halnya dengan ijab Kabul.
  • Upacara Wala gara (Temu Manten).
  • Upacara Mendirikan Rumah.
  • Upacara Kematian, minimal 4 hari setelah meningggal dilakukan upacara untas-untas (roh orang meningggal diharapkan kembali pada pemiliknya).
  • Upacara Entas – Entas

Yakni upacara kematian yang terakhir kali dan perkawinan. “Waktu sekarang ini merupakan hari-hari baik bagi masyarakat Tengger untuk melaksanakan entas-entas dan perkawinan. Upacara entas-entas oleh masyarakat Tengger seperti halnya upacara pembakaran mayat (Ngaben) di Bali. Bedanya, di masyarakat Tengger yang dibakar adalah replika dari yang meninggal dunia.

  1. Posesi Upacara Kasada

Upacara ini dilaksanakan setahun sekali oleh masyarakat hindu tengger yang mendiami 41 desa pada 4 kecamatan di Probolinggo, Lumajang, Malang, dan Pasuruan. Upacara kasada diadakan mulai tengah malam hingga dini hari, dan persiapannya dilaksanakan sejak 24.00 WIB bergerak mulai di depan rumah dukun pendeta, dan sampai ke pantai pasir di pura Agung Puten kira – kira pukul 04.00 WIB. Menjelang menjelang matahari terbit yang disebut dengan Surya Serwana. Pada pukul 05.00 WIB upacara kasada dilaksanakan dengan terlebih dahulu dilakukan ritual di pura puten yang dilnjutkan turun menuju kawah gunung Bromo yang berjarak 2 km untuk melakukan ritual sesaji yang terdiri dari dua unsur penting, yaitu kepala bungkah dan kepala gantung. Kepal bungkah itu artinya buah – buahan yang berasal dari tanah seperti kentang dan ketela, serta kepala gantung yaitu buah – buahan yang bergantung. Ritual sesaji itu merupakan sesembahan sebagai ciri utama kehidupan dari masyarakat tengger, kecuali ada secara spesifik yang memiliki permohonan khusus, biasanya korbannya yaitu ayam atau kambing ini, yang khusus mau jadi pejabat. Pada pengambilan sesajen para pengambil sesajen memakai gala dari kain goni, banyak tamu yang melemparkan sesajen ke kawah gunung bromo. Namun adapula yang mengambil uang ke dalam kawah tersebut. Pada upacara kasada petani juga melemparkan hasil pertaniaanya ke dalam kawah.

  1. ADAT – ISTIADAT.
  • Tata Cara Bertamu

Masyarakat tengger pada umumnya, apabila bertamu mereka tidak berada diruang tamu pada umumnya melainkan di dapur.hal ini disebabkan oleh dinginnya suhu udara yang sangat menyengat. Sehingga, mereka cenderung berada didekat perapian yang letaknya di dapur untuk menghangatkan badan. Dan suguhan khasnya adalah Jagung Bakar.dan kebiasaan ini telah ada sejak zaman dahulu hingga melekat sampai saat ini.

  • Organisasi Masyarakat Suku Tengger

Meskipun masyarakat suku tengger dikenal sebagai suku yang kental akan tradisi, masyarakat suku tengger juga tergabung dalam suatu organisasi sebagai alat komunikasi bagi mereka. Para pemuda – pemudinya sudah tergabung dalam organisasi seperti: Karang Taruna, kesenian, Geng motor. Orang tuapun demikian, misalnya seperti paguyuban jeep dan ojek.

 

 

  • Bahasa

Bahasa yang digunakan masyarakat suku tengger adalah bahasa bahasa Jawa (kuno), sebagai alat komunikasi. Hingga saat ini bahasa tersebut tidak pernah punah karena selalu digunakan sebagai bahasa komunikasi sehari-hari. Contoh bahasa kuno “sira kate nyang endhi?” artinya: anda akan kemana?

  • Pakaian khas

Masyarakat suku tengger memiliki ciri khas, yaitu sarung sebagai pelengkap dalam berbusana. Laki – laki maupun perempuan, mereka tidak lepas dari sarung sebagai cirri khas. Semua itu bermula dari dinginnya cuaca wilayah tengger sehingga mereka menggunakan sarung, yang berawal dari orang tua mereka yang memakai sarung, sehingga mereka meniru kebiasaan yang dilakukan oleh orang tua mereka. Masyarakat suku tengger yang akan membuat KTP, mereka berfoto dengan menggunakan pakaian adat sebagai foto KTP. Mereka juga berpakaian mirip dengan suku Hindu Bali, yang menggunakan selendang kuning sebagai pelengkap, karena suku bali pada umumnya satu – kesatuan dengan mereka (suku tengger), serta kepercayaan mereka.

  • Makanan khas

Aneka jenis makanan khas tengger, seperti Aron (nasi jagung), sate kepel, urap – urap dan wilus. Makanan khas malam hari biasanya lebih enak dimakan pada malam hari karena cuaca yang sangat dingin.minuman pelengkapnya adalah kopi atau anggur yang memiliki kadar alcohol yang sangat rendah.

  • Sistem Kemasyarakatan

Masyarakat tengger menjungjung tinggi nilai persamaan, demokrasi, dan kehidupan masyarakat, sosok seorang pemimpin spritual seperti duun lebih disegani dari pada pemimpin administratif. Masyarakat tengger memunyai hukum sendiri diluar hukum formal yang berlaku alam negara. Dengan hukum itu mereka sudah bisa mengatur dan mengendalikan berbagi persoalan dalam kehidupan masyarakatnya.

  • Sistem Pengetahuan

Sistem Pengetahuan masyarakat tengger pada umumnya masih tradisional, dan masih berorientasi pada kebudayan lama, namun karena adanya pengaruh dari luar melalui pariwisata maupun komunikasi, maka sistem pengetahuannya sudah mulai mengacu ke sistem pengetahuan yang modern.

  • Sistem Mata Pencarian

Sistem mata pencarian masyarakat suku tengger kebanyakan adalah petani tanaman yang tanam adalah sayur-sayuran. Terdapat pula masyarakat yang ikut komunitas jeep dan jasa penyewaan (Jaket, kuda dll). Ada juga yang berdagang disekitar kawah gunung Bromo (mie seduh, kopi, sarung tangan, penutup kepala dll).

  • Pendidikan

Pendidikan di masyarakat suku tengger sangatlah minim apalagi di desa ngadas. Pendidikan di desa ngadas kurang di perhatikan. Karena menurut kepala desa lulusan sarjana hanya berjumlah 3 orang, SMA 62 orang, SMP 120 orang. Pendapatan masyarakat ngadas rata-rata perbulan sekitar 2-3,5 juta. Banyak anak yang putus sekolah dikarenakan ikut membantu orang tua untuk mencari nafkah.

 

 

PENUTUP

Jadi dari paparan sdiatas dapat saya simpulkan bahwa Pewaris budaya masyarakat suku Tengger di Gunung Bromo adalah proses pewarisan watak khas atau etos, akal serta pikiran suku Tengger yang mendiami suatu daerah terhadap generasi penerusnya yang sudah terkait dengan hal yang sering kali dilakukan sehingga menjadi suatu kebiasaan atau tradisi yang tidak terpisahkan masyarakat suku tengger yang mendiami daerah di Gunung Bromo disekitar empat kabupaten di Jawa Timur, yaitu: Probolinggo, Malang, Lumajang, dan Pasuruan. di suku tengger tidaklah seperti masyarakat bali yang membakar mayat, namun yang di bakar hanyalah replikanya saja. Untuk sesaji pada saat upacara adat bukanlah manusia namun ayam atau kambing, tidak seperti yang terdapat diinternet yang menyebutkan sesaji yang diberikan adalah manusia. Dari observasi yang kami lakukan di rumah bapak heri, beliau mengatakan bahwa masyarakat tengger ini merupakan masyarakat yang hidup dengan kedamaian, tidak pernah ada permusuhan. Ketika ada acara keagamaan umat islam (idhul fitri) masyarakat yang beragama hindu berkunjung ke rumah masyarakat yang memeluk agama islam dan begitu sebaliknya, ketika masyarakat hindu memiliki acara keagamaan (karo) maka masyarakat islam juga berkunjung kerumah masyarakatt hindu. Beliau juga mengatakan bahwa ketika masyarakat islam merayakan idhul fitri acaranya dilakukan selama 10 hari bahkan bisa lebih untuk menunggu para tamu yang berkunjung kerumahnya baik dari masyakat yang memeluk agama islam maupun masyarakat yang memeluk agama hindu. Tidak tanggung-tanggung biaya yang dikeluarkan tiap perkepala keluarga untuk acara tersebut, bisa mencapai 2 jutaan. Biaya tersebut dikeluarkan untuk menyambut kedatangan para tamu yang berkunjung.

 

Posted by Andri Erwanto   @   16 November 2015

Like this post? Share it!

RSS Digg Twitter StumbleUpon Delicious Technorati

0 Comments

No comments yet. Be the first to leave a comment !
Leave a Comment

Name

Email

Website

Previous Post
«
Next Post
»