Konsep Kebudayaan

Salam SosantPedia 🙂

Hallo teman-teman semua, kali ini saya akan membagikan materi mengenai Konsep Kebudayaan, materi ini merupakan tugas dari mata kuliah Teori-Teori Budaya, pada semester 4 yang lalu. Berikut materinya:

Apakah  sesungguhnya  kebudayaan  itu?  Sampai  saat  ini  banyak sekali  definisi  mengenai  konsep  kebudayaan  tersebut.

Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Koentjaraningrat (1986:180) mendefinisikan kebudayaan adalah keseluruhan sistim gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat, yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar. Kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan dengan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang semuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

Tantangan masa kini adalah menemukan cara untuk mempertajam konsep “budaya”, sedemikian rupa, sehingga konsep itu mempunyai cakupan terdiri atas bagian-bagian yang lebih sedikit tetapi mengungkapkan hal yang lebih banyak. Seperti dikatakan oleh Geertz, “pemotongan konsep budaya ke dalam satu konsep yang tajam, mengkhusus, dan secara teoritis lebih kuat adalah satu tema besar dalam perteorian antropologi modern”. Dalam pandangan ini, secara tersirat terlihat satu asumsi yang dimiliki oleh hampir keseluruhan dari kita. Konsep budaya (culture) tidak punya satu arti yang benar, dikeramatkan dan tak pernah habis kita coba temukan.

Dalam konsep kebudayaan, dapat dibedakan menjadi 2 yaitu kebudayaan sebagai sistem adaptif dan kebudayaan sebagai sistem ideasional.

Kebudayaan Sebagai Sistem Adaptif

Satu perkembangan penting dalam teori kultural berasal dari aliran yang meninjau kebudayaan dari sudut pandangan evolusionari. Kebudayaan sebagai sistem adaptif merupakan evolusi kebudayaan. Satu jembatan antara kajian-kajian tentang evolusi makhluk hominid (seperti Aus- tralopithecus dan Pithecanthropus) dan kajian-kajian tentang kehidupan sosial manusia telah membawa kita kepada pandangan yang lebih jelas bahwa pola bentuk biologis tubuh manusia adalah “open ended”, dan mengakui bahwa cara penyempurnaan dan penyesuaiannya melalui proses pembelajaran kultural (cultural learning) memungkinkan manusia untuk membentuk dan mengembangkan kehidupan dalam lingkungan ekologi tertentu.Penerapan satu model evolusionari seleksi-alam atas dasar biologis terhadap bangunan kultural telah membuat ahliahli antropologi bertanya dengan kearifan yang makin tinggi tentang cara bagaimana komuniti manusia mengembangkan pola-pola kultural tertentu.

Menurut Keesing ,Pertama setiap pemikiran kebudayaan sebagai sistem adaptif bahwa apabila kita menguliti lapisan konvensi kultural maka pada akhirnya kita akan menemukan Primal man dan keadaan manusia yang bugil di dasarnya, merupakan pemikiran yang steril dan berbahaya. Kita memerlukan satu model interaksional yang kompleks, bukan satu lapisan yang sederhana seperti itu. Jadi yang dimaksud oleh Keesing ialah dalam meneliti tentang suatu budaya diperlukan pemikiran yang sangat serius tidak bisa diungkapan dengan biasa – biasa saja dan sederhana sekali, apabila kita mencoba untuk meneliti dan mengamati secara lebih dalam maka yang kita dapatkan ialah sesuatu yang murni, oleh itu dikatakan olehnya “merupakan pemikiran yang steril dan berbahaya”. Kebudayaan itu bersifat dinamis namun sangat berhati – hati dalam menentukan proses selanjutnya.

            Kedua, baik determinisme ekologis maupun determinisme kultural sekarang dapat didukung oleh kepercayaan dan ideologi, tetapi tidak oleh ilmu pengetahuan yang arif bijaksana. Pemahaman kita tentang apa yang membuat makhluk manusia jadi “manusia” dan bagaimana budaya berevolusi tidak ayal lagi akan terbuka dan berubah secara mengagumkan dalam beberapa tahun yang akan datang.

            Dari sudut pandang teori kultural, perkembangan penting telah muncul dari pendekatan evolusionari/ekologis terhadap budaya sebagai sistem adaptif. Kebudayaan sebagai sistem adaptif merupakan kebudayaan yang hubunganya antara manusia dengan alam,di dalam kebudayaannya terdapat penyesuaian atau adaptasi terhadap seleksi alam. Sistem atau kebudayaan yang menghubungkan manusia dengan lingkungan ekologi. Kompenen sistem adaptif mempunyai konsep adaptif dalam kebudayaan.

