A. Pendahuluan
Kehidupan manusia berkaitan dengan kehidupan social dan budayaannya tentu tidak terlepas dari interaksi. Interaksi merupakan proses sosial antar manusia. Interaksi ini kemudian membentuk kehidupan sosial yang nantinya menjadi dasar dalam sistem sosial didalam struktur kehidupan manusia.
Adanya suatu sistem didalam kehidupan antar manusia mengakibatkan antara individu dalam sistem tersebut saling mempengaruhi dan saling bergantung satu sama lain. Ketergantungan antara manusia itu memunculkan suatu sikap dan perasaan untuk saling membutuhkan dan saling memenuhi kebutuhan sesamanya. Alasan inilah yang membuat manusia berpikir bahwa suatu kebutuhan diantara mereka tidak akan terpenuhi tanpa bantuan orang lain.
Secara sederhana resiprositas dapat diartikan sebagai suatu cara atau mekanisme yang terjadi dalam sistem perdagangan yang terdapat di pedesaan ( dalam masyarakat tradisional) masyarakat peralihan dari tradisional ke modern ( peasent) dan dalam masyarakat industri sekalipun. Dalam sistem resiprositas alat tukar yang digunakan bukan berupa uang ( alat tukar yang sah dan diakui) melainkan dengan alat tukar berupa barang antar barang / barang dengan emas yang mana sistem pertukaran semacam ini sudah membudaya dan sudah merupakan tradisi yang diikat dengan suatu sistem adat dan perjanjian adat. Terjadinya resiprositas diakibatkan adanya suatu proses timbal balik antara individu , individu dengan kelompok dan kelompok kelompok antar kelompok yang ada di dalam lapisan masyarakat.

Dalam antropologi dan sosiologi, resiprositas merupakan cara masyarakat dalam melakukan kegiatan pertukaran barang dan tenaga kerja secara informal. Resiprositas menjadi sistem ekonomi informal yang merupakan dasar dari ekonomi non-pasar. Pada hakikatnya resiprositas dilakukan oleh semua orang di setiap kebudayaan.
Golongan masyarakat yang nafkahnya dekat dengan batas substansi seringkali melembagakan resiprositas umum sebagai mekanisme untuk mengatasi kondisi tersebut. Dalam masyarakat ini,orang memberi nilai tinggi terhadap teman dan kerabat. Saling memberi hasil buruan merupakn kebiasaan yang lazim.

B. Isi
Perkembangan zaman yang membuat kehidupan social budaya manusia berkembang secara dinamis, tidak menjadikan alasan hilangnya suatu tradisi yang telah melekat dalam diri suatu masyarakat Desa Jatinegara sekarang ini yang masih menerapkan proses resiprositas.
Proses resiprositas terjadi dalam waktu yang cukup lama biasanya sampai lebih dari satu tahun, misalnya sumbang-menyumbang dalam peristiwa perkawinan atau khitanan. Tidak setiap rumah tangga yang membudayakan tradisi sumbang menyumbang seperti itu dapat melakukan pesta perkawinan setiap tahunnya, sehingga keluarga yang pernah menerima sumbangan karena mengadakan pesta perkawinan anaknya baru akan mengembalikan sumbangan yang pernah diterima selang beberapa tahun

Konsep resiprositas yanag diterpkan masyarakat Desa Jatinegara adalah tradisi nyumbang dan rewang, dimana dalam pelaksanaan tradisi ini memiliki perbedaan antara kaum laki-laki dan perempuan. Hal yang dilakukan oleh kaum laki-laki terhadap teman atau kerabat yang memiliki Gawe atau hajatan serta syukuran adalah dengan menyumbangkan sejumlah uang yang nominalnya ditentukan oleh kemampuan mereka masing-masing. Sedangkan perempuan lebih menggunakan bahan pokok seperti beras untuk menyumbang kerabat atau teman yang memiliki hajat tersebut.

Nyumbang
Nyumbang dalam masyarakat Desa Jatinegara lebih merupakan suatu cara memberikan sejumlah uang sumbangan kepada salah satu warga yang memiliki hajat atau upacara pernikahan atau khitanan. Ada perbedaan tipologi nyumbang yang didasarkan pada lingkup kewajiban nyumbang, yakni lingkup desa (mbarang gawe/hajatan besar) dan lingkup tapis wiring (tetangga dekat: hajatan kecil/slametan). Perbedaan tipologi ruang lingkup nyumbang ini disertai perbedaan pembagian kerja secara seksual. yang menempatkan pasangan suami isteri memiliki kewajiban sosial yang berbeda dalam tradisi nyumbang, baik dalam bentuk sumbangan maupun intensitas menyumbang. Laki-laki menyumbang uang; perempuan menyumbang bahan pangan. Demikian pula secara gender ada perbedaan proses dan mekanisme sistem resiprositas antara laki-laki dan perempuan yang diakibatkan oleh perbedaan bentuk sumbangan, perempuan desa Jatinegara masih menggunakan bahan pangan beras dan non-beras: mie instan, gula, telur sebagai media resiprositas dan sumbangan.
Masyarakat Desa Jatinegara menempatkan beras sebagai media resiprositas yang utama dalam tradisi nyumbang, karena bagi perempuan desa beras memenuhi berbagai aspek nilai simbolik (beras sebagai simbol pangan pokok desa), nilai guna (jamuan utama hajatan) dan nilai tukar (memiliki nilai tukar yang tepat dan memiliki daya jual yang tinggi). Selain beras, kaum perempuan Desa Jatinegara juga biasanya menambahkan sembako seperti gula, telur, mie, minyal, dan lain-lain sebagai tumpangan beras. Biasanya barang tumpangan ini akan dikembalikan lagi ketika si penyumbang memiliki hajat juga dengan barang dan jumlah yang sama.
Adaptasi perempuan dalam berhadapan dengan ekonomi pasar dengan realitas keterbatasan ekonomi, sementara harus mempertahankan tradisi dan menjaga hubungan baik dengan tetangga, telah mengarahkan perempuan untuk melakukan tindakan segala rasional sebagai bentuk kegiatan kompromi. Dalam tradisi nyumbang perempuan dihadapkan pada tekanan ekonomi pasar, realitas keterbatasan uang tunai, mempertahankan tradisi, dan menjaga hubungan baik dengan tetangga dan kerabat. Melalui kompromi, perempuan dapat mempertahankan ikatan sosial dalam tradisi nyumbang dengan segala keterbatasan ekonomi yang dimiliki. Tekanan-tekanan ekonomi dan sosial (besarnya pengeluaran nyumbang dan besarnya beban hutang) dapat dikendalikan melalui falsafah ndilalah (sebagai kearifan lokal masyarakat Jawa yang percaya terhadap keadilan Tuhan) yang memberi daya tahan secara sosial dari berbagai tekanan.

Rewang
Hajatan merupakan acara yang selalu dilakukan masyarakat desa Jatinegara ketika anaknya menikah atau khitanan, sebelum hari H pelaksanaan hajatan biasanya si empunya hajat akan membagikan dodol yang terbuat dari ketan santan dan gula merah kepada tetangga tepis miringnya ataupun keluarga yang rumahnya diluar desa Jatinegara, hal ini dilakukan guna memberi kabar pada kerabat atau tetangga bahwa ia akan segera melaksanakan acara hajatan. Dengan adanya pemberian dodol sebagai symbol awal pembukaan hajatan maka si tetangga dan kerabat nantinya akan datang kerumah untuk membantu menyumbangkan tenaga mereka dalam acara hajatan tersebut.
Hajatan yang dilakukan oleh seseorang tentunya membutuhkan tenaga banyak orang guna kesuksesan acara tersebut, dengan demikian terdapat resiprositas atau pertukaran dalam bentuk jasa atau tenaga seseorang yang ikut rewang dalam acara hajatan tetangga, umumnya yang melakukan rewang adalah kaum perempuan desa Jatinegara dimana mereka membantu tetangga atau kerabat mereka.
Rewang ini dilakukan secara bergantian ketika salah satu tetangga atau kerabat juga memiliki hajat, dalam rewang ini kaum perempuan diberi sejumlah uang oleh si empunya hajat seikhlasnya atas jasa para rewang ini yang telah membantu kelancaran hajatan. Kegiatan yang dilakukan dalam rewang ini adalah masak, penerima tamu, penghitung sumbangan, dan bersih-bersih, acara masak dibagi menjadi beberapa bagian yaitu ada bagian memasak lauk pauk, memasak air untuk wedang suguhan para tamu undangan, dan menanak nasi. Yang unik dari bagian menanak nasi adalah ketika si rewang ini menanak nasi dengan beras 10 kg maka dia akan mendapat jatah 1kg untuk dibawa pulang, jadi ketika sehari ia menanak nasi dengan beras 40 kg maka ia akan membawa pulang 4kg beras, rewang bagian ini mendapatkan perlakuan atau pemberian upah lebih karena dianggap tenaga yang ia keluarkan lebih berat dari bagian rewang yang lain. Ketika ia memiliki hajat iapun akan melakukan hal serupa kepada rewangnya.

C. Simpulan
Dalam Ilmu Antropologi dan Sosiologi, resiprositas merupakan cara masyarakat dalam melakukan kegiatan pertukaran barang dan tenaga kerja secara informal. Resiprositas menjadi sistem ekonomi informal yang merupakan dasar dari ekonomi non-pasar. Pada hakikatnya resiprositas dilakukan oleh semua orang di setiap kebudayaan.
Konsep resiprositas yanag diterpkan masyarakat Desa Jatinegara adalah tradisi nyumbang dan rewang, dimana dalam pelaksanaan tradisi ini memiliki perbedaan antara kaum laki-laki dan perempuan. Nyumbang dalam masyarakat Desa Jatinegara lebih merupakan suatu cara memberikan sejumlah uang sumbangan kepada salah satu warga yang memiliki hajat atau upacara pernikahan atau khitanan. Sedangkan rewang merupakan suatu bentuk kegiatan yang dilakukan ibu-ibu untuk membantu tetangga atau kerabat yang memiliki acara hajatan. Dalam acara rewang terdapat pembagian kerja, yang mendapat jatah menanak nasi diberi upah lebih berupa beras 1 kg/10 kg beras yang ia tanak.

Daftar Pustaka
Sairin, Sjafri. Dkk, 2002. Pengantar Antropologi Ekonomi. Yogyakarta: Purtaka Pelajar Offiset

Nyumbang Dan Rewang dalam Masyarakat Jatinegara
Oleh : Anisa Aulia Azmi
NIM : 3401413014
Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Antropologi Ekonomi
Dosen Pengampu : Drs. M.S Musthofa, M.A