Hallo semuanya…

Pada postingan kali ini saya akan membahas tentang tanah mulai dari struktur penguasaan tanah, bentuk kepemilikan di tempat tinggal saya yaitu di Kroya, Kabupaten Cilacap. Pembahasan dari tulisan ini merupakan termasuk dalam mata kuliah Sosiologi Desa yang diajarkan pasa semester lima.

Untuk lebih lanjutnya silahkan untuk membaca tulisan dibawah ini..

Selamat membaca… semoga ilmunya bermanfaat…

Observasi yang saya lakukan kali ini berlokasi di tempat tinggal saya sendiri tepatnya di Desa Kroya, Kecamatan Kroya, Kabupaten Cilacap. Cilacap merupakan Kabupaten yang paling Barat di Provinsi Jawa Tengah, tepatnya berbatasan dengan Privinsi Jawa Barat di sebelah Timur dan tedapat samudera Hindia di sebelah Selatan. Oleh karena itu Cilacap merupakan daerah pesisir pantai selatan dan hal itu mempengaruhi mata pencaharian masyarakat sebagai nelayan. Selain sebagai nelayan, masyarakat juga banyak yang bekerja sebagai petani meskipun pertanian di Cilacap sekedar menanam beberapa jenis tumbuh-tumbuhan saja seperti padi, kacang-kacangan, dan saat kemarau karena air sulit di jangkau maka para petani menanam tumbuh-tumbuhan yang cocok seperti menanam buah semangka, timun suri, dan melon.

Desa Kroya merupakan sebuah Desa sekaligus kecamatan di salah satu Kabupaten Cilacap yang merupakan pusat kegiatan perekonomian untuk wilayah-wilayah disekitarnya karena di Kroya terdapat pasar besar dan pertokoan-pertokoan di sekitarnya, oleh karena itu masyarakat sekitar banyak yang bermata pencaharian sebagai pedagang. Namun, tidak dapat dipungkiri lagi jika di Kroya masih terdapat masyarakat yang bermata pencaharian sebagai petani, baik itu sebagai petani pemilik tanah, petani penggarap, maupun petani buruh. Meskipun mata pencaharian sebagai petani hanyalah minoritas karena di Kroya sebagian besar tanahnya di bangun untuk bangunan-bangunan. Namun, jumlah petani di Kroya semakin lama semakin sedikit karena para anak muda tidak mau bekerja sebagai petani yang mengurus sawah. Mereka lebih memilih bersekolah atau jika tidak bisa melanjutkan sekolah mereka akan merantau ke luar Kota bahkan ke luar Negeri seperti Jepang, Korea, dan Malaysa. Hal itu dianggap lebih menjanjikan karena menjadi TKI di luar negeri penghasilannya lebih banyak dari pada menjadi petani dan meneruskan pekerjaan orang tuanya sebagai petani. Meskipun begitu masih ada beberapa pemuda yang mau bekerja sebagai petani.

  1. Struktur Penguasaan Tanah

Menurut beberapa narasumber yang saya wawancarai, petani yang ada di Desa Kroya tidak semuanya merupakan pemilik tanah pertanian yang mereka garap, ada sebagian petani yang bukan pemilik tanah mereka sebatas menggarap pertanian orang lain, biasanya petani tersebut disebut petani penggarap. Saya menggolongkan beberapa golongan petani di Desa Kroya. Dari kedua golongan tersebut akan mempengaruhi kelas sosial di Desa Kroya.

Berikut adalah klasifikasi kedua golongan tersebut:

  1. Petani pemilik, yang berarti petani tersebut pemilik dari lahan pertanian. Ada petani pemilik yang sekaligus menggarap lahan pertanian miliknya sendiri dan ada juga petani yang menyuruh orang untuk menggarap lahan pertaniannya. Petani yang menggarap lahan pertaniannya biasanya petani yang tidak mempunyai lahan pertanian yang cukup luas, oleh karen itu mereka menggarap pertanian miliknya sendiri. Sementara petani yang memerlukan jasa buruh tani untuk menggarap lahan pertaniannya merupakan petani yang mempunyai lahan pertanian yang cukup luas dan tidak mampu menggarap pertaniannya sendiri. Oleh karena itu mereka cenderung memerlukan jasa para penggarap atu buruh tani untuk menggarap lahan pertaniannya.
  2. Petani penggarap, petani ini bekerja menggarap pertanian milik orang lain. petani penggarap ada dua jenis yaitu petani yang mempunyai hanya sedikit lahan pertanian saja dan petani yang sama sekali tidak mempunyai lahan pertanian. Petani yang hanya memiliki sedikit lahan pertanian menggarap pertanian milik orang lain karena jika hanya menggarap pertanian miliknya yang hanya sedikit, maka petani tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Sementara petani yang tidak mempunyai lahan pertanian (buruh tani) biasanya mereka diminta oleh petani pemilik untuk menggarap pertanian miliknya dari mulai menanam padi sampai dengan panen. Biasanya buruh tani tersebut akan menikmati hasil pertanian tersebut sesuai perjanjian yang sudah disepakati sebelumnya. Upah buruh tani tersebut berupa padi milik petani pemilik
  1. Status dan Bentuk Kepemilikan Tanah

            Di Desa Kroya, tanah yang dimiliki oleh warga masyarakat sebagian besar adalah tanah warisan turun temurun dari generasi ke generasi. Dengan demikian, sebagian besar keemilikan tanah tersebut bersertifikat atas nama pribadi. Berbagai lahan pertanian yag dimiliki oleh warga masyarakat do Desa Kroya seperti rumah, kebun, sawah dan pekarangan merupakan milik pribadi. Namun, ada beberapa yang bukan atas nama pribadi, melainkan atas nama Desa. Salah satu tanah di Desa Kroya merupakan tanah Bengkok. Tanah bengkok di Desa Kroya digunakan untuk diberikan sebagai imbalan kepada kepala Desa Kroya yang terpilih. Selain mendapatkan gaji berupa uang, kepala Desa Kroya juga berhak menggarap tanah bengkok milik Desa. Namun ketika jabatan kepala Desa tersebut sudah habis, maka kekuasaan dari tanah bengkok diambil alih oleh kepala Desa yang baru.

            Selain kepemilikan tanah bengkok dan tanah dari warisan yang sudah diuraikan diatas, terdapat beberapa warga di Desa Kroya yang berinvestasi tanah. Orang cenderung berinvestasi tanah karena dianggap sangat menguntungkan. Selain itu tanah tidak memerlukan perawatan dan jika diletakan di lokasi yang strategis maka harganya akan berlipat-lipat. Selain itu para investor tanah perlu memperhatikan lahan mereka sewaktu-waktu. Karena jika tidak, tanah mungkin akan ditempati oleh pihak lain jika kita kurang mengawasinya.

            Karena di Desa Kroya masuk kedalam pusat perekonomian, maka sudah banyak bangunan yang berdiri seperti perumahan dan pertokoan. Ada beberapa pertimbangan untuk menentukan tanah yang akan diinvestasi:

  1. Tanah yang belum berprospek pembangunan

Jenis tanah ini belum masuk dalam rencana tata ruang yang spesifik, misalnya untuk kawasan industri dan pemukiman. Oleh karena itu membeli tanah ini sifatnya spekulatif namun harganya miring.

  1. Tanah yang berlokasi strategis

Tanah ini berlokasi didekat pusat perekonomian seperti pasar Kroya dan terdapat akses jalan raya. Tetapi menanamkan tanah di lokasi strategis memerlukan modal yang besar, namun keuntungannya juga akan besar pula.

 

  1. Distribusi Kepemilikan Tanah

            Berdasarkan hasil observasi yang saya lakukan, diketahui bahwa kepemilikan tanah di Desa Kroya ialah hasil dari warisan turun temurun, selain itu kepemilikan tanah juga dari hasil jual beli. Biasanya kepemilikan tanah dari hasil jual beli dilakukan oleh pendatang, sementara kepemilikan tanah dari warisan dilakukan oleh para penduduk asli. Di Desa Kroya, penguasaan lahan pertanian yang sewa biasanya disebun dengan ngontrak sementara itu sistem bagi hasil dominan diterapkan di sawah yang ditanami oleh padi. Para pemilik tanah di desa Kroya rata-rata merupakan golongan menengah keatas.

            Menurut kepala desa di desa Kroya, kepemilikan lahan di desa ini ada dua cara yaitu warisan dan jual beli. Tetapi sekarang ini tanah warisan sudah mulai berkurang karena rata-rata dijual oleh pemiliknya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Oleh karena itu perbandingannya adalah tanah warisan sekitar 40%, tanah jual beli sekitar 50%, selebihnya merupakan tanah milik Desa. Tanah di desa Kroya mengalami ketimpangan karena sebagian besar petani kaya membeli lahan pertanian untuk diinvestasi. Sementara itu, petani miskin hanya mempunayi sedikit lahan saja untuk memenuhi kebuuhan hidupnya. Terdapat juga tunakisma di desa Kroya, tunakisma adalah orang yang tidak memiliki tanah dan lahan pertanian. Oleh karena itu tunakisma cenderung ngontrak di lahan milik orang lain.

            Berdasarkan akses petani di desa Kroya, petani yang memiliki lahan lebih dari 1 ha dan petani tunakisma memiliki akses yang berbeda-beda pada lahan sawah. Perbedaan tersebut dapat dilihan dari usaha mereka dalam memiliki dan menguasai lahan. Kepemilikan tanah dapat diperoleh melalui proses jual beli maupun warisan ataupun keduanya. Sementara itu untuk menguasai lahan sawah dapat dilakukan dengan cara sewa tanah, bagi hasil maupun gadai. Petani yang luas lahannya lebih dari 2 ha memiliki akses yang lebih tinggi dari yang luas lahannya 1-2 ha. Petani yang luas lahan antara 1-2 ha memiliki akses yang lebih tinggi dari petani yang luas lahannya 1 ha. Sementara petani tunakisma memiliki akses yang paling rendah diantara keduannya.

  1. Ketunakismaan

            Petani tunakisma merupakan petani yang tidak memiliki lahan pertanian, mereka biasanya menggarap lahan pertanian milik orang lain dengan sistem bagi hasil pertanian. Untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, petani tunakisma biasanya bekerja lebih keras dan tidak hanya menggarap 1 lahan pertanian saja, bahkan lebih. Ada beberapa faktor mengapa petani tidak memiliki lahan pertanian:

  1. Tidak memiliki warisan tanah dari orang tuanya sebab orang tuanya sendiri tidak memiliki tanah pertanian.
  2. Jika memiliki sedikit lahan pertanian sendiri maka akan dijual untuk memenuhi kebutuhan hidupnya misalnya untuk membayar hutang, untuk keperluan pesta adat seperti slametan khitanan maupun pernikahan, dan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
  3. Berasal dari korban Putus Hubungan Kerja (PHK), mereka yang tidak mempunyai keahlian lain akhirnya memutusan kembali ke desa untuk menjadi buruh tani.
  1. Pendapatan dan Distribusinya

            Sebagian besar pemilik lahan mempunayai pekerjaan lain, tidak sebatas hanya sebagai petani saja. Mereka bekerja sebagai wiraswasta, PNS, guru, dan lain sebagainya. Menurut mereka jika hanya mengandalkan sawah saja belum cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya karena pendapatan dari sawah tidak menentu. Jika pada cuaca buruk, hasil pertanian akan buruk dan hasil jualnya akan sedikit. Berbeda jika mereka mempunyai pekerjaan lain, maka kebutuhan mereka akan terpenuhi terutama kebutuhan sehari-hari.

            Hasil dari panen dari para petani pemilik lahan sebagian besar akan dijual kepada para tengkulak dan selebihnya akan dikonsumsi sendiri. Bagi para petani yang tidak memiliki lahan, sebagian besar hasil pertanianya akan dikonsumsi sendiri karna memang hasilnya bisa dikatakan sedikit dan hanya cukup untuk dikonsumsi. Petani yang mempunyai kekuasaan tanah dari gadai atau sewa juga mempunyai seluruh hak dari hasil pertanian tersebut.

            Tanah di desa Kroya merupakan tanah yang terdapat bahan tambang pasir besi. Oleh karena itu banyak penduduk yang mempunyai tanah lalu menjual pasir besinya. Lahan tersebut kemudian digaruk untu mendapatkan tambang pasir besi. Pendapatan dari menjual pasir besi itu dibilang cukup besar, tergantung luas tanah yang akan di gali. Biasanya berkisaran antara belasan sampai puluhan juta, bahkan jika tanahnya luas bisa sampai ratusan juta.

            Penjualan pasir besi yang berada di sawah dinilai lebih mahal karena kandungan pasir besinya lebih banyak. Semenjak adanya penambangan pasir besi itu, banyak penduduk yang mendadak mempunyai uang banyak. Uang tersebut dipakai untu keperluan seperti membangun rumah atau merenovasinya maupun untuk membeli kendaraan bermotor. Namun bagi yang tidak memiliki tanah, mereka tidak mendapatkan apa-apa bahkan dibandingkan orang yang hanya memiliki sedikit lahan untuk pertambangan pasir besi. Hal ini tentunya menimbulkan kecemburuan sosial diantara lapisan masyarakat tersebut.

            Banyak terjadi pro dan kontra dari penambangan pasir besi ini. Dampak positifnya adalah menambah pendapatkan masyarakat dalam pemenuhan kebutuhanya. Sehingga bagi masyarakat yang mempunyai lahan akan mendapatkan penghasilan yang besar. Tetapi hal itu berbanding terbalik pada masyarakat yang tidak mempunyai lahan. Selain itu adanya pertanmbangan ini dapat merusak ekosistem tanah. Tanah menjadi tidak subur lagi, jalan-kjalan menjadi rusak karena untuk dilewati truk pertambangan, debu pasir dimana-mana tyang dapat membahayakan kesehatan pernapasan. Selain itu banyak lahan yang sudah digali kemudian tidak di tutup kemballi sehingga lahan tersebut menjadi seperti danau yang dipenihi air. Lahan tersebut sudah tidak berfungsi semestinya. Bahkan jika sawah yang sudah digali pasir besinya kemudian ditanami padi, maka hasil panen tidak sebagus seperti sebelumnya.

  1. Kemiskinan di Pedesaan

            Berbicara tentang kemiskinan tidak lepas dari pekerjaan yag memadai. Kemiskinan di desa Kroya terbilang masih cukup banyak. Dikategorikan miskin di desa Kroya yaitu orang yang tidak mempunyai pekerjaan tetap bahkan tidak mempunyai pekerjaan. Karena hal itu mengakibatkan kebutuhan hidup sehari-harinya kurang terpenuhi. Jangankan kebutuhan sekunder dan tersier, kebutuhan primer saja belum cukup terpenuhi.

            Masyarakat miskin di Kroya masih dibilang cukup beruntung karena tidak sampai kekurangan makanan. Di Desa rasa saling peduli masih cukup erat, mereka saling memberi kepada tetangganya yang membutuhkan. Kebutuhan makan memang masih bisa terpenuhi, namun kebutuhan lainnya seperti rumah, sandang dan sekolah masih terbilang kurang. Banyak rumah dari penduduk miskin yang kurang layak untuk dihuni dan banyak anak-anak dari orang miskin yang memutuskan berhenti sekolah untuk mencari pekerjaan agar menambah penghasilan keluarganya.

            Pemerintah banyak memberikan bantuan untuk masyarakat miskin seperti bantuan uang maupun pangan seperti beras dan sembako. Masyarakat seperti tunakisma dapat dikatakan miskin karena mereka tidak mempunyai lahan sendiri, mereka hanya menggarap lahan milik orang lain untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.