Heterogenitas Masyarakat Kota

hallo teman-teman…

Kali ini penulis akan membahas mengenai Heterogenitas Masyarakat Kota. Dimana materi tersebut berada di dalam mata kuliah Sosilogi Perkotaan  yang penulis tempuh ketika Semester 4. Tugas mengenai Heterogenitas masyarakat kota tersebut bertujuan untuk menambah pemahaman mengenai mata kuliah Sosiologi Perkotaan yang penulis tempuh. Semoga bermanfaat….

Masyarakat kota adalah masyarakat yang anggota-anggotanya terdiri dari manusia yang bermacam-macam lapisan atau tingkatana hidup, pendidikan, kebudayaan dan lain-lain. Mayoritas penduduknya hidup berjenis-jenis usaha yang bersifat non agraris. Masyarak perkotaan juga sering disebut urban communiy. Ada beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat kota yaitu : kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa, orang desa pada umumnya mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang lain. Di kota-kota kehidupan keluarga sering sukar untuk disatukan, sebab perbedaan kepentingan paham politik, perbedaan agama dan sebagainya. Jalan fikiran rasional yang pada umumnya dianut masyarakat perkotaan, menyebabkan bahwa interaksi-interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor kepentingan daripada faktor pribadi. Pembagian kerja antar warga-warga kota juga lebih tegas dan mempunyai batas-batas yang nyata kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota dari pada warga desa. Interaksi yang terjadi lebih banyak terjadi berdasarkan faktor kepentingan daripada faktor pribadi, pembagian waktu yang sangat penting dan teliti untuk dapat mengejar individu. Perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata di kota-kota sebab kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh dari luar.

Masyarakatnya merupakan masyarakat yang heterogen. Melihat dari heterogenitas masyarakatnya, mentalitas atau perilaku masyarakat kota menunjukan gejala-gejala:

  1. Peningkatan kegiatan dengan akibat mobilitas sosial yang tinggi di kota.
  2. Terbentuknya associate individualism, yaitu situasi di mana individu merasa kurang aman sehingga individu memilih dan mengadakan seleksi hubungan dengan sesama anggota profesi atau lingkungannya.
  3. Berkurangnya community sentiment (perasaan komunitas).

Menurut Muhammad Cholil Mansyur, Sifat-sifat yang tampak menonjol pada masyarakat kota adalah :

  • Sikap hidup

Sikap hidup cenderung pada individualisme atau egoisme. Yaitu masing-masing anggota masyarakat berusaha berdiri sendiri tanoa terikat oleh anggota masyarakat lainnya, hal mana menggambarkan corak hubungan yang terbatas, dimana setiap individu mempunyai otonomi jiwa atau kemerdekaan pribadi sebagaimana disebut oleh prof. Djojodiguno S.H dengan istilahnya masyarakat PATEMBAYAN atau sama dengan yang dimaksud oleh sosilogi Jerman Ferdinan Tonnies yang terkenal dengan istilahnya GESSELSCHAFT.

  • Tingkah laku

Tingkah lakunya bergerak maju mempunyai sifat kretaif, radikal dan dinamis. Dari segi budaya masyarakat kota umumnya mempunyai tingkatan budaya yang lebih tinggi, karena kreativitas dan dinamikanya kehidupan kota lebih lekas menerima yang baru atau membuang sesuatu yang lama, lebih lakas mengadakan reaksi, lebih cepat menerima mode-mode dan kebiasaan-kebiasaan baru.

  • Perwatakan-perwatakan

Perwatkannya cenderung pada sifat materialistis. Akibat dari sikap hidup egoisme dan pandangan hidup radikal dan dinamis menyebabkan masyarakat kota lemah dengan segi religi, yang mana menimbulkan efek-efek negatif yang berbentuk tindakan amoral, indisipiner kurang memperha tikam tanggungjawab sosial.

            Heterogenitas pada masyarakat dibagi menjadi dua yaitu, heterogenitas masyarakat berdasarkan profesi atau pekerjaan dan heterogenitas masyarakat berdasarkan jenis kelamin.

Heterogenitas masyarakat berdasarkan profesi atau pekerjaan.

Masyarakat Indonesia yang besar ini penduduknya terdiri dari berbagai profesi seperti pegawai negeri, tentara, pedagang, pegawai swasta, dsbnya. Setiap pekerjaan memerlukan tuntutan profesionalisme agar dpat dikatakan berhasil. Untuk itu diperlukan penguasaan ilmu dan melatih ketrampilan yang berkaitan dengan setiap pekerjaan. Setiap pekerjaan juga memiliki fungsi di masyarakat karena merupakan bagian dari struktur masyarakat itu sendiri. Hubungan antar profesi atau orang yang memiliki profesi yang berbeda hendaknya merupakan hubungan horisontal dan hubungan saling menghargai biarpun berbeda fungsi, tugas, bahkan berbeda penghasilan.

Heterogenitas atas dasar jenis kelamin.

Di Indonesia biarpun secara konstitusional tidak terdapat diskriminasi sosial atas dasar jenis kelamin, namun pandangan “gender” masih dianut sebagaian besar masyarakat Indonesia. Pandangan gender ini dikarenakan faktor kebudayaan dan agama. Apabila kita melihat kemajuan Indoensia sekarang ini, banyak perempuan yang berhasil mengusai Iptek dan memiliki posisi yang strategis dalam masyarakat. Maka sudah selayaknya perbedaan jenis kelamin dikatagorikan secara horisontal, yaitu hubungan kesejajaran yang saling membutuhkan dan saling melengkapi. Dari kedua macam Heterogenitas tersebut dapat ditarik kesimpulan : melalui Hetrogenitas memunculkan adanya profesionalisme profesionalisme dalam pekerjaan, keterampilan-keterampilan khusus (skill), spesialisasi-spesialisasi pekerjaan, penyadaran HAM, dan sebagainya.

Masyarakat perkotaan merupakan masyarakat yang heterogen. Mayarakat kota terdiri dari berbagai kumpulan orang yang memiliki latar belakang yang berbeda sehingga membentuk suatu komunnitas yang kompleks. Dalam bidang keagamaan masyarakat perkotaan diberikan kebebesan untuk memeluk ajaran agama yang djpercayai oleh keyakinan

masing-masing. Dalam hal ini juga pemermtah Indonesia memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk memuluk agama berdasarkan keyakinan masing-masing. Seperti yang tercantum dalam pasal 29 ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi: “Setiap warga negera diberi kebebasan untuk memeluk agama dan kepercayaan sesuai dengan keyakinan masing-masing”. Hal inilah yang menjadio dasar berkembangnya kehidupan keagamaan yang heterogen dalam kehidupan masyarakat perkotaan. Ajaran yang dianut oleh masyarakat diperkotaan terdiri dari berbagai ajaran agama, antara lain :

  1. Agama Islam
  2. Agama Kristen Protestan
  3. Agama Kristen Katolik
  4. Agama Hindu
  5. Agama Budha

Selain ujaran agama, adapula aliran kepercayaan yang dianut oleh masyarakat perkotaan,antara lain ajaran Konghucu yang dianut sebagian besar oleh masyarakat Tionghoa atau keturunan. Antara kelima agama dan ajaran kepercayaan tersebut hidup secara berdampingan dalam kehidupan masyarakat perkotaan.

Berbagai permasalahan berhadapan masyarakat kita berhubungan pada lingkungan urban. Untuk memahami permasalahannya kita perlu mempelajari kota. Dengan belajar bagaimana kota-kota dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan natural kita dapat mengerti link antara nature dan struktur sosial.

Dalam menilai kota terdapat polarisasi antara dua faham. Golongan kolot, yakni para localis yang lebih berpangkal pada emosi, pengamatan pribadi, dan nostalgia. Mereka berpendapat bahwa yang ada tak usah dirubah, demi nilai sejarahnya. Golongan cosmopolitans, menghendaki perubahan drastis, yakni supaya wajah kota dirubah, sehingga lebih nampak corak modern dan internasional. Bagi localis ini berarti perlindungan terhadap yang ada. Sedangkan bagi cosmopolitans, itu berarti pemugaran yang disertai pertimbangan penggunaan ruang secara efektif dan kreatif. Dalam filsafat mengenai kota dibicarakan pula faham mereka yang disebut “pembenci kota” dan “pencinta kota”. Para pembenci kota terdiri atas mereka yang putus asa dalam menghadapi kebobrokan kehidupan dalam kota. Kota mereka pandang sebagai sumber gejala kekerasan, pemabukan, penyakit jiwa, kejahatan, frustrasi, perceraian, dan sebagainya. Sehubungan dengan itu: Arsitek Frank Lloyd Wright, melukiskan manusia kota sebagai ternak goblok atau kelompok semut yang berputar-putar bingung mencari lubangnya.

Filsuf abad ke-19 Emerson, memperingatkan bahwa kota menjadikan manusia semakin cerewet dan keranjingan hiburan serta iseng. Tokoh pembenci kota dalam sejarahnya adalah Jenghis Khan, selama hidupnya merasa diancam oleh kota, dalam rangka meluaskan kerajaannya, kota-kota di Asia banyak yang dihancurkan dengan sewenang-wenang. Dalam mengupas “pencinta kota”, F.L. Wright membagi manusia purba atas dua golongan: pertama, penghuni gua, ini seperti manusia kota sekarang; dan kedua, mereka yang berpindah-pindah, ini mirip petualang berasal dari pedesaan sekarang. Dengan adanya gejala urbanisasi yang melanda dunia sekarang ini para “pecinta kota” membela diri: kaum urbanis dengan sukarela meninggalkan desa karena mereka ingin terlepas dari cengkeraman kebodohan, dan sedikitnya kesempatan untuk maju. Hal ini didukung pula oleh pendapat dari Paul Tillich, yang mengatakan bahwa justru dengan kehadiran mereka kita menjadi lebih menarik karena menawarkan hal-hal serba baru dan aneh. Arsitek Eliel Saarinen mengatakan, bagaimana pun, perkembangan fisik dan mental manusia banyak tergantung dari corak lingkungan tempat ia dibesarkan sejak bayi, dan bertempat tinggal serta bekerja sebagai orang dewasa.

https://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._SEJARAH/195903051989011-SYARIF_MOEIS/Masyarakat_Urban/Bab_VIII.pdf

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: