Materi Ajar Antropologi Kelas X (Materi Pokok Ke-3) : Internalisasi Nilai-nilai Budaya dalam Pembentukkan Kepribadian dan Karakter

DSC_0765

Artikel dengan judul  Revolusi Mental melalui Nilai-nilai Tindak Tutur Bahasa Jawa untuk Indonesia yang Berkarakter ini dapat digunakan sebagai media pembelajaran antropologi kelas 10  mataeri pokok Internalisasi Nilai-nilai Budaya dalam Pembentukkan Kepribadian dan  Karakter.

 Revolusi Mental melalui Nilai-nilai Tindak Tutur Bahasa Jawa untuk Indonesia yang Berkarakter

          Interaksi yang dilakukan oleh individu-individu dalam masyarakat membutuhkan sarana untuk menyampaikan maksud yang akan disampaikan. Salah satunya yaitu melalui bahasa. Para ahli linguistik telah mengukuhkan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang secara genetik hanya dimiliki oleh manusia. Itu artinya bahwa binatang tidak mampu untuk melakukan komunikasi dengan bahasa. Indonesia sebagai bangsa yang majemuk tentu memiliki keragaman dalam bahasa menurut daerah masing-masing. Perlu ditegaskan bahwa setiap bahasa daerah memiliki struktur tata kebahasaan tersendiri. Oleh karena itu, bahasa yang digunakan di daerah tertentu memiliki arti yang berbeda-beda tergantung siapa yang memakai bahasa tersebut untuk berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Koentjaraningrat mengangkat bahasa sebagi salah satu dari tujuh unsur kebudayaan ke permukaan dunia. Ketujuh unsur yang dapat kita sebut sebagai isi pokok dari tiap kebudayaan  di dunia adalah : 1) bahasa, 2) sistem pengetahuan, 3) organisasi sosial, 4) sitem peralatan hidup dan teknologi, 5) sistem mata pencaharian hidup, 6) sistem religi, 7) kesenian (Koentjaraningrat 2009 : 165). Bahasa yang dimaksud dalam hal ini termasuk Bahasa Jawa sebagai bahasa ibu orang Jawa.

Bahasa Jawa memiliki struktur tersendiri dalam penggunaannya. Termasuk dalam hal ini sebagai sarana untuk mengkomunikasikan maksud dan tujuan yang hendak disampaikan kepada orang lain. Untuk mengkomunikasikannya pun harus melihat struktur sosial yang ada di dalam masyarakat Jawa terutama di daerah pedesaan yang masih  lebih menjunjung Bahasa Jawa sebagai alat komunikasi secara langsung. Selain sebagai struktur dalam masyarakat, terdapat nilai-nilai yang muncul pada bahasa yang dapat digunakan untuk membentuk suatu karakter dan ciri khas sebuah masyarakat. Struktur dalam bahasa masyarakat Jawa baik tingkatan (unggah-ungguh) dalam Bahasa Jawa itu sendiri maupun dalam penggunaan Bahasa Jawa (tindak tutur) dapat digunakan untuk menilik wacana revolusi mental yang gencar di-ShowUp oleh pemerintahan masa Jokowi-Jusuf Kala periode 2014-2019 ini.

Tindak Tutur dalam Bahasa Jawa

            Bahasa  Jawa merupakan bahasa yang hampir mendominasi bahasa daerah yang ada di Indonesia setelah bahasa Indonesia sendiri. Hal ini terjadi karena menyebarnya suku Jawa di seluruh pelosok  negeri. Suku bangsa Jawa yang dimaksud adalah mereka yang memiliki asal dari Jawa Tengah, Jawa Timur dan Daerah Istimewa Yogyakarta yang menjung nilai-nilai adat jawa dan menggunakan Bahasa Jawa sebagai bahasa komunikasi. Srtuktur Bahasa Jawa memiliki tingkatan yang disebut unggah-ungguh bahasa. Unggah-ungguh adalah tata krama atau tingkat penuturan pada bahasa Jawa, yang dalam praktek dan kenyataannya unggah-ungguh sangat berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian seseorang. Unggah-ungguh bahasa merupakan tuturan yang dipakai masyarakat Jawa dengan melihat situasi dan dengan siapa dia mengkomunikasikannya.

Bentuk unggah-ungguh Bahasa Jawa meliputi ngoko lugu, Ngoko alus, krama lugu, dan krama alus. Ngoko merupakan tingkatan bahasa yg terendah dalam bahasa Jawa yang dipakai untuk berbicara dengan orang yang sudah akrab atau dengan orang yg lebih rendah kedudukannya serta orang yg lebih muda. Ngoko lugu adalah bentuk unggah-ungguh bahasa Jawa yang semua kosakatanya berbentuk ngoko dan netral. Ngoko Alus adalah bentuk unggah-ungguh yang di dalamnya bukan hanya terdiri atas leksikon ngoko dan netral saja, melainkan juga terdiri atas leksikon krama inggil, krama andhap. Namun, leksikon krama inggil, krama andhap yang muncul untuk enghormati orang yang diajak berkomunikasi. krama lugu dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk krama yang kadar kehalusannya rendah tetapi tetap lebih halus dari ngoko alus. Krama alus merupakan bentuk Bahasa Jawa yang memiliki tingkat kehalusan paling tinggi.

Tindak tutur dalam masyarakat jawa ditentukan oleh kondisi yang ada dalam masyarakat. Kondisi tersebut dibentuk oleh beberapa faktor. Pertama yaitu usia. Masyarakat dengan usia yang lebih muda harus menggunakan bahasa krama kepada yang lebih tua sedangkan yang tua boleh menggunakan bahasa krama maupun bahasa ngoko. Kedua, jenis kelamin dimana dalam budaya Jawa seorang istri harus menghormati suami dengan bertutur menggunakan bahasa krama. Ketiga, hubungan kekerabatan. Hubungan kekerabatan yang kuat dalam masyarakat Jawa biasa  menggunakan bahasa ngoko seperti saat berkomunikasi dengan kakak atau adik. Keempat, status sosial. Status sosial lebih rendah harus menggunakan krama kepada orang yang status sosialnya lebih tinggi. Status sosial dalam masyarakat Jawa secara umum telah dibedakan menjadai golongan yang berstatus priyayi (orang dalam lapisan masyarakat yang kedudukannya dianggap terhormat seperti golongan pegawai negeri) dan wong cilik (masyarakat biasa). Status yang disandang oleh seorang warga Jawa selalu diikuti oleh peranan didalamnya. Selain itu, status juga dilihat dari tingkat kekayaan dan pendidikan yang disandang oleh seseorang.

Saat ini bahasa Jawa jarang digunakan lagi oleh masyarakat karena malu menggunakan bahasa jawa. Contoh, di kampus sering dijumpai banyak mahasiswa berbicara dengan bahasa Indonesia ketimbang bahasa Jawa. Di kalangan mereka, jangankan bahasa Jawa krama alus, bahasa Jawa ngoko pun sudah jarang digunakan. Mereka cenderung menggunakan bahasa Indonesia. Bahkan, tidak jarang juga dicampur dengan bahasa Inggris. Anak-anak jaman sekarang sudah jarang mengenal sopan santun kepada orang lain. Sopan santun dalam berbagai tindakan sebenarnya dapat dilihat pada sopan santun berbahasa dalam bahasa Jawa. Sopan santun dalam bahasa Jawa diwujudkan dengan penggunaan tingkatan bahasa berdasar usia, jenis kelamin, status sosial, dan hubungan kekerabatan.

Nilai-nilai Tindak Tutur Bahasa Jawa : Pembentuk Revolusi Mental

Bahasa Jawa yang ragam bahasanya mulai dari ngoko alus hingga krama alus memegang peranan penting untuk mewujudkan revolusi mental pada masyarakat Indonesia. Revolusi mental dapat berkaca pada struktur sosial dan struktur bahasa yang ada di dalam kehidupan masyarakat  Jawa. Masyarakat Jawa sangat menjunjung nilai-nilai hormat menghormati dalam berbagai keadaan. Salah satu bentuknya yaitu melalui bahasa yang dibuktikan dengan cara mereka mengkomunikasikan sesuatu hal yang dibatasi oleh faktor sosial. fator sosial tersebut  meliputi status sosial, tingkat pendidikan, usia, kekayaan, dan jenis kelamin. Kemudian juga dipengaruhi faktor situasional misalnya : siapa pembicara, bentuk bahasa apa, kepada siapa, kapan, dimana, dan mengenai masalah apa.

Menilik fungsi bahasa sebagai pengembang akal budi dapat direalisasikan melalui penggunaan tindak tutur dalam masyarakat Jawa. Untuk mengkomunikasikan sesuatu hal, masyarakat Jawa menggunakan aturan yang telah di konsensus oleh masyarakat dan telah tersosialisasi dalam masyarakat. Aturan tersebut berupa tingkatan dalam bahasa Jawa. Dari tingkatan-tingkatan tersebut akan menunjukkan tingkat kesopanan masyarakat Jawa. Dengan demikian, sebagai masyarakat Jawa hendaknya  mengajarkan bahasa Jawa kepada generasi selanjutnya. Jika tidak, maka secara tidak langsung kita juga tidak mengajarkan kesopanan kepada mereka.

Nilai-nilai dalam tindak tutur bahasa Jawa yaitu kesopanan, kesantunan dan keharmonisan. Nilai-nilai tersebut dapat dijadikan pondasi untuk membangun revolusi mental masyarakat.  Masyarakat Indonesia menjadi teladan bagi bangsa lain ketika nilai kesopanan, kesantunan, dan keharmonisan diaplikasikan secra nyata.  Selain itu, pemakaian bahasa Jawa sesuai dengan unggah-ungguh-nya memiliki dampak positif. Di antaranya, timbul rasa hormat kepada lawan bicara. Sehingga saat berkomunikasi akan menimbulkan jalinan dengan baik. Pembicaraan akan berjalan   harmonis karena mereka bertutur mempergunakan bahasa yang halus. Oleh karena itulah, penting adanya sosialisasi penggunaan tata krama bahasa Jawa agar lebih diperhatikan oleh masyarakat Indonesi khususnya masyarakat Jawa dalam membantu membentuk revolusi mental mengingat revolusi mental berawal dari tindakan, perilkau dan pikiran positif dalam masyarakat

Revolusi mental merupakan upaya untuk mengembalikan sikap mental positif. Seperti telah diketahui, kini marak kasus yang semakin merusak moral bangsa Indonesia. Kasus tersebut dapat dilihat dengan adanya kasus  kekerasan seperti pelecehan seksual, pemerkosaan, hingga pembunuhan. Kasus-kasus tersebut muncul akibat kurangnya kesadaran masyarakat untuk menjaga hubungan dan komunikasi yang baik dengan sesama. Revolusi mental dapat diwujudkan dengan menyadari fungsi utama bahasa sebagai salah satu alternatif untuk membentuknya. Bahasa sebagai alat komunikasi memiliki fungsi utama sebagai pengembang akal budi dan pemelihara kerja sama. Kalau kita menyadari hal itu, kiranya revolusi mental dapat dimungkinkan.

Daftar Pustaka

Bayu Indrayanto. 2010. Fenomena Tingkat Tutur dalam Bahasa Jawa Akibat Tingkat Sosial Masyarakat. Jurnal Magistra No. 72 Th. XXII

Handoyo, Eko, dkk. 2007. Studi Masyarakat Indonesia. Semarang : FIS UNNES.

Koentjaraningrat. 1994. Kebudayaan Jawa. Jakarta : Balai Pustaka.

Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Rineka Cipta.

Nasikun. 2006. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Putra, Heddy Shri Ahimsa. 2006. Strukturalisme Levi-Strauss : Mitos dan Karya Sastra. Yogyakarta: Kepel Press

Sasangka, Sry Satriya. 2009. Unggah-Ungguh Bahasa Jawa (Editor: Yeyen Maryani). Jakarta: Yayasan Paramalingua.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: