Maksiat Celaka Dunia Akhirat

*Hasil Usaha Maksiat Celaka Dunia Dan Akhirat*•…

*HASIL USAHA MAKSIAT CELAKA DUNIA DAN AKHIRAT*

 

Oleh

 

Ustadz Abu Isma’il Muslim al-Atsari

 

Salah satu kaedah yang sudah pasti dalam agama Islam adalah seseorang tidak boleh mengambil harta seorang Muslim kecuali dengan izinnya atau ridhanya. Banyak dalil yang menunjukkan hal ini, diantaranya:

 

Firman Allâh Azza wa Jalla :

 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ

 

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil. [An-Nisâ’/4: 29]

 

Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

 

إِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ حَرَامٌ عَلَيْكُمْ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ هَذَا

 

Sesungguhnya darah kamu dan harta kamu haram atas kamu (yakni tidak boleh diganggu-pen), seperti keharaman harimu ini, di bulanmu ini, di negerimu ini.  [HR. Muslim, no. 1218, dari Sahabat Jâbir bin Abdullah Radhiyallahu anhu]

 

Juga sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

 

كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ، دَمُهُ، وَمَالُهُ، وَعِرْضُهُ

 

Setiap Muslim atas Muslim lainnya haram (tidak boleh diganggu), darahnya, hartanya, dan kehormatannya. [HR. Muslim, no. 2564  dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu]

 

Juga sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

 

أَلَا لَا تَظْلِمُوا، أَلَا لَا تَظْلِمُوا، أَلَا لَا تَظْلِمُوا، إِنَّهُ لَا يَحِلُّ مَالُ امْرِئٍ إِلَّا بِطِيبِ نَفْسٍ مِنْهُ

 

Ingat, janganlah kamu berbuat zhalim! Ingat, janganlah kamu berbuat zhalim! Sesungguhnya harta seseorang tidak halal kecuali (yang diberikan) dengan keridhaan hatinya.[1]

 

BAHAYA MEMAKAN HARTA HARAM

 

Dari sisi rasa dan rupa, mungkin tidak ada beda antara makanan yang didapatkan dengan cara halal dan dengan cara yang haram, namun konsekuensi buruk dari mengkonsumsi makan haram itu banyak sekali. Misalnya, do’a yang dipanjatkan tidak dikabulkan oleh Allâh Azza wa Jalla, sebagaimana telah dijelaskan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits :

 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا، وَإِنَّ اللهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ، فَقَالَ: {يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا، إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ} [المؤمنون: 51] وَقَالَ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ} [البقرة: 172] ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ، يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ، يَا رَبِّ، يَا رَبِّ، وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ، وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ، وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ، وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ، فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ؟ “

 

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda: “Wahai manusia, sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla itu suci, tidak menerima kecuali yang suci. Dan sesungguhnya Allâh memerintahkan orang beriman sebagaimana dia memerintahkan para rasul-Nya.

 

Allâh Azza wa Jalla berfirman, (yang artinya), ‘Wahai Para Rasul! Makanlah yang baik-baik dan beramal shalihlah’.

 

Dan Dia berfirman, (yang artinya),‘Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah yang baik-baik dari apa yang Kami berikan kepada kalian’.

 

Kemudian Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan ada seorang laki-laki melakukan perjalanan jauh dalam keadaan kusut dan berdebu, dia mengangkat kedua tangannya ke langit seraya berdoa, ‘Wahai Rabbku! Wahai Rabbku!’, padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan kebutuhannya dipenuhi dari sesuatu yang haram, maka (jika begitu keadaannya) bagaimana doanya akan dikabulkan. [HR. Muslim, no. 1015; Ahmad, no. 1015; Tirmidzi, no. 2989; dll]

 

Akibat buruk lainnya, Allâh Azza wa Jalla tidak akan menerima shadaqah yang berasal dari barang haram. Karena Allâh Azza wa Jalla itu suci, tidak menerima kecuali yang suci. Abdullah bin Umar Radhiyallahu anhuma menyatakan bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 

لَا تُقْبَلُ صَلَاةٌ بِغَيْرِ طُهُورٍ وَلَا صَدَقَةٌ مِنْ غُلُولٍ

 

Shalat tanpa bersuci tidak akan diterima, demikian juga sedekah dari ghulul (tidak akan diterima). [HR. Muslim, no. 224]

 

Juga termasuk efek buruk lainnya adalah daging yang tumbuh dari makanan yang haram, maka neraka lebih pantas baginya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 

يَا كَعْبُ بْنَ عُجْرَةَ، إِنَّهُ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ النَّارُ أَوْلَى بِهِ

 

Wahai Ka’ab bin ‘Ujrah! Sesungguhnya (pemilik) daging yang tumbuh dari yang haram tidak akan masuk surga, neraka lebih pantas baginya. [2]

 

BENTUK-BENTUK MEMAKAN YANG HARAM

 

Yang masuk kategori mengkonsumsi makanan yang haram itu banyak sekali, oleh karena itu kita harus waspada. Imam adz-Dzahabi rahimahullah berkata, “Memakan (harta) dengan batil ada dua bentuk: Pertama, dengan bentuk kezhaliman (mengganggu hak orang), seperti merampas, khianat, dan mencuri. Kedua, dengan bentuk permainan, seperti hasil perjudian, bermain musik, dan semacamnya.” [al-Kabâ’ir, hlm. 118]

 

Beliau rahimahullah juga berkata, “Para Ulama mengatakan, ‘Termasuk dalam bab ini adalah orang yang mengambil upeti, orang yang melakukan khianat, … pencuri, …, pemakan riba, pemberi riba, pemakan harta yatim, orang yang bersaksi palsu, orang yang meminjam barang lalu mengingkarinya, pemakan suap, orang yang mengurangi takaran dan timbangan, orang yang menjual barang cacat namun dia menutupinya, penjudi, tukang sihir,  peramal dengan bintang, pembuat gambar atau patung makhluk bernyawa, pelacur (WTS/PSK), wanita yang menangis di waktu kematian untuk dibayar, orang yang mengambil upeti orang lewat, guide yang mengambil upah tanpa sepengetahuan penjual, orang yang memberi informasi kepada pembeli dengan harga yang lebih (dari harga sebenarnya), orang yang menjual orang merdeka lalu memakan hasilnya”. [al-Kabâir, hlm. 120]

 

Itulah di antara dosa dan bahaya mengambil harta orang dengan cara batil dan memakannya. Sebagaimana insan yang beriman kepada Allâh Azza wa Jalla, janganlah kita nekat, sehingga mengkibatkan celaka dunia dan akhirat. Hendaklah kita segera bertaubat sebelum terlambat. Karena cepat atau lambat, kita semua pasti akan menghadap Allâh yang Maha Menghisab amal seluruh umat. Dan Allâh mencintai orang-orang yang bertaubat.

 

Kita memohon taufik kepada Allah Azza wa Jalla agar membimbing kita kepada perkara yang Dia cintai dan ridhai, sesungguhnya Dia Maha Pemurah dan Maha Suci.

 

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XIX/1437H/2016M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]

_______

Footnote

[1] HR. Ahmad, no. 20695 dari paman Abu Harrah ar-Raqasyi. Isnadnya dha’îf, akan tetapi riwayat ini dikuatkan dengan riwayat-riwayat lain sehingga meningkat menjadi shahîh. Hadits ini dipandang shahîh oleh Syaikh Syu’aib al-Arnauth dalam Takhrîj Musnad Ahmad, no. 20695 dan Syaikh al-Albâni dalam Irwâ’ul Ghalîl, no. 1459

 

[2] HR. Ahmad, no. 14441, 15284; Dishahihkan oleh Syaikh Syu’aib al-Arnauth di dalam Takhrîj Musnad Ahmad, dan Syaikh al-Albani dalam penjelasan Silsilah ash-Shâhîhah, no. 2609

Shared from Almanhaj.or.id for android https://bit.ly/Almanhaj