• Minggu, November 29th, 2015

Sekelumit Tentang “The Divine Message of The DNA Tuhan dalam Gen Kita”

Oleh : Ratna Aprilia

Tentunya kita sering mendengar istilah DNA, namun tidak banyak dari kita yang mengetahui secara jelas mengenai apa itu DNA. Dalam buku yang berjudul “The Divine Message of The DNA Tuhan dalam Gen Kita” dipaparkan mengenai DNA, kode misteri kehidupan, cara mengaktifkan gen, pengaruh sikap dan lingkungan sehingga dapat mengubah gen, tentang pelajaran kehidupan yang diperoleh dari laboratorium, keajaiban dari cetak biru atau gen kehidupan, dan menggabungkan ilmu pengetahuan dengan Ketuhanan.

Dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan memudahkan kita untuk mengetahui tentang sesuatu hal dengan lebih mudah, salah satunya dengan adanya buku yang membahas tentang DNA ini. Untuk lebih mengetahui tentang gen, perlu kita ketahui juga hubungan antara sel dengan gen. Dalam tubuh kita terdiri dari banyak sel dengan perbandingan 1 kilogram berat badan kita sama dengan 1 triliun sel. Hal yang lebih mengaggumkan lagi adalah masing-masing sel mengandung gen yang sama, dengan beberapa pengecualian. Coba kita renungkan sejenak.

Sebelumnya, pernahkah kita mengetahui bahwa ternyata gen juga mempunyai mekanisme nyala atau padam? Saya sendiri juga baru mengetahui hal ini setelah membaca buku DNA. Awalnya saya merasa sangsi, namun setelah beberapa kali saya baca bagian mekanisme nyala atau padam, sedikit banyak saya bisa memahaminya. Dan baru saya ketahui juga ternyata gen terdiri atas gen positif serta negatif yang keduanya dapat dinyalakan atau diaktifkan. Seperti penelitian yang dicontohkan dalam buku ini, para ilmuwan berpendapat kalau gen padam atau lebih dikenal sebagai gen pardon bukanlah gen yang secara spontan terbentuk ketika dibutuhkan, yakni gen yang dapat menyala ketika dalam keadaan tertentu, dan akan menjadi padam pada waktu tertentu juga. Bagi orang awam ini akan dianggap sebagai hal yang wajar, namun bagi para ilmuwan ini merupakan pencerahan.

Gen merupakan cetak biru kehidupan kita, elemen kunci yang memungkinkan diteruskannya kehidupan dari suatu generasi ke generasi berikutnya dan sel adalah unit dasar dari seluruh mahluk hidup, sedangkan DNA merupakan kombinasi dari empat zat kimia yaitu adenin yang berpasangan dengan timin dan sitosin yang berpasangan dengan gunanin untuk membentuk anak-anak tangga. Betapa luar biasanya empat huruf kimia ini yang terdapat dalam ukuran DNA yang sangat mikroskopik dapat menyimpan begitu banyak informasi genetik.

Mungkin sebagian dari kita percaya bahwa otak memainkan peran paling penting dalam mengatur perbuatan kita. Sesungguhnya sel dan jaringan penghubung atar sel yang melakukan semua pekerjaan itu atas perintah gen. Dalam komando inilah yang ahirnya menggerakkan diri individu untuk melalukan sesuatu.

Para Ilmuwan telah banyak menyingkap peran faktor-faktor fisik dan kimiawi dalam memengaruhi gen. Tetapi dalam buku ini dibahas pula mengenai bagaimana cara mengaktifkan gen, yaitu dengan berpikir positif dalam membangun gen-gen yang bermanfaat. Pada dasarnya kita harus melihat segala sesuatu dengan positif. Hal ini dikarenakan pikiran memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap setiap orang. Hampir sama dengan realita kehidupan ketika orang mengatakan berfikirlah positif pada teman-teman mereka yang bermasalah.

Tidak hanya dari faktor keturunan. Jika kita perhatikan, ternyata memang benar sikap dan lingkungan dapat mengubah gen kita. Hal ini sangat dekat dengan kehidupan kita, atau bahkan kita juga mengalamainya. Dengan contoh seseorang yang kecerdasan otaknya rendah akan dapat menjadi lebih cerdas ketika ia dapat berinteraksi dengan dunia yang lebih luas, dunia yang mau mendukung dirinya untuk berkembang.

Ada juga orang yang secara keseluruhan baik namun akan menjadi berubah negatif ketika ia terus menerus berinteraksi dengan lingkungan yang tidak baik. Hal ini dapat terjadi karena gen-gen negatif dalam dirinya terangsang untuk menyala. Saya rasa hal ini tidak bertentangan dengan sosiologi yang saya pelajari.

Tidak hanya membahas tentang DNA yang saya akui rumit dan berbau sains saja yang penulis paparkan, dalam buku ini juga terdapat banyak pelajaran kehidupan yang sangat memotivasi, seperti halnya saya yang sejak awal membaca buku ini sangat pesimis karena latar belakang saya adalah siswa jurusan ilmu sosial dan ditakut-takuti dengan kata DNA. Satu demi satu manfaat tulisan dalam buku ini saya rasakan saat membaca bagian-bagiannya. Entah hanya kebetulan atau tidak, yang pasti saya beranggapan ada banyak unsur kebenaran dari buku ini.

Kembali mengenai cetak biru. Ajaibnya cetak biru kehidupan ini membuat siapa saja yang mencoba mengerti menjadi takjub. Ya luar biasa memang, dari gen yang amat sangat kecil dapat memengaruhi banyak faktor-faktor genetik lainnya. Tidak hanya itu, gen juga dapat memengaruhi kecerdasan seseorang berdampingan dengan faktor lingkungan, tersimpannya informasi genetika dalam cetak biru juga merupakan sesuatu yang sangat menakjubkan.

Dan sekarang coba kita renungkan. Jika ada yang luar biasa semacam gen, pasti ada kekuatan dahsyat yang ada di baliknya. Walaupun saya telah menyadari adanya Tuhan dalam hidup saya, namun saya mencoba menyesuaikan dengan buku yang saya baca ini. Dalam keterkaitan ilmu pengetahuan dengan Ketuhanan yang dibahas saya sangat setuju dengan bahasan perkembangan dalam rekayasa genetika tidak boleh melanggar hukum alam.

Kesadaran inilah yang nantinya akan menyelamatkan ilmu pengetahuan nantinya. Sejauh kita menyadari kekuatan alam tidaklah menjadi masalah. Pertanyaan yang tengah dikemukakan saat ini adalah sejauh mana seharusnya kita melanjutkan teknologi modifikasi genetik?

Dari sudut pandang seseorang yang terlibat dalam penelitian genetika, modifikasi genetik itu sendiri tidaklah buruk, karena hal tersebut adalah sesuatu yang telah ada sejak dahulu kala. Nenek moyang kita mengembangkan varietas-varietas tumbuhan menggunakan metode klasik untuk modifikasi genetik yakni kawin silang. Lebih baru-baru ini, mutasi genetik telah dikembangkan sebagai alternatif dari polinasi silang.

Semakin majunya ilmu pengetahuan terkadang menjadikan keresahan tersendiri. Secanggih apapun teknologi dan ilmu berkembang, tidaklah mungkin kita melanggar hukum alam. Modifikasi genetik tidak melanggar hukum alam juga tidak menjadikan yang tidak mungkin menjadi mungkin. Dari semua yang terjadi kuat kita rasakan adanya kehadiran sesuatu yang agung, Tuhan. Tidak ada salahnya jika kita hidup dengan keselarasan, begitu juga ilmu pengetahuan.

Pengingkaran terhadap hukum alam bukanlah suatu penghargaan bahwa ilmu telah menjadi agung dan harus diagung-agungkan. Sepantasnya apa yang sudah ditemukan tetap didasarkan pada niat yang mulia untuk kemaslahatan bersama, menjadikan penemuan-penemuan itu sebagai ungkapan rasa syukur dan terimakasih atas hidup yang telah dijalani, menjadikan semakin kentalnya pikiran positif, ulet dan keberanian. Istilah takdir juga hal penting dalam perkembangan ilmu dan teknologi yang ditulis dalam buku ini dengan kata yang berbeda, yakni segala yang terjadi pada kita perlu terjadi.

Perlu diberi garis bawah, dengan berfikir positif akan membangkitkan gen-gen yang bermanfaat, selalu peka dan terinspirasi akan membuat kita awet muda dan panjang umur, informasi baru dapat mengubah gen kita, dan niat baik akan memberikan efek positif pada gen.

Dari semua yang sudah diungkapkan, kembali lagi secanggih apapun penemuan dan teknologi, yang paling utama adalah kesadaran ada kekuatan yang maha hebat yang jauh unggul dari kita, dan bukan berarti hidup kita hanya diisi dengan kepasrahan. Senantiasa menjadikan penemuan sebagai kebaktian di masyarakat. Jangan sampai adanya ilmu pengetahuan digunakan untuk berusaha mengingkari sesuatu yang agung. Betapa tidak maha hebatnya kuasa agung, yang telah menciptakan alam dan kepandaian pada kita.

Harus kita yakini dari cetak biru kehidupan yang teramat kecil dapat tergambar semua informasi genetik, lalu bagaimana dengan kekuatan agung yang ada di balik semua ini? Pantas dan seharusnya kita katakan memang Tuhan dalam gen kita.

 

Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Bidikmisi Blog Award di Universitas Negeri Semarang. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan.

• Minggu, November 29th, 2015

ESAI

Mendongkrak Minat Baca Siswa

Melalui Perpustakaan Sekolah

Oleh : Ratna Aprilia

Pendahuluan

“Jantung Peradaban Dunia!”. Tidak berlebihan jika kita memberikan julukan ini untuk perpustakaan. Tempat yang di dalamnya tersimpan banyak pengetahuan dalam bentuk buku, koran, majalah, hingga digital. Dengan adanya perpustakaan, kita dapat mengetahui banyak pengetahuan.

Perpustakaan sangat penting bagi suatu peradaban karena keberadaan perpustakaan dapat menunjang berbagai ilmu dan perkembangan teknologi. Mari kita ingat kembali pada kejayaan Islam masa kepemimpinan Harun Ar-Rasyid. Pada masanya, peradaban menjadi sangat maju. Mengapa? Hal ini tidak lepas dari perhatian mereka terhadap pengetahuan. Mereka gemar membaca dan menulis sehingga pada saat itu juga dibangun perpustakaan besar yang membuat banyak ilmuwan dari penjuru dunia datang untuk belajar di sana.

Begitu juga dengan perpustakaan sekolah yang akan memudahkan para siswa untuk menambah materi serta kegiatan lainnya. Majunya perpustakaan sekolah sangat bergantung pada kesadaran sekolah akan pentingnya perpustakaan dan majunya perpustakaan akan mendukung majunya sekolah tersebut.

Keberadaan perpustakaan tidak dapat terlepas dari kegiatan membaca dan menulis -keduanya sangat didukung dengan adanya perpustakaan. Kegiatan membaca merupakan kebutuhan setiap orang terutama para siswa dalam memenuhi dan menyiapkan masa depan yang lebih baik sehingga sangat tepat jika perpustakaan mendukungnya dengan aneka buku bacaan. Begitu juga dengan kegiatan menulis. Seorang penulis tidak akan dapat menciptakan karya yang bagus tanpa rajin membaca. Dengan demikian keterkaitan baca tulis dengan perpustakaan sangat erat (Anonim, 2015). Bagaimana perpustakaan akan ramai pengunjung jika kita enggan membaca dan menulis?

Sangat disayangkan, banyak di antara kita yang kurang menyadari akan pentingnya buku dan perpustakaan. Dengan alasan yang hampir sama, banyak siswa yang mengaku sungkan untuk mengunjungi perpustakaan karena menurut mereka membaca buku di perpustakaan adalah hal yang membosankan. Padahal jika kita rajin mengunjungi dan membaca di perpustakaan, akan banyak pengetahuan yang kita dapat.

Terkadang keadaan perpustakaan yang kurang strategis dan kurang tertata juga dapat mempengaruhi minat baca di perpustakaan sehingga perlu adanya rekontruksi pada perpustakaan sekolah. Permasalahannya adalah bagaimana cara efektif untuk meningkatkan minat baca para siswa sebagai upaya menjaga dan memelihara perpustakaan sekolah?

Definisi Perpustakaan

Menurut UU Perpustakaan bab 1 pasal 1, perpustakaan adalah institusi yang mengumpulkan pengetahuan tercetak dan terekam, mengelolanya dengan cara khusus guna memenuhi kebutuhan intelektualitas para penggunanya melalui beragam cara interaksi pengetahuan. Secara sederhana perpustakaan dapat kita artikan sebagai tempat untuk mengakses informasi baik berupa media cetak ataupun elektronik.

Kebanyakan sekolah kini telah menyediakan perpustakaan di lingkungan sekolah. Hal ini disebabkan sekolah telah menyadari pentingnya perpustakaan untuk menunjang proses pembelajaran. Sedangkan dalam paradigma baru, perpustakaan dapat diartikan sebagai sesuatu yang hidup, dinamis, memberikan inovasi dan kreativitas sehingga perpustakaan menjadi sesuatu yang atraktif, interaktif, mendidik, dan sarana rekreasi bagi para pengunjung (Hermawan dan Zen, 2010).

Realita Perpustakaan Saat Ini

Pada saat ini, kesadaran akan pentingnya perpustakaan sekolah bagi para siswa masih rendah. Banyak siswa yang mengunjungi perpustakaan hanya saat mereka mendapatkan tugas yang berkaitan dengan perpustakaan. Selain itu, semangat baca yang rendah dari para siswa juga berpengaruh terhadap kehadiran mereka di perpustakaan.

Anggapan bahwa perpustakaan hanya berisi buku menyebabkan siswa jenuh berlama-lama di perpustakaan. Akan tetapi, perpustakaan yang sudah dilengkapi dengan benda elektronik dan jaringan internet pun belum dinilai ideal. Banyak pula siswa datang ke perpustakaan yang ber-wifi hanya untuk mengakses media sosial seperti facebook, twitter, dan hal lain yang kurang bermanfaat. Ini juga menjadi realita yang sering terjadi walaupun tidak dipungkiri realita siswa yang menggunakan perpustakaan sebagaimana mestinya.

Penyebab Rendahnya Minat Baca Siswa

Sepinya pengunjung perpustakaan merupakan realita yang harus diidentifikasi penyebabnya sebab dengan mengetahui penyebab masalah kita akan dapat mencari jalan keluarnya. Salah satu faktor penghambatnya yaitu minat baca siswa yang rendah. Banyak siswa berpendapat bahwa belajar dengan membaca di perpustakaan adalah hal membosankan karena membutuhkan waktu lama dan konsentrasi yang tinggi. Kebanyakan dari mereka menganggap bahwa belajar di kelas dengan mendengarkan guru mereka mengajar sudah cukup, padahal dengan membaca buku secara langsung dapat membuat mereka lebih mengetahui detil suatu hal atau materi.

Selain itu ada anggapan bahwa perpustakaan hanyalah tempat penyimpanan buku. Pandangan semacam ini sudah umum berkembang di masyarakat sehingga perlu adanya tindakan yang lebih kreatif dari pustakawan sekolah. Sayangnya, kreativitas pustakawan tersebut juga dirasa masih kurang menarik minat baca siswa sehingga perpustakaan masih saja terlihat sepi.

Faktor lainnya yaitu lokasi perpustakaan yang terkadang kurang strategis, jauh dari jangkauan para siswa. Selain itu, tidak setiap perpustakaan dilengkapi dengan sarana pendukung seperti masjid dan kamar mandi. Kurangnya promosi baik dari pihak sekolah maupun pustakawan menyebabkan siswa kurang mengerti akan manfaat perpustakaan sekolah. Koleksi buku yang kurang menarik dan kurangnya kegiatan di perpustakaan. Kurangnya fasilitas di perpustakaan seperti belum adanya jaringan internet, komputer di perpustakaan, AC dan perangkat pendukung lainnya akan menimbulkan siswa enggan mengunjungi perpustakaan dengan alasan ‘di sana hanya ada buku’ (Fauzihmi, 2015).

Pernyataan serupa juga dituturkan Bapak Setyo Budi Pramono, selaku staf di perpustakaan daerah kabupaten Purbalingga. Menurutnya hal yang memungkinkan menjadi penyebab rendahnya minat baca dan kunjungan ke perpustakaan sekolah bisa jadi karena koleksi buku yang masih kurang, banyak didominasi dengan buku pelajaran, dan fasilitas yang kurang mendukung. Memang pada kenyataannya banyak perpustakaan sekolah yang hanya menyediakan buku pelajaran saja. Hal ini membuat para siswa malas mengunjungi perpustakaan. Di samping hal tersebut, para siswa lebih tertarik terhadap informasi yang dikemas dengan kemasan yang unik dan canggih sedangkan di perpustakaan sekolah masih banyak informasi berbentuk media cetak.

Solusi untuk menarik minat baca siswa

Untuk mengatasi rendahnya minat baca siswa, perlu diadakan berbagai upaya solutif. Solusi pertama, membangun budaya membaca. Dengan membiasakan siswa membaca maka siswa akan merasa semakin membutuhkan banyak buku untuk dibaca sehingga mereka akan memanfaatkan perpustakaan sekolah sebagai sarana pemenuhan kebutuhan membaca yang disediakan secara gratis oleh sekolah. Untuk meningkatkan semangat membaca para siswa, perlu juga diadakan kerjasama dengan para guru. Ada baiknya jika dalam 1 bulan tiap guru memberikan materi pembelajaran di ruang perpustakaan, dan tentunya ini menggunakan jadwal agar suasana di perpustakaan tetap dalam keadaan kondusif. Bisa juga dengan mewajibkan para siswa untuk membaca beberapa buku dalam tiap semester.

Kedua, menerapkan prinsip kenyamanan dalam penataan ruang perpustakaan. Secara umum penataan ruang perpustakaan harus menarik dan menyenangkan serta mendukung proses pembelajaran di kelas. Selain itu, melengkapi sarana internet untuk memudahkan siswa dalam mencari informasi tertentu.

Ketiga, menjadikan perpustakaan sekolah sebagai pusat kegiatan siswa, artinya, mengupayakan setiap mata pelajaran menggunakan sumber yang ada di perpustakaan sebagai salah satu rujukan. Dengan demikian, perpustakaan bisa menarik siswa untuk datang dan belajar di perpustakaan.

Keempat, pihak pustakawan bisa mengadakan kerjasama dengan sekolah untuk mengadakan lomba-lomba yang berkaitan dengan literasi, seperti yang pernah dilakukan oleh perpustakaan MAN Purbalingga dengan mengadakan lomba meringkas buku nonfiksi. Hal ini merupakan salah satu langkah yang ampuh, karena dengan adanya lomba tersebut para siswa menjadi rajin mengunjungi dan mencari buku yang ingin mereka baca.

Kelima, melengkapi perpustakaan dengan perangkat teknologi. Perlengkapan komputer, jaringan internet, AC atau kipas angin, proyektor dan ruang membaca yang nyaman menjadi sangat urgen. Teknologi yang telah disediakan di perpustakaan akan sangat membantu siswa untuk mencari informasi bukan hanya dari buku.

Keenam, pelayanan yang ramah dan apresiatif. Dengan pelayanan ramah, siswa akan senang mengunjungi perpustakaan. Pustakawan yang telah terampil dalam pengelolaan perpustakaan baik pada penataan buku, kebersihan dan kenyamanan perpustakaan akan dapat menciptakan perpustakaan yang harmonis. Bahkan jika perlu, pustakawan memberikan apresiasi pada siswa yang rajin mengunjungi dan membaca di perpustakaan. Ini bisa menjadi batu loncatan agar para siswa rajin mengunjungi perpustakaan (Atmodiwiryo dan Yatmo, 2012).

Semua upaya di atas diharapkan bisa menumbuhkan minat baca yang tinggi dalam diri siswa. Apabila siswa menyadari bahwa buku merupakan bagian penting dari pembelajaran secara sadar mereka akan memanfaatkan buku-buku yang telah disediakan gratis melalui perpustakaan.

Kita sebagai generasi masa depan juga perlu mengetahui berbagai perkembangan melalui membaca. Bagaimana bangsa kita akan maju kalau para pemuda masih asing dengan membaca dan menulis. Coba perhatikan, pergerakan para pahlawan tidak hanya melalui peperangan, tapi juga dengan kegiatan membaca dan menulis.

Kesadaran membaca di perpustakaan akan semakin meningkat ketika kita sudah mulai ‘kecanduan’ akan pengetahuan. Ini merupakan kabar baik untuk semakin berkualitasnya sumber daya manusia Indonesia. Lantas akan diamkah kita? Jantung Peradaban Dunia! Ayo kita pelihara!!

            Kesimpulan

            Kegiatan membaca dan menulis merupakan hal yang sangat penting untuk kemajuan suatu peradaban. Adanya perpustakaan akan sangat mendukung kegiatan baca tulis. Perpustakaan sekolah juga merupakan bagian vital di lingkungan sekolah. Perpustakaan bukan hanya dapat kita manfaatkan untuk membaca saja, namun juga kegiatan mencari informasi dalam bentuk nonbuku. Sayangnya, semangat baca di perpustakaan masih tergolong rendah.

Rendahnya minat membaca dapat dipicu oleh beberapa hal. Seperti, minat baca siswa yang rendah; adanya anggapan bahwa perpustakaan hanya tempat penyimpanan buku; lokasi perpustakaan yang kurang strategis; kurangnya sarana pendukung perpustakaan; kurangnya sosialisasi dan koleksi buku sehingga perlu adanya tindakan untuk menanggulangi masalah ini. Upaya apapun tidak akan memberikan pengaruh yang besar, kecuali dengan mulai sadarnya para siswa akan pentingnya membaca dan menjaga perpustakaan. Jika siswa sudah menyadari hal tersebut, dengan sendirinya mereka menjadi ‘kecanduan’ membaca dan mengunjungi perpustakaan. Oleh karena itu, Jantung Dunia! Ayo kita pelihara!

Daftar Pustaka

Sumber Buku:

Anonim. 2015. Pedoman Lomba Penulisan Artikel Populer Tingkat Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015. Tidak dipublikasikan

Atmodiwiryo, Paramita dan Yandri, Yatmo. 2012. Pedoman Tata Ruang Perpustakaan Sekolah/Madrasah. Jakarta: Bee Media Indonesia

Hermawan, Rachman dan Zulfikar Zen. 2010. Etika Kepustakawanan. Jakarta: Sagung Seto

Sumber Wawancara:

Bapak Setyo Budi Pramono, selaku staf di perpustakaan daerah kabupaten Purbalingga

Sumber Internet

Fauzihmi, Fajar. 2015. Faktor Perpustakaan Sepi Pengunjung. Diakses dari https://googleweblight.com/?lite_url=https://fajargumilarrizqifauzihmi.blogspot.com/2015/02/7-faktor-perpustakaan-sepi-pengunjung.html?m%3D1&ei=sgYevG91&lc=id-ID&s=1&m=234&ts=1435148149&sig=AG8UculX1bk_SCB52K6F_fdQ1QFkyIsokQ (Diakses pada 21 April 2015 pukul 22.03)

 

Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Bidikmisi Blog Award di Universitas Negeri Semarang. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan.

 

• Minggu, November 29th, 2015

ESAI

JANGAN SAMPAI KEBANGKITAN NASIONAL BERUBAH MENJADI KEBANGKRUTAN NASIONAL

Oleh : Ratna Aprilia

Pendahuluan

“Kobarkan jiwa nasionalisme! Junjung tinggi rasa nasionalisme! Kembalikan kestabilan harga! Utamakan masyarakat kecil!” begitulah kalimat-kalimat yang sering terucap merdu ketika demonstrasi terjadi. Kalimat-kalimat yang penuh makna dalam, namun diucapkan tanpa penalaran. Ironisnya sebagian dari mereka adalah para pemuda yang sepantasnya mereka dapat menggugat kebijakan pemerintah melalui ide-ide cemerlang mereka, bukan dengan teriakan dan unjuk rasa. Lantas nasionalisme yang bagaimana yang mereka maksudkan? Apakah nasionalisme yang terucap hanya karena suapan lima puluh ribu rupiah dari oknum yang tidak bertanggungjawab?

Bukan! Bukan itu nasionalisme yang bangsa Indonesia harapkan. Tapi nasionalisme yang tumbuh dari hati setiap masyarakat Indonesia. Ya, ringkasnya adalah rasa cinta pada tanah air. Rasa cinta yang tulus rela berkorban demi negara. Berbicara mengenai nasionalisme, tindakan seperti apakah yang mencerminkan sebagai pemuda Indonesia yang bernasionalisme tinggi? Apakah pemuda yang mahir beradu fisik untuk mendapatkan gengsi sesama pemuda alias tawuran? Mungkinkah hanya menjadi manusia pasif yang tidak peduli dengan kehidupan bernegara? Atau yang rela berpanas-panasan mengikuti demonstrasi hanya karena uang lima puluh ribu rupiah?

Oh tentu saja bukan, kawan. Sebagai pemuda yang mempunyai rasa cinta tanah air dapat tercermin dari hal-hal yang amat sangat positif, misal saja dengan mengikuti kegiatan Pramuka yang didalamnya terdapat materi pembentukan karakter, turut serta dalam mematuhi aturan yang telah di berlakukan berdasarkan undang-undang, peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada negara, mendalami nilai-nilai Pancasila yang di jadikan sebagai dasar negara dan lain sebagainya.

Dari fenomena-fenomena diatas, apakah semua pemuda Indonesia sudah dan masih mempertahankan nasionalisme untuk bangsanya? Akankah kebangkitan nasional berubah menjadi kebangkrutan nasional? Teman-teman, ini adalah tugas kita bersama, mengembalikan semangat nasionalisme untuk bangsa kita, Indonesia tercinta.

Apakah itu Nasionalisme?

Nasionalisme merupakan suatu sikap di mana loyalitas tertinggi dari individu dicurahkan untuk negara dan bangsa. Secara luas nasionalisme dapat diartikan sebagai suatu sikap politik dan sosial dari kelompok-kelompok suatu bangsa yang mempunyai kesamaan kebudayaan, bahasa, dan wilayah, serta kesamaan cita-cita dan tujuan, dengan demikian kelompok tersebut merasakan adanya kesetiaan mendalam terhadap kelompok bangsa itu (Badrika, 2006).

Nasionalisme Indonesia dalam perkembanganya mencapai titik puncak setelah Perang Dunia ke-2 yaitu dengan di proklamasikannya kemerdekaan Indonesia. Munculnya nasionalisme Indonesia mempunyai kaitan erat dengan kolonialisme Belanda yang sudah beberapa abad lamanya berkuasa di Indonesia. Usaha untuk menolak kolonialisme inilah yang merupakan manifestasi dari penderitaan dan tekanan, yaitu lahirnya nasionalisme. Dengan adanya penetrasi oleh Belanda yang menyebabkan penderitaan yang begitu mendalam bagi rakyat Indonesia, hingga diberlakukannya kebijakan politik etis sebagai anggapan balas jasa atas penindasan yang dilakukan, yang juga menyadarkan akan pentingnya nasionalisme sehingga lahirlah organisasi nasional Budi Utomo pada 20 Mei 1908 atas gagasan Dr.Wahidin Sudirohusodo sebagai tonggak awal kebangkitan nasional dan pendorong lahirnya organisasi nasional lainnya.

Seberapa Pentingkah Nasionalisme Bagi Indonesia?

Bagi Negara Indonesia nasionalisme merupakan hal yang sangat vital, karena nasionalisme adalah pemersatu bangsa Indonesia yang terdiri dari banyak suku bangsa. Dengan adanya nasionalisme, keanekaragaman bangsa dapat disatukan dalam semboyan Bhineka Tunggal Ika. Tanpa adanya nasionalisme, persatuan Bangsa Indonesia tidak akan mungkin setangguh ini, mungkin sekali terjadi kesalahpahaman antar suku bangsa seperti konflik yang terjadi antara suku dayak dengan suku madura yang dikarenakan perbedaan stereotip, atau bahkan negara kita akan mudah di adu domba dan jatuh terjajah kembali. Tidak hanya itu nasionalisme juga sebagai identitas serta pengikat jati diri kita sebagai Bangsa Indonesia dihadapan masyarakat dunia.

Pada prinsipnya nasionalisme di indonesia didasarkan pada nilai-nilai Pancasila, yang menuntun masyarakat Indonesia agar senantiasa mengutamakan kepentingan nasional diatas kepentingan pribadi dan golongan, rela berkorban demi bangsa dan negara, saling mencintai dan menghargai sesama Bangsa Indonesia, serta menghormati dan menjaga hubungan baik dengan negara lain.

Sebenenarnya banyak hal yang dapat kita lakukan sebagi wujud dari rasa cinta kita pada tanah air. Misal saja dengan memaknai upacara bendera sebagai penghargaan dan penghormatan pada para pahlawan, bukan sekedar seremonial. Turut serta menyumbangkan pemikiran-pemikiran dalam rangka memajukan negara. Mengembangkan kreativitas dan berkarya sesuai dengan potensi yang dimiliki. Menggunakan produk dalam negeri juga merupakan salah satu wujud nasionalisme.

Jangan Phobia dengan Globalisasi!

Globalisasi telah memberikan dampak yang luas bagi bangsa Indonesia, kususnya generasi muda. Dampak negatif dari globalisasi antara lain terlihat dari banyaknya generasi muda yang berkiblat pada bangsa barat, entah itu budaya maupun barang-barang dari barat. Budaya hedonisme yang banyak dianut generasi muda menjadi salah satu penyebab munculnya perilaku menyimpang. Hal ini dibuktikan dengan maraknya kasus miras, narkoba, vandalisme, free sex. Selain itu generasi muda lebih bangga menggunakan produk merk luar negeri dibandingkan menggunakan produk lokal.

Tidak menutup padangan bahwa masih banyak juga masyarakat yang masih peduli terhadap bangsanya, misal saja mereka yang berjuang dengan mengikuti olimpiade tingkat Internasional, semakin banyaknya penemuan-penemuan dari pemuda Indonesia seperti ditemukannya antivirus Smadav, munculnya animator asli Indonesia, dan masih banyak lagi pemuda yang semangat dalam mengobarkan jiwa nasionalisme.

Ada 2 faktor yang menyebabkan pudarnya nasionalisme dari masyarakat Indonesia yaitu faktor intern dan faktor ektern. Faktor intern yang dimaksud diantaranya adalah kurangnya kemauan masyarakat Indonesia untuk memahami arti nasionalisme yang sesungguhnya, sehingga berakibat pada kurangnya tindakan yang mencerminkan rasa nasionalisme. Hal ini dapat terjadi ketika setiap individu sibuk dengan kehidupan mereka, tanpa memperhatikan keselarasan bangsanya. Timbulnya etnosentrisme yang menganggap sukunya lebih baik dari suku-suku lainnya juga dapat menjadikan pudarnya semangat nasionalisme, karena ketika setiap suku bangsa menganggap suku mereka lah yang paling baik daripada suku lainnya, hal ini akan menjadi bahaya jika keadaan terus meruncing, tidak menutup kemungkinan bahwa nantinya akan terjadi perang saudara (Cahya, 2010).

Faktor ekstern yang menjadi penyebab lunturnya nasionalisme di kalangan generasi muda adalah adanya globalisasi yang menyebabkan budaya asing masuk ke Indonesia secara bebas dan kurangnya filterisasi dari masyarakat Indonesia sendiri. Sehingga menyebabkan mayoritas masyarakat Indonesia, terlena dan lupa akan hal yang seharusnya mereka utamakan, semakin rendahnya local genius juga berpengaruh terhadap dampak globalisasi yang tidak sempurna. (Cahya, 2010).

Perlu Kerjasama untuk Meningkatkan Semangat Nasionalisme

Untuk mengembalikan semangat nasionalisme di kalangan generasi muda, perlu diadakan kerjasama antara keluarga, sekolah, dan pemerintah. Dalam keluarga, seharusnya orang tua memberikan pendidikan sejak dini pada anak-anak mereka tentang sikap nasionalisme dan patriotisme, memberikan contoh dan perilaku tentang rasa kecintaan dan penghormatan pada bangsa, memberikan pengawasan yang menyeluruh kepada anak terhadap lingkungan sekitar, dan selalu menggunakan produk dalam negeri.

Selain itu dunia pendidikan juga sangat perlu, karena di dalam pendidikan juga diberikan pelajaran tentang pendidikan pancasila, kewarganegaraan dan juga bela negara, ditanamkan sikap cinta tanah air dan menghormati jasa pahlawan dengan mengadakan upacara setiap hari Senin, serta diberikan pendidikan moral, sehingga para pemuda tidak mudah menyerap hal-hal negatif yang dapat mengancam ketahanan nasional.

Pemerintah juga sebaiknya menggalakan berbagai kegiatan yang dapat meningkatkan rasa nasionalisme dan patrotisme, seperti seminar dan pameran kebudayaan. Mewajibkan pemakaian batik kepada pegawai negeri sipil setiap hari Jumat. Hal ini dilakukan karena batik merupakan salah satu kebudayaan asli Indonesia, yang diharapkan dengan kebijakan tersebut dapat meningkatkan rasa nasionalisme dan patrotisme bangsa. Dan ada baiknya jika pemerintah lebih mendengarkan dan menghargai aspirasi pemuda untuk membangun Indonesia agar lebih baik lagi (Faneniintan, 2013).

Seharusnya Kita Bangga

Kita harus bangga lahir di negara yang sangat kaya akan sumber daya alam, kaya akan budaya, banyak meraih prestasi, serta mampu bersaing dalam perdagaangan internasional. Mengapa tidak? Kekayaan alam yang begitu besar yang dapat kita kelola dengan baik akan memberikan banyak manfaat, luasnya perairan Indonesia yang mempunyai beranekaragam jenis makhluk hidup, daerah pertanian yang luas lagi subur dan banyaknya pertambangan yang tersebar luas di berbagai wilayah. Dengan banyaknya serta beragamnya suku bangsa di Indonesia menjadikan Indonesia kaya akan ragam budaya. Perlu diketahui juga telah banyak kebudayaan Indonesia yang berkembang di luar negeri, seperti halnya musik keroncong, seni gamelan, kerajinan batik dan masih banyak lagi kebudayaan Indonesia yang populer.

Tidak hanya itu, banyak prestasi membanggakan yang telah diraih generasi muda Indonesia, prestasi tersebut anatara lain keberhasilan meraih Juara pada ajang Asia Pacific ICT Alliance (APICTA), kompetisi matematika tingkat Internasional, Wushu Indonesia dengan 2 medali emas, 5 perak dan 2 perunggu pada wushu junior di Singapura, lomba desain perangko yang diadakan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dan lain sebagainya (Vinaroslia, 2013).

Dan sekarang mari kita lihat pada skill bangsa kita yang mampu bersaing dalam perdagangan internasional. Misalnya saja Baterai ABC, traktor merk Quick, Aqua, Knalpot Mercedes Benz, Bin House yang merupakan koleksi dari berbagai jenis kain di Indonesia yang pasarannya telah mendunia dan masih banyak lagi produk Indonesia yang ternyata digemari masyarakat di luar negeri (Adipala, 2013). Ini merupakan bukti bahwa negara kita sudah cukup hebat. Lalu mengapa kita sendiri justru malu menggunakannya dan lebih senang pada barang impor (anonim, 2012)?

Sebagai generasi bangsa, kita harus lebih mencintai Indonesia, saling menjaga keutuhan negara, mencintai produk dalam negeri, nguri-uri budaya, dan berusaha berprestasi untuk Indonesia minimal kita bisa berperilaku baik serta mematuhi aturan yang telah di berlakukan. Tidak ada alasan untuk malu dengan mengakui keunggulan bangsa sendiri. Jangan sampai kebangkitan nasional berubah menjadi kebobrokan nasional.

Kesimpulan

Nasionalisme merupakan suatu sikap di mana loyalitas tertinggi dari individu dicurahkan untuk negara dan bangsa. Nasionalisme di Indonesia awalnya lahir sebagai wujud perlawanan bangsa terhadap kolonialisme. Nasionalisme merupakan hal yang sangat penting bagi bangsa Indonesia. Namun, pada dewasa ini semangat nasionalisme di hati masyarakat Indonesia khususnya dikalangan pemuda kian merosot, perubahan ini dapat kita lihat dari polah dan tingkah laku para pemuda yang telah banyak menyimpang dari aturan yang tertuang dalam UUD 1945 dan Pancasila. Tidak dipungkiri juga, bahwa masih ada juga pemuda yang gigih memperjuangkan nasionalisme agar terus berkembang. Setelah kita mencari akar masalah, ternyata ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadi lunturnya nasionalisme Indonesia yang sedikit demi sedikit sedang dan telah kita cari solusinya. Harapan saya, dengan adanya tulisan ini mampu memotivasi khususnya untuk saya sendiri serta teman-teman semua, agar kita bisa lebih memahami dan memaknai nasionalisme dalam artian yang sebenarnya.

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Badrika, I Wayan. 2006. Sejarah untuk SMA kelas XI. Hal 182. Jakarta:Erlangga.

Cahya. 2010. Faktor-faktor Penyebab Lunturnya Nasionalisme. Diakses dari https://cahya-setyawan.tumblr.com/post/33307776172/faktor-faktor-penyebab-lunturnya-nasionalisme-dari (Diakses pada 23 April 2014 pukul 14.57)

Faneniintan. 2013. Lunturnya Rasa Nasionalisme di Kalangan Remaja. Diakses dari https://faneniintan.files.wordpress.com/2013/03/makalah-pkn-1.pdf (Diakses pada 23 April 2014 pukul 15.23)

Vinarosalia. 2013. Prestasi-prestasi yang diraih oleh anak bangsa. Diakses dari https://vinaroslia.blogspot.com/2013/09/prestasi-prestasi-yang-diraih-oleh-anak.html (Diakses pada 27 April 2014 pukul 09.03)

Adipala. 2013. Produk indonesia yang mendunia. Diakses dari https://www.adipala.com/news/produk-indonesia-yang-mendunia/ (Diakses pada 23 April 2014)

 

• Minggu, November 29th, 2015

ESAI

BANGSA BERSATU KARENA BAHASA

Oleh : Ratna Aprilia

 Pendahuluan

“Tak kenal maka tak sayang” begitulah pepatah mengatakan. Ini adalah kata-kata halus yang pantas dilontarkan pada kita semua yang masih asing dengan sejarah bahasa tanah air kita, ya Bahasa Indonesia. Mengapa tak kenal? Ini merupakan pertanyaan yang harus kita jawab bersama.

Sebagai generasi bangsa, sudah sepantasnya dan seharusnya kita mengetahui sejarah bangsa kita, salah satunya adalah sejarah Bahasa Indonesia, bahasa yang kita pergunakan setiap hari. Mirisnya, sebagian dari kita tidak mengambil pusing atas ketidaktahuan yang semu ini. Padahal Bahasa Indonesia erat kaitannya dengan proses terbentuknya bangsa Indonesia. Indonesia merupakan bangsa multicultural, yaitu sebuah bangsa yang memiliki beragam agama, budaya, serta bahasa. Melalui proses yang cukup panjang tercetuslah Basaha Indonesia sebagai bahasa persatuan yang diangkat dari bahasa Melayu pada saat dilaksanakan sumpah pemuda.

Rasa penasaran saya terhadap pengetahuan pemuda masa kini mengenai seluk beluk Bahasa Indonesia terjawab ketika saya bertanya pada teman-teman mengenai hal tersebut, banyak diantara mereka yang mengatakan belum tahu tentang sejarah Bahasa Indonesia. Namun, tidak menutup pandangan bahwasannya ada juga beberapa teman saya mengatakan bahwa mereka sedikit banyak tahu mengenai sejarah Bahasa Indonesia, hanya saja mereka tidak secara mendalam memahaminya.

Sekarang, yang seharusnya kita pikirkan adalah bagaimana cara mengenalkan kesejarahan Bahasa Indonesia sebagai rumpun dari Bahasa Melayu pada generasi bangsa. Mengapa perlu adanya pengenalan bahasa? Harapannya adalah kita bisa lebih memahami dan menghargai perbedaan serta mengutamakan persatuan, sebab bangsa kita bersatu lewat Bahasa Indonesia.

Sejarah Bahasa Melayu

Bahasa Melayu merupakan bagian terpenting dari kerabat Bahasa Austronesia dan berbagai bahasa lainnya dengan batasan luas, yang ada sejak sepuluh ribu tahun lalu dari peradaban Asia Timur (Collins, 2005). Pada perkembangannya, Bahasa Melayu di Nusantara mencapai puncak pada masa Kerajaan Sriwijaya. Tanpa adanya bahasa sebagai alat komunikasi, interaksi antar individu maupun suku akan terhambat. Penggunaan bahasa melayu di Nusantara dapat kita lihat bentuk peninggalannya yaitu pada batu nisan di Minye Tujoh Aceh pada tahun 1380, Prasasti Kedukan Bukit di Palembang pada tahun 683, Prasasti Talang Tuo di Palembang pada Tahun 684, Prasasti Kota Kapur di Bangka Barat pada Tahun 686, dan Prasati Karang Brahi di Bangko Merangi Jambi pada Tahun 688, peninggalan-peninggalan ini menjadi bukti bahwa Bahasa Melayu telah berkembang di Nusantara.

Ahli bahasa membagi perkembangan Bahasa Melayu ke dalam tiga tahap utama, yaitu Bahasa Melayu kuna sekitar abad ke-7 hingga abad ke-13, pada waktu itu Bahasa Melayu digunakan sebagai bahasa resmi yang digunakan di kerajaan, dalam keseharian digunakan juga sebagai bahasa perdagangan, berinteraksi dengan masyarakat di pasar dan pelabuhan (Collins, 2005). Kemudian Bahasa Melayu klasik yakni dengan mulai ditulisnya huruf Jawi (sejak abad ke-15). Peralihan dari Bahasa Melayu kuna menjadi Bahasa Melayu klasik dipengaruhi dengan masuknya agama Islam di Asia Tenggara pada abad ke-13. Selepas itu, Bahasa Melayu mengalami banyak perubahan dari segi kosa kata, struktur ayat dan tulisan. Menurut pemahaman saya, hal ini terjadi karena semakin berkembangnya pemikiran manusia yang mempengaruhi ragam budaya, salah satunya bahasa. Dan perkembangan selanjutnya adalah Bahasa Melayu Modern yang ditandai dengan muncul banyaknya tulisan-tulisan dengan Bahasa Melayu, seperti Hikayat Nahkoda Muda, Bustan al-Katibin karya Raja Ali Haji seorang raja istana Riau dan lain sebagainya (Krishadiawan, 2013).

Sudah lama Bahasa Melayu di Indonesia digunakan untuk saling berhubungan dengan antar suku bangsa, demikian juga saat orang-orang Eropa datang, mereka juga menggunakan Bahasa Melayu untuk berinteraksi dengan masyarakat Indonesia. Ketika pemerintah Belanda membutuhkan tenaga Indonesia yang mampu berbahasa Belanda, maka penggunaan Bahasa Melayu sedikit tergeser (Sutjianingsih dkk, 1989).

Hubungan Bahasa Melayu dengan Bahasa Indonesia

Setelah mengetahui sejarah tentang Bahasa Melayu, pertanyaan selanjutnya yang muncul adalah apa keterkaitan Bahasa Melayu dengan Bahasa Indonesia? Seperti kita ketahui bersama, bahwa Bahasa Indonesia diangkat dari Bahasa Melayu. Hal ini tidak dapat terlepas dari peristiwa penting yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan bahasa persatuan kita, yaitu peristiwa sumpah pemuda.

Sumpah pemuda adalah tonggak dalam sejarah pergerakan nasional bangsa Indonesia. Sumpah pemuda lahir merupakan hasil kongres pemuda kedua pada 27-28 Oktober 1928. Dalam sumpah pemuda ditegaskan cita-cita Indonesia, yaitu tanah air Indonesia, bangsa Indonesia dan Bahasa Indonesia. Mengapa bahasa turut serta didalamnya? Karena dengan bahasa, negara Indonesia yang terdiri atas banyak suku bangsa dan ragam budaya dapat menyatu membentuk semangat nasionalisme. Semangat inilah yang nantinya menjadi kristalisasi dalam mewujudkan negara Indonesia.

Saat perencanaan sumpah pemuda yang pertama, butir ketiga dalam sumpah pemuda belum mengakui Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Muhammad Yamin menyatakan hanya ada dua bahasa yang berpotensi menjadi bahasa persatuan, yakni Bahasa Melayu dan Jawa, walaupun masyarakat Indonesia mayoritas menggunakan Bahasa Jawa, namun Bahasa Melayu penggunaannya lebih luas dan lebih mudah dipahami secara umum, maka atas kesepakatan bersama diambillah Bahasa Melayu sebagai bahasa nasional. Namun, Mohammad Tabrani mengususlkan agar nama Bahasa Melayu disamakan dengan nama nusa dan bangsa Indonesia, walaupun unsur-unsurnya Melayu, pendapat itu dapat diterima oleh bersama dan lahirlah bahasa persatuan Indonesia yang pertama kali dikenal dengan istilah Bahasa Indonesia (Tempo, 2012).

Memilih sesuatu pasti ada dasarnya, begitu juga pemilihan Bahasa Melayu yang kemudian diangkat menjadi Bahasa Indonesia. Mengapa demikian? Muhammad Yamin selaku penggagas Bahasa Melayu sebagai bahasa nasional mempunyai beberapa alasan penting atas usulannya. Pertama, Bahasa Melayu telah sangat lama digunakan sebagai bahasa antar suku bangsa di Indonesia dalam kegiatan perdagangan, pers, penerbitan, lalu lintas darat dan laut. Kedua, diantara dua bahasa yang diajukan sebagai bahasa nasional, Bahasa Melayu lebih mudah dimengerti, karena tidak memiliki tingkatan tinggi rendah seperti yang ada pada Bahasa Jawa. Selain itu, Bahasa Melayu yang sederhana mudah dipelajari dan dikembangkan karena memiliki kelincahan dan kemampuan menyerap bahasa asing. Tak lepas dari itu adalah keikhlasan suku daerah lain untuk menggunakan Bahasa Melayu yang diangkat menjadi bahasa nasional, masing-masing suku tidak merasa bahasa mereka tersaingi, bahkan mereka juga menyadari akan potensi Bahasa Melayu dalam menyatukan bangsa Indonesia (Gunawan, 2005).

Adanya bahasa membuat kita lebih mudah berinteraksi dengan dunia luar, begitu juga peran Bahasa Melayu yang telah diadopsi menjadi bahasa nasional Indonesia dalam menyatukan bangsa. Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi negara dan bahasa persatuan yang digunakan untuk berkomunikasi antar suku bangsa. Pada masa kolonial Belanda, Bahasa Melayu yang telah diangkat menjadi Bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa kedua setelah Bahasa Belanda. Tidak hanya sebagai alat komunikasi tapi juga sebagai penyemangat persatuan. Perkembangan Bahasa Indonesia pada masa penjajahan Jepang mengalami kemajuan, karena penggunaan Bahasa Belanda dilarang dan diperbolehkan berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia.

Perkembangan Bahasa Indonesia

Pada saat ini penggunaan Bahasa Indonesia kian beragam. Dimulai dari penggunaan di dunia pendidikan sebagai pengantar dalam pembelajaran, dalam dunia pekerjaan dan pergaualan. Kita semua pasti tahu, kalau bahasa dapat berkembang. Ya, demikian juga dengan Bahasa Indonesia. Sekarang Bahasa Indonesia sedikit banyak berbeda dengan Bahasa Indonesia masa dahulu. Misalnya adalah penulisan kata tjinta yang kini berubah menjadi cinta, kata doeloe yang kini berubah menjadi dulu dan lain sebagainya. Apakah ini adalah hal yang salah? Tentu tidak, kawan. Bahasa kian berkembang dari masa ke masa. Dalam perkembangannya Bahasa Indonesia tidak menolak masuknya bahasa lain. Justru dengan adanya penyerapan dari bahasa lain dapat memperkaya Bahasa Indonesia terutama dari segi perbendaharaan kata. Walaupun demikian, struktur bahasa Indonesia masih tetap dalam kaidahnya. Masih senantiasa menunjukkan jati dirinya sebagai bangsa Indonesia (Kompas, 2012).

Masuknya kebudayaan dan bahasa asing ternyata juga memberikan dampak bagi keberlangsungan bahasa kita. Pasalnya, banyak diantara kita yang sama sekali belum tahu mengenai sejarah panjang lahirnya Bahasa Indonesia dan mereka lebih tertarik pada bahasa asing. Sebenarnya ini bukanlah masalah yang besar, namun jika kita biarkan terjadi, dikhawatirkan generasi kedepan akan menjadi buta pada sejarah bangsa. Jangan sampai seperti pribahasa “Kacang lupa Kulitnya”.

Andaikata kita secara kuat memegang pedoman dalam Bahasa Indonesia yang baik dan benar, kekhawatiran ini, tidak lagi menjadi ancaman. Justru menjadi suatu kebanggaan yang mana generasi Indonesia cakap dalam berbahasa. Apakah kiranya, hal yang menyebabkan kelalaian terhadap sejarah bahasa? Ada dua faktor yang menyebabkan lalainya kita pada bahasa. Yaitu faktor intern dan ekstern.

Faktor intern yang dimaksud adalah kurangnya kemauan masyarakat Indonesia untuk mengerti sejarah bahasa negaranya, sehingga berakibat pada kurangnya tindakan yang mencerminkan rasa bangga pada negara. Hal ini dapat terjadi ketika setiap individu sibuk dengan kehidupan mereka, penuh rasa acuh tak acuh dalam dirinya. Sedangkan faktor ekstern yang menjadi penyebab ketidaktahuan tentang bahasa kita adalah dibiusnya para pemuda dengan hal-hal baru yang penuh dengan fatamorgana yang seolah-olah menenggelamkan Bahasa Indonesia dari diri pemuda.

Dengan fenomena yang saat ini terjadi, misalnya adalah interaksi yang terjadi di kelas, banyak teman-teman saya yang lebih mengerti bahasa gaul daripada bahasa baku Indonesia, mereka mengaku kesulitan ketika diminta untuk berpendapat tentang suatu hal dengan Bahasa Indonesia yang baik dan benar, sementara ketika mereka bercerita tentang bahasan yang terkait pelajaran, dengan mudahnya mengucapkan kalimat Bahasa Indonesia dengan pelesetan-pelesetan bahasa. Dari hal kecil semacam ini gaya pemikiranpun akhirnya terpengaruh, amnesiapun terjadi. Parahnya lagi adalah pengorbanan para pahlawan, khususnya dalam merumuskan Bahasa Indonesia tidak tampak sama sekali dihadapan mereka.

Tidak semata-mata menghakimi masuknya bahasa dan kebudayaan asing di Indonesia sebagai hal yang salah. Nyatanya, dengan adanya pekembangan di dunia juga memberikan dampak positif bagi kita. Kita juga dituntut untuk mengetahui bahasa asing agar kita mengetahui pekembangan zaman, dan canggihnya teknologi. Memberikan motivasi untuk bisa mencintai Indonesia juga mempelajari dunia. Dengan bahasa kita dapat menggenggam dunia (Alhada, 2012).

Bukan hal sepele dan juga serius, tapi dampaknya sangat menjurus jika hal semacam ini kita biarkan. Peran guru sejarah dalam hal ini sangat berpengaruh. Dengan adanya pendidikan sejarah yang mengenalkan sejarah bangsa, salah satunya adalah sejarah lahirnya Bahasa Indonesia akan menorehkan ingatan dalam diri siswa bahwasannya kehebatan suatu bahasa dalam mempersatukan bangsa sangatlah luar biasa. Agar senantiasa memberikan toleransi dan mengutamakan persatuan.

Kesimpulan

Bahasa Melayu merupakan bagian terpenting dari kerabat Bahasa Austronesia dan berbagai bahasa lainnya dengan batasan luas, yang ada sejak sepuluh ribu tahun lalu dari peradaban Asia Timur. Ahli bahasa membagi perkembangan Bahasa Melayu ke dalam tiga tahap utama yaitu Bahasa Melayu kuna, Bahasa Melayu klasik dan Bahasa Melayu Modern.

Keterkaitan bahasa Melayu dengan Bahasa Indonesia telihat jelas pada peristiwa sejarah yang sangat penting yaitu Sumpah Pemuda. Namun, pada perkembangannya kini, banyak generasi bangsa kita yang sama sekali belum mengetahui tentang sejarah lahirnya bahasa nasional. Hal ini di pengaruhi oleh dua hal, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Dalam upaya pengenalan kesejarahan bahasa pada generasi bangsa perlu adanya kerjasama yang solid antara orang tua, sekolah, dan pemerintah. Harapan adanya pengetahuan tentang sejarah bangsa adalah para pemuda generasi bangsa dapat menerima dan menghargai adanya perbedaan, serta menyadari betapa pentingnya menjaga keutuhan bahasa sebagai pemersatu bangsa.

 

DAFTAR PUSTAKA

Collins, James. 2005. Bahasa Melayu Bahasa Dunia. Hal 1. Jakarta:  Yayasan Obor

Gunawan, Restu. 2005. Muhammad Yamin dan Cita-cita Persatuan Indonesia. Hal 138. Yogyakarta: Ombak

Sutjianingsih, dkk. 1989. Sejarah Pemikiran Tentang Sumpah Pemuda. Hal 29. Jakarta: Depdikbud

Sumber Internet :

Alhada. 2012. Cara Mengembalikan Jati Diri Bangsa. Diakses dari https://alhada-fisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail-42607-Makalah-Cara%20Mengembalikan%20Jati%20Diri%20Bangsa%20Indonesia.html (Diakses pada 2 Juni 2014 pukul 20.37)

Kompas.2012. Diakses dari https://bahasa.kompasiana.com/2012/09/24/penggunaan-bahasa-indonesia-zaman-sekarang-496222.html (Diakses pada 30 Mei 2014 pukul 16.03)

Krishadiawan. 2013. Sejarah dan Perkembangan Bahasa Melayu. Diakses dari https://gpswisataindonesia.blogspot.com/2014/01/sejarah-dan-perkembangan-bahasa-melayu.html (Diakses pada 28 Mei 2014 pukul 18.17 WIB)

Tempo. 2012. Awalnya Bahasa Melayu sebagai Bahasa Persatuan Nasional. Diakses dari https://www.tempo.co/read/news/2012/10/28/078438136/Awalnya-Bahasa-Melayu-sebagai-Bahasa-Persatuan (Diakses pada 28 Mei 2014 pukul 18.33 WIB)

 

 

 

 

Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Bidikmisi Blog Award di Universitas Negeri Semarang. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan.

• Kamis, November 19th, 2015
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Salam sejahtera bagi kita semua, Om Swastiastu, Nammo Buddhaya.
Dalam postingan pertama saya ini, saya tuliskan sedikit gagasan untuk mewakili suara hati pemuda Indonesia mengenai Indonesia Emas yang saya beri judul “Halo, apa kabar pemuda Indonesia?”. Mengapa saya menanyakan kabar pemuda Indonesia? Ya pemikiran ini lahir sebagai tanggapan dan keprihatinan kita terhadap perkembangan para pemuda Indonesia yang semakin cenderung tergerus oleh arus globalisasi.

Globalisasi, proses yang membawa pengaruh bagi seluruh negara di dunia termasuk negara kita, Indonesia. Sehingga, masyarakat kita khususnya pemuda sangat rawan terhadap dampak globalisasi. Bagaimana tidak? Banyak muncul berbagai penyimpangan akibat merembetnya globalisasi di kalangan pemuda. Mari kita lihat pada perubahan sikap para pemuda Indonesia. Dimana mereka yang seharusnya fokus belajar, memikirkan masa depan, peka terhadap lingkungan dan negara justru terlena oleh biusan fatamorgana globalisasi. Lantas mau bagaimana kita bisa menjadi negara yang lebih maju?

Pernahkah kita menyadari, mengapa hal semacam ini bisa terjadi? Ini juga sebagai akibat dari lemahnya kontrol, motivasi dan adaptasi kita terhadap perubahan yang dikarenakan globalisasi. Banyak terjadi penyimpangan yang pada dasarnya tidak mutlak sebagai dampak dari globalisasi. Penggunaan teknologi secara tidak bijaksana, lemahnya motivasi kita untuk menjadi lebih baik dengan memanfaatkan majunya teknologi dan ketidaksiapan kita untuk mengikuti perubahan zaman. Hal ini bisa kita lihat dari realita yang ada, banyak pemuda Indonesia yang tersandung kasus narkoba, miras, pemerkosaan dan lain-lain. Bahkan banyak di antara mereka yang berkiblat pada bangsa barat, yang mana sudah jelas bahwa kepribadian bangsa Indonesia sangat berbeda dengan bangsa barat. Budaya konsumerisme juga banyak menyebar di kalangan masyarakat Indonesia. Mereka lebih bangga dengan menggunakan produk dari luar negeri.

Padahal seharusnya kita lebih kuat mempertahankan eksistensi jati diri kita sebagai bangsa Indonesia yang memiliki peradaban dan kebudayaan sendiri. Bangsa kita adalah bangsa yang besar, kuat dan berintegritas tinggi, tapi mengapa kenyataannya tidak sesuai dengan teori yang ada? Kita bisa terus menjadi diri sendiri tanpa harus menutup hubungan dengan dunia luar. Dengan adanya hubungan internasional melalui globalisasi, seharusnya dapat menjadi cambuk bagi kita untuk memaksimalkan potensi yang ada di Indonesia. Kita tidak kalah dengan bangsa lain loh, banyak produk asli Indonesia yang ternyata digunakan oleh masyarakat luar negeri. Indonesia adalah bangsa yang subur, gemah ripah loh jinawi.

Untuk meminimalisi terjadinya degredasi moral, perlu kerjasama yang solid antara orang tua, masyarakat, sekolah dan pemerintah. Sebagaimana kita ketahui bahwa orang tua dan masyarakat merupakan bagian yang fundamental terhadap perkembangan individu, sedangkan sekolah adalah lembaga yang selain memberikan ilmu pengetahuan juga menerapkan semangat nasionalisme. Ada baiknya juga pemerintah memberikan apresiasi bagi masyarakat kita yang berhasil mengharumkan nama bangsa. Kita sebagai masyarakat Indonesia, alangkah lebih baiknya bisa mengabdikan diri pada negara, jika tidak minimal bisa menjadi warga negara yang baik. Tidak ada alasan untuk tidak mencintai negara kita, Indonesia!

Demikian yang bisa saya sampaikan. Semoga kita bisa menjadi warga negara yang baik dan bisa mengharumkan nama Indonesia. Atas segala salah saya mohon maaf dan terimakasih atas kesempatan yang diberikan.

Wassalamualaikum warrohmatullohi Wabarokatuh.

Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Bidikmisi Blog Award di Universitas Negeri Semarang. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan.