Indonesia merupakan Negara yang kaya akan budayanya, dengan beragam budaya ini masyarakat Indonesia memiliki perbedaan perspektif akan suatu hal salah satunya adalah mengenai kesehatan. Dalam ilmu Antropologi kesehatan, mempelajari tentang bagaimana budaya-budaya masyarakat berpengaruh terhadap kondisi kesehatan masyarakat itu sendiri serta cara masyarakat menangani suatu penyakit.

Kebudayaan atau budaya itu sendiri menurut Joyomartono merupakan konsep sentral dari Antropologi. Goodenough mengemukakan “kebudayaan adalah suatu system kognitif –suatu system yang terdiri dari pengetahuan, kepercayaan, dan nilai- yang berada dalam pikiran anggota-anggota individual masyarakat”.[1] Dengan demikian kebudayaan dalam suatu masyarakat akan selalu dinamis, karena system ide, pengetahuan, dan kepercayaan serta nilai-nilai dalam suatu masyarakat dapat berubah sesuai kebutuhan tantangan zaman. Kaitannya dengan permasalahan kesehatan, System ide dan budaya yang mereka miliki akan berpengaruh terhadap perilaku yang berbeda-beda dalam menjaga suatu kesehatan, serta memiliki cara-cara yang berbeda dalam menanggapi sakit dan penyakit. Budaya bukanlah satu-satunya faktor yang berpengaruh terhadap perilaku kesehatan seorang individu maupun masyarakat, terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi seperti; gender, pendidikan, pengalaman, dan kondisi social maupun ekonomi.

  • Konsep Sehat, dan Sakit

Kesehatan menurut World Health Organization (WHO) adalah “a state of complete physical, mental, and social well being, and not merely the absence of desease or infirmity”. Yang artinya: “suatu keadaan lengkap dan baik secara fisik, mental, dan social, dan tidak semata-mata tidak hadirnya penyakit atau kelemahan tubuh saja”.

Definisi ini umumnya digunakan oleh lembaga kesehatan, namun dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat memiliki tolok ukur sendiri melihat kondisi seseorang apakah dia dianggap sehat atau sakit. Orang akan pergi mencari pelayanan kesehatan ketika dia merasa dirinya sakit, namun dilain sisi terdapat seseorang yang sudah menderita penyakit tetapi dia tidak mau mencari pelayanan kesehatan karena merasa diriya baik-baik saja. Sebagai contoh, seorang karyawan suatu perusahaan yang terkena flu, dia akan segera mencari layanan kesehatan agar flunya sembuh dan tidak mengganggu aktivitas dia bekerja di kantornya, namun bagi petani yang tinggal di desa, ketika ia terkena flu dia tidak segera mencari solusi untuk mengobati flunya tersebut, karena petani ini menganggap flu adalah suatu hal yang wajar mengenai seseorang jika sedang terjadi pergantian musim, selagi si petani masih bisa bekerja dan pergi ke sawah maka dia merasa dirinya dalam keadaan sehat. Persepsi seseorang mengenai kondisi kesehatannya dipengaruhi oleh lingkungan social dan budayanya. Keadaan demikian juga dipengaruhi instink, pengalaman, dan apa yang mereka pelajari dari anggota masyarakat lingkungan sekitar mereka.

Sakit bagi masyarakat Jawa lebih terkait dengan permasalahan fungsional-disfungsional dalam peran aktivitas social, selanjutnya Arnold Van Gennep mengemukakan dimana terdapat ritus peralihan dalam kehidupan individu. Sakit diare pada balita dalam masyarakat Jawa dianggap sebagai suatu pertanda akan adanya perubahan dalam diri balita tersebut, seperti menambah ketrampilan (akal-akal), ketrampilan berbicara, ketrampilan berlari (ngenteng-ngentengi), dll. Ada beberapa jenis penyakit yang tidak dianggap sakit oleh masyarakat Jawa, seperti: masuk angin, pilek/ umbelen (flu), sakit gigi, mumet, gudigen, yang kesemuanya itu merupakan bagian dari dunia anak-anak yang dianggap wajar.

  • System Medis Sebagai Strategi Adaptasi Sosial-Budaya

Strategi adaptasi social budaya melahirkan system-sistem medis, tingkahlaku, bentuk-bentuk kepercayaan yang berdasarkan budaya, yang timbul sebagai respon terhadap ancaman-ancaman yang disebabkan oleh penyakit. Sifat adaptif dari suatu system medis Nampak jelas dari definisi Dunn yang baru: “pola-pola dari pranata-pranata social dan tradisi-tradisi budaya yang menyangkut perilaku yang sengaja untuk meningkatkan kesehatan, meskipun hasil dari tingkahlaku tersebut belum tentu menghasilkan kesehatan yang baik”.

Dari penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa system medis merupakan hasil dari adanya gagasan yang melekat dalam diri masyarakat untuk merespon suatu penyakit, mereka menggunakan berbagai cara untuk menghilangkan sebuah penyakit yang diderita seseorang. Seperti dalam salah satu suku di Kalimantan yang ketika salah satu anggota suku terkena suatu penyakit misalnya “stroke” dan tidak bisa beraktivitas seperti biasanya, maka keluarga dan warga sekitar akan melakukan suatu upacara penyembuhan penyakit. Upacara ini dilakukan karena mereka menganggap si pasien yang tidak bisa menggerakan anggota tubuhnya (stroke) adalah karena ada sebagian jiwa dalam dirinya yang hilang, dan untuk memanggil jiwa itu kembali kepada si pasien maka perlu dilakukan upacara pemanggilan jiwa tersebut. Upacara ini melibatkan banyak orang dan banyak sesaji, untuk memanggil jiwa yang hilang mereka akan melakukan tarian-tarian khusus untuk memanggil roh-roh nenek moyang dan meminta restu. Sejatinya meskipun secara medis modern upacara ini tidak menyembuhkan pasien secara total, tetapi dalam suatu komunitas tersebut sudah menunjukan adanya solidaritas, serta upacara yang dilakukan memberikan dampak bagi kondisi psikis si pasien, setidaknya ia merasa lebih nyaman setelah diadakan upacara penyembuhan penyakitnya.

Secara singkat, system medis adalah mencakup semua kepercayaan tentang usaha meningkatkan kesehatan, dan tindakan serta pengetahuan ilmiah maupun ketrampilan anggota-anggota kelompok yang mendukung system tersebut. Kita semua dapat melihat bagaimana suatu masyarakat menciptakan suatu strategi untuk menghadapi penyakit. Dalam usahanya untuk menanggulangi penyakit, manusia mengembangkan suatu kompleks yang luas dari pengetahuan, kepercayaan, teknik, adat-istiadat, ideology dan lambing-lambang yang saling berkaitan dan membentuk suatu system yang saling menguatkan dan saling membantu. Kompleks yang luas tersebut dan hal-hal yang lain membentuk suatu system medis.[2]

Sesuai pengertian dari Foster dan Anderson, merinci suatu system medis dalam dua bagian, (1) Sistem Teori Penyakit, dan (2) Sistem Perawatan Kesehatan.

System teori penyakit meliputi kepercayaan-kepercayaan mengenai ciri-ciri sehat, sebab-sebab sakit, serta pengobatan dan teknik penyembuhan lain yang digunakan oleh para dokter , Sistem- sistem teori penyakit berkenaan dengan kausalitas, penjelasan yang diberikan penduduk mengenai hilangnya kesehatan, dan penjelasan mengenai pelanggaran tabu, mengenai kehilangan jiwa orang, mengenai gangguan keseimbangan unsur panas dingin dalam tubuh atau kegagalan sistem imun terhadap virus. Dengan demikian, suatu sistem teori penyakit merupakan suatu sistem ide konseptual, suatu konstruk intelektual, bagian dari orientasi kognitif anggota-anggota kelompok tersebut.

System teori penyakit menjelaskan kepada kita bagaimana suatu kelompok memaknai sakit, terdapat suatu kelompok masyarakat yang percaya ketika seseorang sakit itu dikarenakan orang tersebut telah melanggar tabu, misalnya menebang pohon besar dihutan yang mengakibatkan penghuni pohon marah dan mengganggu orang tersebut, sehingga orang tersebut jatuh sakit. Kelompok masyarakat yang masih mempercayai adanya gangguan makhluk halus yang menyebabkan seseorang sakit memberikan dampak konservatif untuk lingkungan, dimana pada akhirnya suatu anggota kelompok tidak dengan semena-mena menebang pohon dihutan. Dengan system teori penyakit maka selanjutkan dilakukan System perawatan kesehatan. Sistem perawatan kesehatan memperhatikan cara-cara yang dilakukan oleh berbagai masyarakat untuk merawat orang sakit dan untuk memanfaatkan pengetahuan tentang penyakit untuk menolong pasien. Suatu sistem perawatan kesehatan merefleksikan sistem penyebab penyakit, dengan ini dapat menentukan keputusan yang diambil dan tindakan yang diambil dalam menangani pasien. Dengan adanya teori penyakit dapat membantu masyarakat untuk menentukan perawatan kesehatan mereka, ketika seseorang terkena penyakit dari gangguan makhluk halus maka mereka dapat memutuskan system perawatan kesehatan dengan cara melakukan upacara penyembuhan serta pemberian sesaji kepada makhluk halus. Namun, untuk masyarakat modern ketika pemikiran mereka tentang penyakit dikatakan lebuh realistis, mereka juga akan mencari layanan kesehatan sesuai dengan pemahaman mereka.

System medis tradisional secara khusus terbagi menjadi dua tipe berdasarkan system etiologi penyakit, yang pertama yaitu system medis personalistik dimana dalam system medis ini masyarakat percaya bahwa penyakit datang dari agen-agen personal yang aktif, seperti makhluk supranatural (makhluk gaib), makhluk bukan manusia (hantu, ruh leluhur, roh jahat), maupun makhluk manusia (tukang sihir, tukang tenung) dimana orang sakit adalah korban dari adanya agen-agen aktif tersebut. Kemudian, system medis naturalistic dimana penyakit (illness) dijelaskan dengan istilah sistemik pribadi, mengakui adanya system keseimbangan dalam tubuh, seperti panas, dingin, cairan tubuh, yin dan yang, berada dalam keadaan yang seimbang menurut usia dan lingkungannya. Apabila keseimbangan terganggu maka akan menyebabkan suatu penyakit.

Menurut Fred Dunn (1976) secara geografis dan setting budaya, system medis dapat dikelompokan dalam tiga gabungan: (1) system medis local, suatu kategori yang dapat mengelompokkan sebagian besar system medis “primitive” atau “folk medicine”; (2) system medis regional, seperti system medis Ayurveda, Yunani, dan Cina; (3) dan system medis cosmopolitan (universal, system medis modern, ilmiah).

System medis local, system medis ini umumnya hanya berkembang pada daerah tertentu atau secara local. Umumnya pengobatan ini dilakukan oleh seorang dukun, dengan menggunakan diagnose terhadap pasien guna menentukan pengobatan yang tepat, diagnose dilakukang dengan kombinasi metode petungan (numerology), meditasi serta analisa. Obat yang diberikan juga tidak berbeda-beda pada setiap daerah, namun pada umumnya adalah berupa ramuan dari tumbuh-tumbuhan atau biasanya jika orang Jawa menyebutnya dengan sebutan Jamu, serta adapula pengobatan mekanis dengan memijat, menggosok-gosok kulit, memulihkan letak tulang, dengan disertai mantra. Pada msyarakat Trobrian menurut Malinowski, mantra merupakan bagian yang paling essensial, sementara pada masyarakat Jawa menurut Geerts justru aspek keadaan pemberi obat dianggap sebagai elemen yang essensial.

Selanjutnya adalah system medis regional, pemunculan system kesehatan regional menurut Mayer (1991) kira-kira dalam masa yang sama yaitu berabad-abad sebelum masehi. Tokoh legendaries yang dianggap sebagai pendiri adalah Hippocrates di Yunani, Kaisar Kuning di Cina, dan Caraka atau susruta di India. System medis ini berbeda dengan system medis local karena didasari dari bahan tertulis, kesamaan dari ketiga nya adalah mengakui keseimbangan, sehat terjadi apabila unsure-unsur yang tetap dalam tubuh humoral dalam keadaan seimbang, menurut usia dan kondisi lingkungan. Apabila keseimbangan ini terganggu akan memunculkan sebuah penyakit.[3]

System medis Yunani juga dikenal dengan system “Patologi Humoral”, yang mana tercatat dalam sejarah tradisi Yunani oleh Hippocrates, Patologi humoral berdasarkan atas konsep humor (cairan) dalam tubuh manusia. Akarnya ditemukan dalam teori yunani mengenai empat unsure (tanah, air, udara, dan api) yang telah dikenal sejak abad ke-6 SM, Dalam patologi homoral Amerika Latin masakini, penyakit dianggap karena masuknya panas dan dingin yang berlebihan. Kadang-kadang, suhu aktual juga dianggap sebagai penyebab. Seperti halnya penjelasan seorang wanita bahwa ia menderita kejang karena kelalaiannya mencuci tangannya di air dingin, padahal sebelumnya tangannya panas karena menyetrika pakaian. Dalam teori penyakit yang disebabkan oleh panas diobati dengan sesuatu yang dingin, juga dengan tindakan2 yang dapat mendinginkan. Umumnya, sebagian besar pengobatan merupakan campuran dari sejumlah unsur dimana ditekankan keseimbangan panas dan dingin.

Kemudian system pengobatan Ayurveda dari India, Di India pada masa ini, banyak makanan dianggap mempunyai kualitas memanaskan atau mendinginkan, dan seperti dalam patologi humoral, kombinasi yang tepat dari macam-macam makanan dan ramuan-ramuan dapat memulihkan keseimbangan tubuh yang terganggu. Kepercayaan ini berasal dari pengobatan Ayurveda India, suatu sistem pengobatan pribumi yang pertamakali muncul dalam tulisan-tulisan veda pada tahap awal di abad pertama sebelum masehi. Menurut teori Ayurveda, alam semesta terdiri dari empat unsur yang sama seperti yang dikenal oleh orang Yunani (bumi, api, air, udara) ditambah unsur kelima yaitu Ether. Pengaturan kelima unsur tersebut dalam tubuh, dimana masing-masing unsur memiliki lima bentuk “halus” dan lima bentuk “material”, merupakan mikrokosmos dari alam semesta. Tubuh manusia juga memiliki tiga humor dosha (tridosha) : flegma, empedu/cairan pada empedu, serta angin/ gas dalam saluran pencernaan, keadaan sehat terjadi apabila satu atau lebih dosha tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

Pengobatan tradisional cina mewakili kasus khusus tentang konsep sentral dalam kosmologi Cina, “pasangan kekuatan yin dan yang, dimana interaksi mereka yang terus menerus berada dibalik seluruh gejala alam,termasuk pembentukan dan berfungsinya tubuh manusia” ( Crozier 1968:17), Hubungan antara tubuh manusia, kesehatan, dan alam semesta juga ditemukan dalam keselarasan antara jumlah hari dalam setahun dengan 365 obat-obatan yang berasal dari farmakopea masalalu yang kini masih bertahan ( Crozier 1968:20) dan dengan 365 titik pada permukaan tubuh yang dikenal untuk penusukan jarum-jarum akupuntur (veith, 1972:62).[4]

Kesehatan merupakan aspek penting yang harus dimiliki seseorang untuk melangsungkah kehidupan sehari-hari, dengan banyaknya sosialisasi mengenai pola hidup sehat, banyaknya model pelayanan medis, seharusnya tidak ada lagi alasan bagi seseorang untuk tidak hidup sehat. Karena dengan kondisi sehat secara fisik, psikis, dan social, seseorang dapat beradaptasi dengan baik di lingkungannya, baik lingkungan alam maupun lingkungan social.

Demikian penjelasan mengenai bagaimana kebudayaan berpengaruh terhadap kesehatan dan model pengobatan penyakit yang dapat saya sampaikan.

[1] Joyomartono, Mulyono. 2010. Pengantar Antropologi Kesehatan. Semarang: Unnes Press ( Hal.7)

[2] Foster and Anderson. 1978. Antropologi Kesehatan. UI Press (hal.44)

[3] Joyomartono, Mulyono. 2010. Pengantar Antropologi Kesehatan. Semarang: Unnes Press (Hal.55)

[4] Foster and Anderson. 1978. Antropologi Kesehatan. UI Press