Perubahan Paradigman dalam Peradilan Pidana Anak

Perubahan mendasar dalam peradilan pidana Anak

Anak sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan memiliki peran penting dalam menentukan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Perlindungan terhadap anak, diperlukan untuk tetap menjaga keseimbangan kehidupan. Anak perlu mendapatkan serta menentukan kesempatan untuk dapat berkembang secara fisik dan psikis. Sebagai upaya untuk perlindungan terhadap anak yang dijamin oleh hukum dengan menerbitkan undang-undang.

Hak-hak atas anak dijamin oleh undang-undang dan dilindungi oleh negara. Paradigma yang dibangun dari masa ke masa mengalami perubahan sebagai dampak dari kehidupan yang dinamis dan terus bergerak. Paradigma dalam undang-undang no 3 tahun 1997 lebih menuju kepada penghukuman. Hal ini sebagaimana adanya pidana penjara, kurungan, denda atau denda. Pidana sebagai bagian yang bertujuan untuk upaya penjeraan. Berbeda dengan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012, undang-undang ini memiliki paradigma yang mendasar bahwa upaya perlindungan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum maka perlu sistem yang memang sesuai dengan kondisi serta memiliki kepentingan terhadap bagaimana perkembangan adak serta kebebasan anak untuk terus dapat melangsungkan kehidupan sosialnya. Pada undang-undang Nomor 11 tahun 2012 juga memiliki tujuan untuk melangsungkan keadilan restoratif, serta proses diversi.

Perubahan yang mendasar antara kedua undang-undang tersebut terletak pada proses serta tujuan yang menjadi ruh dalam penegakan hukum. Undang-undang Nomor 3 tahun 1997 pada pemidaanya hanya mengurangi hukuman, orang dewasa mendapat secara penuh atas ancaman pidana, sedangkan dalam peradilan anak, hanya mendapat setengahnya. Sehingga, berbeda dengan undang-undang Nomor 11 tahun 2012, dimana pemidanaan yang mengedepankan pendekatan keadilan restoratif serta bertujuan untuk pembinaan.

 

Perbandingan sanksi untuk anak pada Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997 dan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012

Sanksi untuk anak pada Undang-Udnang Nomor 3 tahun 1997 berupa pidana pokok dan pidana tambahan yang diatur dalam Pasal 23 sampai Pasal 32. Pidana pokok yang dijatuhkan terhadap anak nakal ialah pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda, dan pidana pengawasan. Sedang pidana tambahan berupa permabasan barang, dan ganti rugi. Selain pidana tersebut juga dilakukan tindakan, berupa pengembalian anak kepada orang tua/wali, menyerahkan pada negara untuk pendidikan, serta menyerahkan pada departemen sosial. Pidana yang diancamkan terhadap anak, berbeda dengan orang dewasa, yakni dikenakan ½ (setengah dari maksimum pidana bagi orang dewasa).

Berbeda dengan Undag-Undang Nomor 11 tahun 2012, sanksi pidana yang diancamkan dalam undang-undang ini berupa pidana pokok yaitu berupa pidana peringatan, pidana dengan syarat (pembinaan diluar lembaga, pelayanan masyarakat, pengawasan), pelatihan kerja, pembinaan dalam lembaga, pidana penjara. Serta ada pidana tambahan berupa perampasan keuntungan dari tindak idana, atau pemenuhan kewajiban adat. Perbedaan sangat mendasar dalam undang-undang ini dengan undang-undang sebelumnya. Pidana penjara, tidak menjadi pidana utama, melainkan jalan terakhir dengan tetap mempertimbangkn sisi kemanusiaan dari segi anak. Peran dari masyarakat serta kondisi lingkungan adat dalam undang-undang ini juga turut menjadi alternatif yang bertujuan sebagai bagian dari sanksi terhadap anak yang terlibat dalam hukum. Selain dari pidana, terdapat jug tindakan berupa pengembalian kepada orang tua atau wali, penyerahan kepada seseorang, perawatan, kewajiban mengikuti pendidikan,pencabutan surat izin mengemudi dan atau perbaikan akibat tindak pidana. Mengenai sanski dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 diatur dalam Pasal 69 hingga Pasal 83.

Tinggalkan sebuah komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: