Edward B Tylor (1832-1917) adalah orang Inggris yang mula-mula mendapatkan pendidikan dalam kesusasteraan dan peradaban Yunani dan Rum Klasik, dan baru kemudian tertarik akan ilmu Arkeologi. Karena ia mendapat kesempatan untuk turut dengan keluarganya berkelana ke Afrika dan Asia, ia menjadi tertarik untuk membaca etnografi. Sebagai orang yang dianggap memiliki keahlian dalam ilmu arkeologi, dalam tahun 1856 ia turut dengan ekspedisi Inggris untuk menggali benda-benda arkeologi di Mexiko masa kini, berjudul Anahuac, or mexico and the Mexicians, Ancient and Modern (1861). Buku ini merupakan karya Tylor yang pertama, dan beratus-ratus buku dan karangan yang lain terbit kemudian, baik dari waktu sebelum ia diangkat menjadi guru besar di Universitas Oxford dalam tahun 1883, maupun setelah itu, merupakan sumbangannya terhadap antropologi. Dari karangan-karangan itu, terutama dari buku yang tebalnya dua jilid berjudul Researches into the early history of mankind (1871), tampak pendiriannya sebagai penganut cara berfikir Evolusionisme. Menurut uraiannya sendiri, seorang ahli antropologi bertujuan mempelajari sebanyak mungkin kebudayaan yang beraneka ragam di dunia, mencari unsur-unsur persamaan itu sedemikian rupa, sehingga tampak sejarah evolusi kebudayaan manusia itu dari satu tingkat ke tingkat yang lain.

Suatu penelitian serupa itu dilakukan mengambil sebagai pokok unsur-unsur kebudayaan seperti sistem religi, kepercayaan, kesusasteraan, adat-istiadat, upacara, dan kesenian. Penelitian itu menghasilkan karyanya yang terpenting, yaitu dua jilid Primitive Culture : Language Art and Custom (1874). Dalam buku itu ia juga mengajukan teorinya tentang asal mula religi, yang berbunyi sebagai berikut : Asal mula religi adalah kesadaran akan adanya jiwa. Kesadaran akan jiwa itu di sebabkan karena dua hal, yaitu :

1. Perbedaan yang tampak pada manusia antara lain hal-hal yang hidup dan hal hal yang mati. Satu organisma pada satu saat bergerak gerak, artinya hidup, tetapi tak lama kemudian organisma itu juga tak bergerak lagi, artinya mati. Maka manusia mulai sadar akan adanya suatu kekuatan yang menyebabkan gerak itu, yaitu jiwa.
2. Peristiwa mimpi, dalam mimpinya manusia melihat dirinya di tempat-tempat lain (bukan di tempat dimana ia sedang tidur), maka manusia mulai membedakan antara tubuh jasmaninya yang ada di tempat tidur, dan suatu bagian yang lain dari dirinya pergi ketempat-tempat lain. Bagian lain itulah yang disebut jiwa.
Sifat abstrak dari jiwa itu menimbulkan keyakinan pada manusia bahwa jiwa dapat hidup langsung, lepas dari tubuh jasmaninya dan hanya dapat meninggalkan tubuh waktu manusia tidur atau pingsan. Karena pada saat-saat serupa itu kekuatan hidup pergi melayang, maka tubuh dalam keadaan lemah. Tetapi Tylor berpendirian bahwa walaupun sedang melayang, hubungan jiwa dengan jasmani pada saat tidur atau pingsan tetap ada. Hanya apabila manusia mati, jiwanya melayang terlepas, dan terputuslah hubungan dengan tubuh jasmani untuk selama-lamanya. Hal ini jelas terlihat apabila tubuh jasmani telah hancur, berubah menjadi debu di dalam tanah, atau hilang berganti menjadi abu didalam api upacara pembakaran mayat. Jiwa yang telah merdeka terlepas dari jasmaninya itu dapat berbuat sekehendaknya. Alam semesta penuh dengan jiwa-jiwa merdeka itu, yang oleh Tylor tidak disebut Soul atau jiwa lagi tetapi disebut Spirit (makhluk halus atau roh). Dengan demikian pikiran manusia telah mentransformasikan kesadarannya akan adanya jiwa menjadi keyakinan kepada makhluk-makhluk halus.

Pada tingkat tertua dalam evolusi religinya, manusia percaya bahwa makhluk-makhluk halus itulah yang menempati alam sekeliling tempat tinggalnya. Makhluk-makhluk halus yang tinggal dekat tempat tinggal manusia itu, yang bertubuh halus sehingga tidak dapat tertangkap oleh pancaindera manusia., yang mampu berbuat hal-hal yang tak dapat diperbuat manusia, mendapat tempat yang sangan pentingdalam kehidupan manusia, sehingga menjadi objek penghormatan dan penyembahannya, yang disertai berbagai upacara berupa doa, sajian, atau korban. Religi itulah yang oleh Tylor di sebut Animisme.

Kemudian Tylor melanjutkan teorinya tentang asal mula religi dengan suatu uraian tentang evolusi religi, yang berdasarkan cara berpikir evolusionisme. Katanya animisme yang pada dasarnya merupakan keyakinan kepada roh-roh yang mendiami alam semesta sekeliling tempat tinggal manusia, merupakan bentuk religi yang tertua. Pada tingkat kedua dalam evolusi religi, manusia yakin bahwa gerak alam yang hidup itu juga disebabkan adanya jiwa dibelakang peristiwa-peristiwa dan gejala-gejala alam itu. Sungai-sungai yang mengalir dan terjun ke laut, gunung-gunung yang meletus, gempa bumi, angin taufan, gerak matahari, tumbuhnya tumbuh-tumbuhan, pokoknya seluruh gerak alam. Disebabkan oleh makhluk-makhluk halus yang menempati alam.
Jiwa alam itu kemudian deparsonifiksikan dan dianggap seperti makhluk-makhluk yang memiliki suatu kepribadian dengan kemauan dan pikiran, yang disebut dewa-dewa alam. Pada tingkat ketiga evolusi religi, bersama dengan timbulnya susunan kenegaraan dalam masyarakat manusia, timbul pula keyakinan bahwa dewa-dewa alam itu juga hidup dalam suatu susunan kenegaraan,serupa dalam dunia makhluk manusia. Maka terdapat pula susunan pangkat dewa-dewa, mulai dari raja dewa-dewa sebagai dewa trtinggi, sampai pada dewa-dewa yang terendah pangkatnya. Susunan serupa itu lambat launmenimbulkan kesadaran bahwa semua dewa itu pada hakekatnyahanya merupakan penjelmaandari satu dewa saja, yaitu dewa yang tertinggi. Akibat dari keyakinan itu adalah berkembangnya keyakinan pada satu Tuhan dan timbulnya religi-religi yang bersifat monotheisme sebagai tingkat yang terakhir dalam evolusi religi manusia.


Sumber : Koentjaraningrat. 2010. Sejarah Teori Antropologi. Jakarta : UI-Press