Ritual Rambu Solok

imagesSiapa yang tidak kenal dengan Tana Toraja, tempat yang begitu banyak adat istiadat dan tempat tujuan wisata yang indah. Tana Toraja berjarak 300 kilometer dari Makassar, Sulawesi Selatan, menyimpan berbagai macam adat dan budaya leluhur yang diwariskan oleh nenek moyang mereka dan tetap lestari hingga kini. Tana Toraja, disamping terkenal sebagai kawasan wisata juga merupakan penghasil produksi pertanian di provinsi Sulawesi Selatan dan juga masyarakatnya terkenal sebagai pemegang teguh adat seperti masih adanya upacara kematian yang di sebut Rambu Solok.

Rambu Solok juga merupakan upacara yang meriah karena dilangsungkan selama berhari-hari. Waktu pelaksanaan Rambu Solo adalah siang hari, yaitu saat matahari condong ke barat dan biasanya memakan waktu dua sampai tiga hari, bahkan dua minggu bagi kalangan bangsawan.

Masyarakat Toraja percaya tanpa upacara penguburan ini maka arwah orang yang meninggal tersebut akan memberikan kemalangan kepada orang-orang yang ditinggalkannya. Orang yang meninggal hanya dianggap seperti orang sakit, karenanya masih harus dirawat dan diperlakukan seperti masih hidup dengan menyediakan makanan, minuman, rokok, sirih, atau beragam sesajian lainnya. Upacara pemakaman Rambu Solok adalah rangkaian kegiatan yang rumit ikatan adat serta membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Persiapannya pun selama berbulan-bulan. Sementara menunggu upacara siap, tubuh orang yang meninggal dibungkus kain dan disimpan di rumah leluhur atau tongkonan. Puncak upacara Rambu Solok biasanya berlangsung pada bulan Juli dan Agustus. Saat itu orang Toraja yang merantau di seluruh Indonesia akan pulang kampung untuk ikut serta dalam rangkaian acara ini. Kedatangan orang Toraja tersebut diikuti pula dengan kunjungan wisatawan mancanegara.

Dalam kepercayaan masyarakat Tana Toraja (Aluk To Dolo) ada prinsip semakin tinggi tempat jenazah diletakkan maka semakin cepat rohnya untuk sampai menuju nirwana.  Masyarakat setempat menganggap upacara  ini sangat penting, karena kesempurnaan upacara ini akan menentukan posisi  arwah orang yang meninggal tersebut, apakah sebagai arwah gentayangan (bombo), arwah yang mencapai tingkat dewa (to-membali puang), atau menjadi dewa  pelindung (deata). Dalam konteks ini, upacara Rambu Solo menjadi  sebuah “kewajiban”, sehingga dengan cara apapun masyarakat Tana Toraja akan  mengadakannnya sebagai bentuk pengabdian kepada orang tua mereka yang meninggal  dunia.

5 comments

Skip to comment form

  1. Keren kak, tambah gambar lain yang mendukung pasti lebih menarik

  2. keren kak, pembaca jadi tambah tahu kebudayaan Indonesia

  3. terimakasih informasinya

  4. nice info 🙂

  5. Info yg bgus ?

Leave a Reply

Your email address will not be published.

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: