Skip to content


Monitoring dan Evaluasi, Sudahkah Jadi Kebutuhan?

Selama ini kegiatan monitoring dan evaluasi selalu ada dalam list rencana kerja sebuah unit kerja. Tapi selama ini pula rasanya kegiatan monitoring dan evaluasi hanya bersifat pelengkap, formalitas tahap kegiatan atau bahkan yang ironis dijadikan item kegiatan yang prioritasnya paling buncit. Bisa jalan bisa juga tidak, tergantung waktu tersisa. Alhasil kita sering kerepotan tatkala harus memberikan laporan kegiatan secara utuh, apalagi jika program/kegiatan tersebut dimonitoring dan dievaluasi secara nasional oleh tim monev khusus.

Secara teoritik monitoring merupakan aktivitas internal program/kegiatan yang dirancang untuk mengidentifikasi feedback konstan pada setiap progres dari program/kegiatan tersebut, termasuk masalah-masalah yang dihadapi dan efisiensi dari implementasi program/kegiatan.  Selain itu monitoring juga merupakan proses berkelanjutan yang dilakukan dengan mengumpulkan informasi-informasi mengenai apa yang telah direncanakan dalam sebuah program/kegiatan, termasuk di dalamnya adalah asumsi-asumsi atau faktor-faktor eksternal dan efek samping dari terlaksananya program/kegiatan tersebut, baik itu positif maupun negatif. Monitoring lebih dimaksudkan untuk  menilai apakah sumber program/kegiatan (input) akan dilaksanakan dan digunakan dalam menghasilkan output yang dituju dan ditargetkan.

Sementara itu evaluasi merupakan

Kegiatan monitoring dan evaluasi harus dilakukan dengan mendasarkan pada prinsip-prinsip :

  1. Berdasarkan pada standar yang diketahui bersama. Kegiatan monitoring dan evaluasi harus dilakukan berdasarkan standar, acuan, dan indikator keberhasilan dan kegagalan, kesalahan atau ketepatan, yang telah ditetapkan dan diketahui bersama. Karena itu, standar, acuan, dan indikator ini harus telah ditetapkan terlebih dahulu sebelum program dijalankan dan disebarkan kepada pihak-pihak terkait.
  2. Terbuka. Kegiatan monitoring dan evaluasi harus diketahui bukan hanya oleh pihak yang melakukan monitoring dan evaluasi, tetapi juga oleh pihak yang dimonitor dan dievaluasi. Bahkan juga boleh diketahui dan dilakukan pihak manapun sepanjang memakai standar, acuan, dan indikator monitoring dan evaluasi yang diketahui bersama.
  3. Adil. Pemberlakuan standar, acuan, dan indikator kegiatan monitoring dan evaluasi harus sama antarunit dan antartingkatan.
  4. Berorientasi solusi. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi dan pembahasan hasil-hasilnya harus diorientasikan untuk menemukan solusi atas masalah yang terjadi dan karena itu dapat dimanfaatkan sebagai pijakan untuk peningkatan kinerja.
  5. Partisipatif. Perumusan standar, acuan, dan indikator serta pelaksanaan monitoring dan evaluasi dan pembahasan hasil-hasilnya harus dilakukan dengan melibatkan pihak-pihak yang dimonitor dan dievaluasi agar solusi yang direkomendasikan dapat menjadi agenda bersama.
  6. Berjenjang. Kegiatan monitoring dan evaluasi dilakukan secara berjenjang, artinya sesuai dengan tingkatan dan kedudukan seseorang. Sedemikian rupa sehingga atasan akan memonitor dan mengevaluasi bawahan terdekatnya.                                                                                                                                                    Penanggungjawab program/kegiatan harus menjadikan kegiatan monitoring dan evaluasi sebagai kebutuhan untuk mendapatkan early warning untuk pengambilan keputusan kelayakan sebuah program/kegiatan berkelanjutan. Unnes dalam hal ini harus mengoptimalkan prosedur monitoring dan evaluasi yang telah dimiliki menjadi peraturan yang mengikat seluruh penanggungjawab program/kegiatan dengan reward & punishment yang jelas

(Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Lomba Blog Dosen dan Tendik. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan jiplakan)

Posted in Tulisan Utama.

Tagged with .


0 Responses

Stay in touch with the conversation, subscribe to the RSS feed for comments on this post.



Some HTML is OK

or, reply to this post via trackback.



Lewat ke baris perkakas