Materi Sosiologi Kelas XI bab II Mobilitas dan Konflik Sosial

Faktor Penyebab Konflik Sosial

  1. Perbedaan antarindividu yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan,
  2. Perbedaan Kebudayaan,
  3. Perbedaan kepentingan antar individu atau antarkelompok,
  4. Situasi yang saling bertolak belakang atau adanya kesenjangan,
  5. Perbedaan cara mencapai tujuan,
  6. Perbedaan status,
  7. Adanya perubahan sosial yang cepat dan mendadak daam masyarakat.

 Segi Positif & Negatif Suatu Konflik

Segi positif:

  1. memperjelas aspek-aspek kehidupan yang masih belum tuntas ditelaah lebih jauh,
  2. memungkinkan adanya penyesuaian kembali norma-norma, nilai-nilai, dan hubungan-hubungan sosial dalam kelompok sosial sesuai dengan kebutuhan individu atau kelompok,
  3. sebagai satu upaya yang mengurangi ketegangan antar individu atau kelompok,
  4. meminimalisasi pertentangan yang terjadi dalam lingkungan sendiri,
  5. menghidupkan kembali norma-norma lama dan menciptakan norma-norma baru,
  6. sebagai media untuk mencapai keseimbangan antara kekuatan-kekuatan dalam masyarakat,
  7. meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok.

Segi negatif:

  1. mengakibatkan keretakan hubungan antarkelompok,
  2. mengakibatkan kerusakan harta benda bahkan kehilangan nyawa manusia,
  3. mengakibatkan berubahnya kepribadian individu-individu,
  4. munculnya dominasi kelompok pemenang dan kelompok yang kalah,
  5. mengakibatkan terganggunya ketertiban dalam masyarakat,
  6. mengakibatkan terjadinya pergeseran atau perubahan nilai budaya.

 Bentuk-Bentuk Konflik Sosial

1. Georg Simmel, membedakan konflik menjadi dua, yaitu konflik yang terjadi dalam hubungan intim dengan konflik yang terjadi dalam hubungan sesaat.

2. Lewis Coser, membagi menjadi 2, yaitu:

  • konflik realistik, suatu alat untuk mencapai tujuan tertentu dan jika tujuan tersebut tercapai, sangat mungkin akan menghilangkan sebab-sebab dasar konflik.
  • konflik nonrealistik, mencakup ungkapan permusuhan sebagai tujuannya sendiri.

3. Ralf Dahrendorf, terdiri dari:

  • konflik antara atau dalam peranan sosial,
  • konflik antara kelompok-kelompok sosial,
  • konflik antara kelompok yang terorganisir dengan yang tidak,
  • konflik antara satuan-satuan nasional.

4. Soerjono Soekanto, terdiri dari:

  • konflik atau pertentangan pribadi,
  • konflik atau pertentangan rasial,
  • konflik atau pertentangan antara kelas-kelas sosialnya,
  • konflik atau pertentangan politik,
  • konflik atau pertentangan yang besifat internasional.

Bentuk Pengendalian Konflik Sosial

  • koersi (coercion), yaitu bentuk akomodasinya melalui paksaan fisik atau fisiologis.
  • kompromi (compromise), bentuk akomodasi di mana pihak yang terlibat saling mengurangi tuntutannya agar tercapai suatu penyelesaian.
  • arbitrasi (arbitration), yaitu bentuk akomodasi melalui pihak ketiga sebagai pengambil keputusan untuk menyelesaikan konflik. Pihak ketiga dapat dipilih oleh kedua belah pihak atau badan yang berwewenang.
  • mediasi (mediation), yaitu bentuk akomodasi yang serupa dengan arbitrasi, hanya saja pihak ketiga menjadi pihak netral dan tidak memihak hanya sebagai penesehat, atau mediator dan tidak berwenang untuk mengambil keputusan.
  • konsiliasi (conciliation), yaitu usaha untuk mempertemukan keinginan-keinginan dari pihak bertikai untuk mencapai suatu kesepakatan.
  • toleransi (toleration), yaitu bentuk akomodasi yang terjadi tanpa persetujuan formal, berupa sikap sabar sehingga  konflik dapat selesai dengan sendirinya.
  • stalemate, yaitu terjadi ketika pihak-pihak yang bertikai memiliki kekuatan seimbang sehingga akhirnya konflik berhenti pada titik tertentu dan terjadi kemacetan.
  • ajudikasi (adjudication), yaitu suatu cara penyelesaian masalah melalui pengadilan.
  • segregasi (segretion), yaitu masing-masing pihak memisahkan diri dan saling menghindar dalan rangka mengurangi ketegangan.
  • eliminasi (elimination), yaitu pengunduran diri salah satu pihak yang terlibat konflik karena mengalah.
  • subjugation/domination, yaitu pihak yang memiliki kekuatan yang besar atau dominan meminta pihak lain untuk menaatinya.

  • keputusan mayoritas (majority rule), yaitu keputusan yang diambil melalui suara terbanyak dalam voting.
  • minority consent, yaitu golongan minoritas yang tidak merasa dikalahkan tetapi dapat melakukan aktivitas bersama.
  • konversi (convertion), yaitu penyelesaian konflik di mana salah satu pihak bersedia mengalah dan mau menerima pendirian pihak lain.
  • gencatan senjata (cease fire),  yaitu penangguhan permusuhan dalam jangka waktu tertentu.

 Struktur Sosial Dalam Masyarakat Majemuk

Apabila masyarakat terdiri dari dua atau lebih elemen yang hidup sendiri-sendiri tanpa ada pembauran satu sama lain menjadi satu kesatuan, hal ini disebut dengan masyarakat majemuk. Van de Berghe mengemukakan beberapa karakteristik masyarakat majemuk, antara lain:

  1. terjadinya segmentasi ke dalam kelompok-kelompok yang memiliki kebudayaan, tepatnya subkebudayaan yang berbeda satu dengan yang lainnya.
  2. mempunyai struktur sosial yang terbagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat non-komplementer,
  3. kurang mengembangkan konsesnsus di antara para anggota masyarakat mengenai hal-hal yang bersifat dasar,
  4. secara relatif, sering terjadi konflik antarkelompok,
  5. secara relatif, integrasi sosial terjadi di atas paksaan dan ketergantungan ekonomi,
  6. adanya dominasi politik oleh suatu kelompok terhadap kelompok-kelompok lain.

      Dalam masyarakat majemuk, struktur sosial tidaklah bersamaan sifatnya. Secara horizontal, dicirikan oleh kenyataan adanya kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan perbedaan suku bangsa, agama, adat istiadat, dan profesi. Secara vertikal, dicirikan oleh adanya perbedaan antar lapisan sosial. Menurut Peter M. Blau, bentuk struktur sosial terdiri dari:

  • Intersected Social Culture,
    Keanggotaan dalam kelompok-kelompok sosial ada yang sifatnya intersesksi atau menyilang, yaitu keanggotaan dalam kelompok sosial tersebut memiliki latar belakang, ras, suku, agama yang berbeda-beda.
  • Consolidated Social Culture, Adanya proses penguatan identitas keanggotaan dalam sebuah kelompok sosial, hingga pada akhirnya berkembang menjadi wadah individu-individu yang memiliki latar belakang ras, suku, dan agama yang sama.

     Untuk tercapainya integrasi sosial, bentuk yang sifatnya interseksi lebih sesuai dalam masyarakat majemuk, karena anggota masyarakatnya terbiasan untuk menerima perbedaan-perbedaan.

 Syarat dan Faktor Integrasi Sosial

Syarat terjadinya integrasi sosial:

  • Para anggota masyarakat merasa bahwa mereka dapat memenuhi kebutuhan-kebuthannya. Terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan ini menyebabkan  mereka saling menjaga keterikatan di antara mereka.
  • Terciptanya kesepakatan bersama atau konsensus tentang nilai-nilai dan norma-norma sosial. Konsensus tersebut dijadikan pedoman oleh masyarakat dalam berinteraksi dan mencapai kesepakatan tertentu. Biasanya nilai-nilai dan norma-norma berlangsung cukup lama, tidak mudah berubah, dan dijalankan secara konsisten oleh para anggota masyarakatnya.

      Terdapat pula faktor yang menciptakan integrasi sosial:

  1. toleransi terhadap kelompok-kelompok manusia yang berbeda,
  2. kesempatan yang seimbang dalam ekonomi untuk berbagai golongan masyarakat dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda,
  3. sikap saling menghargai orang lain dengan kebudayaannya,
  4. sikap terbuka dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat,
  5. perkawinan campur,
  6. adanya musuh bersama dari luar.

 Faktor Penyebab Terjadinya Mobilitas Sosial

Mobilitas sosial berasal dari bahasa latin mobilis berarti dipindahkan atau banyak bergerak. Maka, mobilitas sosial dapat didefinisikan sebagai gerak perpindahan seseorang dalam suatu posisi ke posisi lain, baik di strata sosial yang sama maupun yang berbeda. Syarat agar seseorang bisa melakukan mobilitas sosial adalah seseorang tersebut harus memiliki kemampuan dan karakteristik suatu lapisan sosial tertentu.
Banyak faktor yang mempengaruhi mobilitas sosial seseorang dalam struktur sosial, diantaranya:

  1. perubahan kondisi sosial
  2. ras
  3. ekspansi teritorial dan gerak populasi
  4. komunikasi yang bebas
  5. pendidikan
  6. pembagian kerja
  7. ukuran keluarga
  8. jenis kelamin
  9. perkawinan
  10. penundaan kepuasan
  11. situasi politik
  12. program pemerintah.

 Bentuk-bentuk Mobilitas Sosial

  1. Mobilitas sosial horizontal,
    Perpindahan individu atu obyek sosial lainnya dari satu kelompok sosial ke kelompok sosial lain yang sederajat.
  2. Mobilitas sosial vertikal,
    Perpindahan individu atau obyek sosial lainnya dari suatu kedudukan sosial ke kedudukan sosial lain yang tidak sederajat. Sesuai arahnya, terbagi lagi dalam mobilitas sosial vertikal ke atas (social climbing) dan mobilitas sosial ke bawah (social sinking).
  3. Mobilitas antargenerasi,
    Perbedaan status seseorang dari status orang tuanya. Terjadi antardua generasi atau lebih seperti anak, ayah, dan kakek.
  4. Mobilitas intragenerasi,
    Mengarah pada mobilitas sosial yang dialami seseorang dari status sosial orang tuanya. Terjadi dalam generasi yang sama, misal kakak dan adik
  5. Mobilitas lateral,
    Perpindahan geografis antarlingkungan setempat, kota, dan desa.
  6. Sanskritasi,
    Proses yang dilalui suatu kelompok strata rendah untuk pindah status ke kasta yang lebih tinggi dengan jalan meniru gaya hidup kasta yang lebih tinggi.

 Saluran Mobilitas Sosial (Social Circulation

  1. angkatan bersenjata
  2. lembaga keagamaan
  3. lembaga pendidikan
  4. organisasi politik
  5. organisasi ekonomi
  6. organisasi keahlian
  7. perkawinan

https://misaky4science.blogspot.co.id/2014/06/bab-5-struktur-sosial-konflik-dan.html

Leave a Reply

Your email address will not be published.

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: