• Minggu, November 29th, 2015

ESAI

BANGSA BERSATU KARENA BAHASA

Oleh : Ratna Aprilia

 Pendahuluan

“Tak kenal maka tak sayang” begitulah pepatah mengatakan. Ini adalah kata-kata halus yang pantas dilontarkan pada kita semua yang masih asing dengan sejarah bahasa tanah air kita, ya Bahasa Indonesia. Mengapa tak kenal? Ini merupakan pertanyaan yang harus kita jawab bersama.

Sebagai generasi bangsa, sudah sepantasnya dan seharusnya kita mengetahui sejarah bangsa kita, salah satunya adalah sejarah Bahasa Indonesia, bahasa yang kita pergunakan setiap hari. Mirisnya, sebagian dari kita tidak mengambil pusing atas ketidaktahuan yang semu ini. Padahal Bahasa Indonesia erat kaitannya dengan proses terbentuknya bangsa Indonesia. Indonesia merupakan bangsa multicultural, yaitu sebuah bangsa yang memiliki beragam agama, budaya, serta bahasa. Melalui proses yang cukup panjang tercetuslah Basaha Indonesia sebagai bahasa persatuan yang diangkat dari bahasa Melayu pada saat dilaksanakan sumpah pemuda.

Rasa penasaran saya terhadap pengetahuan pemuda masa kini mengenai seluk beluk Bahasa Indonesia terjawab ketika saya bertanya pada teman-teman mengenai hal tersebut, banyak diantara mereka yang mengatakan belum tahu tentang sejarah Bahasa Indonesia. Namun, tidak menutup pandangan bahwasannya ada juga beberapa teman saya mengatakan bahwa mereka sedikit banyak tahu mengenai sejarah Bahasa Indonesia, hanya saja mereka tidak secara mendalam memahaminya.

Sekarang, yang seharusnya kita pikirkan adalah bagaimana cara mengenalkan kesejarahan Bahasa Indonesia sebagai rumpun dari Bahasa Melayu pada generasi bangsa. Mengapa perlu adanya pengenalan bahasa? Harapannya adalah kita bisa lebih memahami dan menghargai perbedaan serta mengutamakan persatuan, sebab bangsa kita bersatu lewat Bahasa Indonesia.

Sejarah Bahasa Melayu

Bahasa Melayu merupakan bagian terpenting dari kerabat Bahasa Austronesia dan berbagai bahasa lainnya dengan batasan luas, yang ada sejak sepuluh ribu tahun lalu dari peradaban Asia Timur (Collins, 2005). Pada perkembangannya, Bahasa Melayu di Nusantara mencapai puncak pada masa Kerajaan Sriwijaya. Tanpa adanya bahasa sebagai alat komunikasi, interaksi antar individu maupun suku akan terhambat. Penggunaan bahasa melayu di Nusantara dapat kita lihat bentuk peninggalannya yaitu pada batu nisan di Minye Tujoh Aceh pada tahun 1380, Prasasti Kedukan Bukit di Palembang pada tahun 683, Prasasti Talang Tuo di Palembang pada Tahun 684, Prasasti Kota Kapur di Bangka Barat pada Tahun 686, dan Prasati Karang Brahi di Bangko Merangi Jambi pada Tahun 688, peninggalan-peninggalan ini menjadi bukti bahwa Bahasa Melayu telah berkembang di Nusantara.

Ahli bahasa membagi perkembangan Bahasa Melayu ke dalam tiga tahap utama, yaitu Bahasa Melayu kuna sekitar abad ke-7 hingga abad ke-13, pada waktu itu Bahasa Melayu digunakan sebagai bahasa resmi yang digunakan di kerajaan, dalam keseharian digunakan juga sebagai bahasa perdagangan, berinteraksi dengan masyarakat di pasar dan pelabuhan (Collins, 2005). Kemudian Bahasa Melayu klasik yakni dengan mulai ditulisnya huruf Jawi (sejak abad ke-15). Peralihan dari Bahasa Melayu kuna menjadi Bahasa Melayu klasik dipengaruhi dengan masuknya agama Islam di Asia Tenggara pada abad ke-13. Selepas itu, Bahasa Melayu mengalami banyak perubahan dari segi kosa kata, struktur ayat dan tulisan. Menurut pemahaman saya, hal ini terjadi karena semakin berkembangnya pemikiran manusia yang mempengaruhi ragam budaya, salah satunya bahasa. Dan perkembangan selanjutnya adalah Bahasa Melayu Modern yang ditandai dengan muncul banyaknya tulisan-tulisan dengan Bahasa Melayu, seperti Hikayat Nahkoda Muda, Bustan al-Katibin karya Raja Ali Haji seorang raja istana Riau dan lain sebagainya (Krishadiawan, 2013).

Sudah lama Bahasa Melayu di Indonesia digunakan untuk saling berhubungan dengan antar suku bangsa, demikian juga saat orang-orang Eropa datang, mereka juga menggunakan Bahasa Melayu untuk berinteraksi dengan masyarakat Indonesia. Ketika pemerintah Belanda membutuhkan tenaga Indonesia yang mampu berbahasa Belanda, maka penggunaan Bahasa Melayu sedikit tergeser (Sutjianingsih dkk, 1989).

Hubungan Bahasa Melayu dengan Bahasa Indonesia

Setelah mengetahui sejarah tentang Bahasa Melayu, pertanyaan selanjutnya yang muncul adalah apa keterkaitan Bahasa Melayu dengan Bahasa Indonesia? Seperti kita ketahui bersama, bahwa Bahasa Indonesia diangkat dari Bahasa Melayu. Hal ini tidak dapat terlepas dari peristiwa penting yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan bahasa persatuan kita, yaitu peristiwa sumpah pemuda.

Sumpah pemuda adalah tonggak dalam sejarah pergerakan nasional bangsa Indonesia. Sumpah pemuda lahir merupakan hasil kongres pemuda kedua pada 27-28 Oktober 1928. Dalam sumpah pemuda ditegaskan cita-cita Indonesia, yaitu tanah air Indonesia, bangsa Indonesia dan Bahasa Indonesia. Mengapa bahasa turut serta didalamnya? Karena dengan bahasa, negara Indonesia yang terdiri atas banyak suku bangsa dan ragam budaya dapat menyatu membentuk semangat nasionalisme. Semangat inilah yang nantinya menjadi kristalisasi dalam mewujudkan negara Indonesia.

Saat perencanaan sumpah pemuda yang pertama, butir ketiga dalam sumpah pemuda belum mengakui Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Muhammad Yamin menyatakan hanya ada dua bahasa yang berpotensi menjadi bahasa persatuan, yakni Bahasa Melayu dan Jawa, walaupun masyarakat Indonesia mayoritas menggunakan Bahasa Jawa, namun Bahasa Melayu penggunaannya lebih luas dan lebih mudah dipahami secara umum, maka atas kesepakatan bersama diambillah Bahasa Melayu sebagai bahasa nasional. Namun, Mohammad Tabrani mengususlkan agar nama Bahasa Melayu disamakan dengan nama nusa dan bangsa Indonesia, walaupun unsur-unsurnya Melayu, pendapat itu dapat diterima oleh bersama dan lahirlah bahasa persatuan Indonesia yang pertama kali dikenal dengan istilah Bahasa Indonesia (Tempo, 2012).

Memilih sesuatu pasti ada dasarnya, begitu juga pemilihan Bahasa Melayu yang kemudian diangkat menjadi Bahasa Indonesia. Mengapa demikian? Muhammad Yamin selaku penggagas Bahasa Melayu sebagai bahasa nasional mempunyai beberapa alasan penting atas usulannya. Pertama, Bahasa Melayu telah sangat lama digunakan sebagai bahasa antar suku bangsa di Indonesia dalam kegiatan perdagangan, pers, penerbitan, lalu lintas darat dan laut. Kedua, diantara dua bahasa yang diajukan sebagai bahasa nasional, Bahasa Melayu lebih mudah dimengerti, karena tidak memiliki tingkatan tinggi rendah seperti yang ada pada Bahasa Jawa. Selain itu, Bahasa Melayu yang sederhana mudah dipelajari dan dikembangkan karena memiliki kelincahan dan kemampuan menyerap bahasa asing. Tak lepas dari itu adalah keikhlasan suku daerah lain untuk menggunakan Bahasa Melayu yang diangkat menjadi bahasa nasional, masing-masing suku tidak merasa bahasa mereka tersaingi, bahkan mereka juga menyadari akan potensi Bahasa Melayu dalam menyatukan bangsa Indonesia (Gunawan, 2005).

Adanya bahasa membuat kita lebih mudah berinteraksi dengan dunia luar, begitu juga peran Bahasa Melayu yang telah diadopsi menjadi bahasa nasional Indonesia dalam menyatukan bangsa. Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi negara dan bahasa persatuan yang digunakan untuk berkomunikasi antar suku bangsa. Pada masa kolonial Belanda, Bahasa Melayu yang telah diangkat menjadi Bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa kedua setelah Bahasa Belanda. Tidak hanya sebagai alat komunikasi tapi juga sebagai penyemangat persatuan. Perkembangan Bahasa Indonesia pada masa penjajahan Jepang mengalami kemajuan, karena penggunaan Bahasa Belanda dilarang dan diperbolehkan berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia.

Perkembangan Bahasa Indonesia

Pada saat ini penggunaan Bahasa Indonesia kian beragam. Dimulai dari penggunaan di dunia pendidikan sebagai pengantar dalam pembelajaran, dalam dunia pekerjaan dan pergaualan. Kita semua pasti tahu, kalau bahasa dapat berkembang. Ya, demikian juga dengan Bahasa Indonesia. Sekarang Bahasa Indonesia sedikit banyak berbeda dengan Bahasa Indonesia masa dahulu. Misalnya adalah penulisan kata tjinta yang kini berubah menjadi cinta, kata doeloe yang kini berubah menjadi dulu dan lain sebagainya. Apakah ini adalah hal yang salah? Tentu tidak, kawan. Bahasa kian berkembang dari masa ke masa. Dalam perkembangannya Bahasa Indonesia tidak menolak masuknya bahasa lain. Justru dengan adanya penyerapan dari bahasa lain dapat memperkaya Bahasa Indonesia terutama dari segi perbendaharaan kata. Walaupun demikian, struktur bahasa Indonesia masih tetap dalam kaidahnya. Masih senantiasa menunjukkan jati dirinya sebagai bangsa Indonesia (Kompas, 2012).

Masuknya kebudayaan dan bahasa asing ternyata juga memberikan dampak bagi keberlangsungan bahasa kita. Pasalnya, banyak diantara kita yang sama sekali belum tahu mengenai sejarah panjang lahirnya Bahasa Indonesia dan mereka lebih tertarik pada bahasa asing. Sebenarnya ini bukanlah masalah yang besar, namun jika kita biarkan terjadi, dikhawatirkan generasi kedepan akan menjadi buta pada sejarah bangsa. Jangan sampai seperti pribahasa “Kacang lupa Kulitnya”.

Andaikata kita secara kuat memegang pedoman dalam Bahasa Indonesia yang baik dan benar, kekhawatiran ini, tidak lagi menjadi ancaman. Justru menjadi suatu kebanggaan yang mana generasi Indonesia cakap dalam berbahasa. Apakah kiranya, hal yang menyebabkan kelalaian terhadap sejarah bahasa? Ada dua faktor yang menyebabkan lalainya kita pada bahasa. Yaitu faktor intern dan ekstern.

Faktor intern yang dimaksud adalah kurangnya kemauan masyarakat Indonesia untuk mengerti sejarah bahasa negaranya, sehingga berakibat pada kurangnya tindakan yang mencerminkan rasa bangga pada negara. Hal ini dapat terjadi ketika setiap individu sibuk dengan kehidupan mereka, penuh rasa acuh tak acuh dalam dirinya. Sedangkan faktor ekstern yang menjadi penyebab ketidaktahuan tentang bahasa kita adalah dibiusnya para pemuda dengan hal-hal baru yang penuh dengan fatamorgana yang seolah-olah menenggelamkan Bahasa Indonesia dari diri pemuda.

Dengan fenomena yang saat ini terjadi, misalnya adalah interaksi yang terjadi di kelas, banyak teman-teman saya yang lebih mengerti bahasa gaul daripada bahasa baku Indonesia, mereka mengaku kesulitan ketika diminta untuk berpendapat tentang suatu hal dengan Bahasa Indonesia yang baik dan benar, sementara ketika mereka bercerita tentang bahasan yang terkait pelajaran, dengan mudahnya mengucapkan kalimat Bahasa Indonesia dengan pelesetan-pelesetan bahasa. Dari hal kecil semacam ini gaya pemikiranpun akhirnya terpengaruh, amnesiapun terjadi. Parahnya lagi adalah pengorbanan para pahlawan, khususnya dalam merumuskan Bahasa Indonesia tidak tampak sama sekali dihadapan mereka.

Tidak semata-mata menghakimi masuknya bahasa dan kebudayaan asing di Indonesia sebagai hal yang salah. Nyatanya, dengan adanya pekembangan di dunia juga memberikan dampak positif bagi kita. Kita juga dituntut untuk mengetahui bahasa asing agar kita mengetahui pekembangan zaman, dan canggihnya teknologi. Memberikan motivasi untuk bisa mencintai Indonesia juga mempelajari dunia. Dengan bahasa kita dapat menggenggam dunia (Alhada, 2012).

Bukan hal sepele dan juga serius, tapi dampaknya sangat menjurus jika hal semacam ini kita biarkan. Peran guru sejarah dalam hal ini sangat berpengaruh. Dengan adanya pendidikan sejarah yang mengenalkan sejarah bangsa, salah satunya adalah sejarah lahirnya Bahasa Indonesia akan menorehkan ingatan dalam diri siswa bahwasannya kehebatan suatu bahasa dalam mempersatukan bangsa sangatlah luar biasa. Agar senantiasa memberikan toleransi dan mengutamakan persatuan.

Kesimpulan

Bahasa Melayu merupakan bagian terpenting dari kerabat Bahasa Austronesia dan berbagai bahasa lainnya dengan batasan luas, yang ada sejak sepuluh ribu tahun lalu dari peradaban Asia Timur. Ahli bahasa membagi perkembangan Bahasa Melayu ke dalam tiga tahap utama yaitu Bahasa Melayu kuna, Bahasa Melayu klasik dan Bahasa Melayu Modern.

Keterkaitan bahasa Melayu dengan Bahasa Indonesia telihat jelas pada peristiwa sejarah yang sangat penting yaitu Sumpah Pemuda. Namun, pada perkembangannya kini, banyak generasi bangsa kita yang sama sekali belum mengetahui tentang sejarah lahirnya bahasa nasional. Hal ini di pengaruhi oleh dua hal, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Dalam upaya pengenalan kesejarahan bahasa pada generasi bangsa perlu adanya kerjasama yang solid antara orang tua, sekolah, dan pemerintah. Harapan adanya pengetahuan tentang sejarah bangsa adalah para pemuda generasi bangsa dapat menerima dan menghargai adanya perbedaan, serta menyadari betapa pentingnya menjaga keutuhan bahasa sebagai pemersatu bangsa.

 

DAFTAR PUSTAKA

Collins, James. 2005. Bahasa Melayu Bahasa Dunia. Hal 1. Jakarta:  Yayasan Obor

Gunawan, Restu. 2005. Muhammad Yamin dan Cita-cita Persatuan Indonesia. Hal 138. Yogyakarta: Ombak

Sutjianingsih, dkk. 1989. Sejarah Pemikiran Tentang Sumpah Pemuda. Hal 29. Jakarta: Depdikbud

Sumber Internet :

Alhada. 2012. Cara Mengembalikan Jati Diri Bangsa. Diakses dari https://alhada-fisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail-42607-Makalah-Cara%20Mengembalikan%20Jati%20Diri%20Bangsa%20Indonesia.html (Diakses pada 2 Juni 2014 pukul 20.37)

Kompas.2012. Diakses dari https://bahasa.kompasiana.com/2012/09/24/penggunaan-bahasa-indonesia-zaman-sekarang-496222.html (Diakses pada 30 Mei 2014 pukul 16.03)

Krishadiawan. 2013. Sejarah dan Perkembangan Bahasa Melayu. Diakses dari https://gpswisataindonesia.blogspot.com/2014/01/sejarah-dan-perkembangan-bahasa-melayu.html (Diakses pada 28 Mei 2014 pukul 18.17 WIB)

Tempo. 2012. Awalnya Bahasa Melayu sebagai Bahasa Persatuan Nasional. Diakses dari https://www.tempo.co/read/news/2012/10/28/078438136/Awalnya-Bahasa-Melayu-sebagai-Bahasa-Persatuan (Diakses pada 28 Mei 2014 pukul 18.33 WIB)

 

 

 

 

Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Bidikmisi Blog Award di Universitas Negeri Semarang. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan.

Category: Uncategorized
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.
Leave a Reply