Teori-Teori Ideasional Mengenai Budaya

Berlawanan dengan ahli teori adaptasi tentang budaya, yang beranekaragam adalah sejumlah ahli teori yang melihat budaya sebagai sistem ideasional. Teori ini adalah teori yang dipegang  oleh Keesing dalam setiap materinya ia menyebutkan tentang Ideasional yaitu budaya berperan sebagai sistem ide (gagasan), dan teori ini bertolak dengan ahli teori adaptasi tentang budaya. Ia membedakan tiga cara yang khas dalam mendekati budaya sebagai sistem ide (gagasan), yaitu sebagai berikut :

Budaya Sebagai Sistem Kognitif

Maksudnya ialah budaya itu sebagai pengetahuan (cognitif). Jadi budaya bukan sekedar untuk hiasan saja dalam kehidupan seseorang, tetapi dengan mempelajari budaya, kita juga turut mempelajari suatu pengetahuan. Oleh karena itu Keesing mengatakan bahwa budaya tidak didukung oleh ilmu pengetahuan yang arif bijaksana sebab dengan kebudayaan itulah kita mempelajari suatu ilmu pengetahuan yang arif bijaksana itu. Kebudayaan terdiri atas segala sesuatu yang hrus diketahui atau dipercayai seseorang agar dia dapat berperilaku dalam cara

yang dapat diterima oleh anggota-anggota masyarakat. Menurut Good enough Budaya adalah bentuk ha-hal yang ada dalam pikiran(mind) manusia,model-model yang dipunyai manusia unutk menerima ,menghubungkan, dan kemudian menafsirkan suatu fenomena.

            Dengan konsep yang seperti ini, bahasa adalah satu subsistem dari budaya, dan peneliti antropologi kognitif berharap bahwa metode-metode dan model-model linguistik juga memadai untuk digunakan oleh bidang budaya yang lain. Budaya secara epistemologi berada dalam ranah yang sama dengan bahasa. Metode-metode dan model-model linguistik yang relevan digunakan.

Budaya Sebagai Sistem Struktural

Yang mempengaruhi susunan atau tatanan yang terpola secara kultural ialah pikiran (mind). Struktur pemikiran – pemikiran yang meliputi tentang bahasa, adat istiadat yang berbeda antara masyarakat itu dipandang sebagai “Budaya”, yaitu bersifat universal yang semua masyarakat di dunia ini mempunyai kebudayaan tersebut, dari pada “sistem budaya” yang bersifat lokal. Oleh karena itu setiap budaya pada masing – masing masyarakat berbeda di seluruh dunia karena pikiran mereka yang menyebabkan kebudayaan itu berbeda satu sama lain. Menurut Levi-Strauss memandang budaya sebagai sistem simbolik yang dimiliki bersama dan merupakan ciptaan pikiran secara kumulatif.

Budaya Sebagai Sistem Simbolik

            Kebudayaan adalah dengan cara memandang kebudayaan – kebudayaan sebagai sistem makna dan simbol yang dimiliki bersama. Kebudayaan itu tidak dimiliki individu namun dimiliki bersama oleh suatu masyarakat. Clifford Geertz menganggap pandangannya tentang budaya adalah semiotik. Mempelajari budaya adalah berarti mempelajari aturan-aturan makna yang dimiliki bersama. Kebudayaan sebagai sistem simbol yang bermakna. Makna tidak terlihat di “dalam kepala orang”. Budaya menurut Schneider adalah satu sistem simbol dan makna dimiliki bersama oleh anggota masyarakat ,terletak dalam relasi diantara

mereka ,bukan di dalam diri mereka. Simbol dan makna bersifat umum(public), bukan pribadi (privat). Mempelajari budaya berarti mempelajari aturan-aturan makna yang dimiliki bersama. Cara – cara bagaimana garis acuan biologis ditransformasikan dan dikembangkan ke dalam pola – pola kultural; dan ini memerlukan rencana penelitian yang imajinatif dan hati – hati dalam penyelidikan yang telaten. Jadi yang dimaksud Keesing ialah kebudayaan tidak dapat diukur dalam ilmu pengetahuan dan tidak dapat jika kita berpegang teguh dengan ilmu pengetahuan, tetapi kebudayaan itu diukur melalui kepercayan dan ideologi – ideologi masyarakat yang berbudaya. Serta dalam meneliti kebudayaan bukanlah untuk mencari suatu ketenaran atau sensasi melainkan untuk mendapatkan hal – hal yang diperlukan dan berguna bagi masyarakat luas dengan cara melakukan penelitian yang imajinatif dan hati – hati.

            Mempelajari budaya berarti mempelajari aturan-aturan makna yang dimiliki bersama. Dengan meminjam satu arti “text” yang lebih luas dari Ricoeur, Geertz pada masa akhir-akhir ini menganggap satu kebudayaan sebagai “satu kumpulan teks”.Karena itu antropologi merupakan satu usaha interpretation (penafsiran) bukan usaha decipherment (menguraikan dengan cara memecah- mecah) di sini Geertz mempertentangkan pendekatannya terhadap Levi-Strauss. Penafsiran teks kultural adalah pekerjaan yang memerlukan waktu dan sulit. Bagaimana satu kebudayaan(sebagai satu kumpulan teks) dapat dirangkum bersama, belum pernah dikerjakan dengan jelas. Mungkin Geertz akan setuju bahwa kita masih pada tingkat awal dalam usaha menemukan hal tersebut

Sumber:

Dyastriningrum. 2009. Antropologi Kelas XI. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: