Suku Minang

adat imageMinangkabau atau minang adalah suatu kelompok etnis yang ada di indonesia yang mendiami daerah Sumatera barat, separuh pulau Riau, bagian utara Bengkulu, sebelah barat jambi, pantai barat Sumatra Utara, barat daya Aceh, serta negeri sembilan di Malaysia. Minangkabau sendiri lebih pada kultur etnis dari rumpun melayu.

Nama minangkabau berasal dari dua kata yaitu minang dan kabau, nama itu dikaitkan dengan legenda khas minang yang dikenal dengan tambo. konon pada suatu masa ada satu kerajaan asing yang datang dari laut akan melakukan penaklukan. Untuk mencegah pertempuran, masyarakat setempat mengusulkan untuk mengadu kerbau. Pasukan asing tersebut menyetujui dan menyediakan seekor kerbau yang besar dan agresif, sedangkan masyarakat setempat menyediakan seekor anak kerbau yang lapar. Dalam pertempuran, anak kerbau yang lapar itu menyangka kerbau besar tersebut adalah induknya. Maka anak kerbau itu langsung berlari mencari susu dan menanduk hingga mencabik-cabik perut kerbau besar tersebut. Kemenangan itu menginspirasikan masyarakat setempat memakai nama Minangkabau,[15] yang berasal dari ucapan “Manang kabau” (artinya menang kerbau).

Sistem kekerabatan

Masyarakat Minangkabau menganut garis keturunan matrilineal (garis keturunan ibu). Keturunan keluarga dalam masyarakat Minangkabau terdiri atau tiga macam kesatuan kekerabatan yaitu : paruik, kampuang dan suku. Kepentingan suatu keluarga diurus oleh laki-laki dewasa dari keluarga tersebut yang bertindak sebagai niniek mamak. Jodoh harus dipilih dari luar suku (eksogami).

Istilah dalam hubungan kekerabatan di Minangkabau:

Mamak
Kamanakan
:
:
saudara laki-laki ibu
anak saudara perempuan dari seorang laki-laki
Sumando
Pasumandan
:
:
hubungan seorang laki-laki dengan suami saudara perempuannya
hubungan urang sumando dengan keluarga istrinya yang laki-laki
Minantu
Mintuo
:
:
suami/istri dari anak
orang tua dari suami/istri
Induak bako
Anak pisang
:
:
ibu dari bapak, ibu dari para bako (saudara perempuan bapak)
anak saudara laki-laki dari seorang perempuan

Ada dua bentuk kekerabatan di Minangkabau:

  1. Kekerabatan dalam suku, terjadi karena sistem matrilineal yang dianut orang Minangkabau.
    Contoh : ibu – anak, mamak – kamanakan, dsb.

Kekerabatan luar suku, terjadi karena adanya perkawinan.
Contoh : sumando – pasumandan, minantu – mintuo, induak bako – anak pisang, dsb

Sistem pernikahan

Dalam prosesi perkawinan adat Minangkabau, biasa disebut baralek, mempunyai beberapa tahapan yang umum dilakukan. Dimulai dengan maminang (meminang), manjapuik marapulai (menjemput pengantin pria), sampai basandiang (bersanding di pelaminan). Setelah maminang dan muncul kesepakatan manantuan hari (menentukan hari pernikahan), maka kemudian dilanjutkan dengan pernikahan secara Islam yang biasa dilakukan di Mesjid, sebelum kedua pengantin bersanding di pelaminan. Pada nagari tertentu setelah ijab kabul di depan penghulu atau tuan kadi, mempelai pria akan diberikan gelar baru sebagai panggilan penganti nama kecilnya. Kemudian masyarakat sekitar akan memanggilnya dengan gelar baru tersebut. Gelar panggilan tersebut biasanya bermulai dari sutan, bagindo atau sidi di kawasan pesisir pantai. Sedangkan di kawasan luhak limo puluah, pemberian gelar ini tidak berlaku. Dalam adat diharapkan adanya perkawinan dengan anak perempuan mamaknya. Perkawinan tidak mengenal mas kawin, tetapi mengenal uang jemputan yaitu pemberian sejumlah uang dan barang kepada keluarga mempelai laki-laki. Sesudah upacara perkawinan mempelai tinggal di rumah istrinya (matrilokal).

Sistem perantauan

Minangkabau perantauan merupakan istilah untuk orang Minang yang hidup di luar kampung halamannya. Bagi laki-laki Minang merantau erat kaitannya dengan pesan nenek moyang “karatau madang di hulu babuah babungo balun” (anjuran merantau kepada laki-laki karena di kampung belum berguna). Dalam kaitan ini harus dikembangkan dan dipahami, apa yang terkandung dan dimaksud “satinggi-tinggi tabangnyo bangau kembalinya ke kubangan juo”. Ung BENTUK PERKAWINAN MATRILINEAL

Perkawinan di Minangkabau diatur oleh syarak dan adat. Perkawinan menurut syarak saja (disebut kawin gantuang) dianggap belum selesai.

  1. Perkawinan dalam suku/nagari

Ini adalah bentuk perkawinan yang lebih dianjurkan di Minangkabau. Namun yang ideal lagi adalah perkawinan antar keluarga terdekat, seperti: menikahi anak mamak (pulang ka mamak) atau menikahi kamanakan bapak (pulang ka bako).

  1. Perkawinan luar suku

Ini berarti menikah dengan orang non-Minangkabau. Perkawinan dengan perempuan dari luar suku Minangkabau tidak disukai karena bisa merusak struktur adat. Si anak tidak akan mempunyai suku. Sebaliknya, perkawinan dengan laki-laki luar suku Minangkabau tidak dipermaslahkan, karena tidak merusak struktur adat dan anak tetap mempunyai suku dari ibunya.

  1. Perkawinan terlarang (perkawinan pantang)
  • Perkawinan yang dilarang sesuai syariat Islam, seperti menikahi ibu, ayah, saudara, anak saudara seibu dan sebapak, dll.
  • Perkawinan yang merusak sistem adat, yakni menikahi orang yang setali darah menurut garis ibu, orang sekaum, atau orang sesuku.
  • Perkawinan yang dilarang untuk memelihara kerukunan sosial, seperti menikahi orang yang diceraikan kerabat, memadu perempuan yang sekerabat, menikahi anak tiri saudara kandung, atau menikahi orang yang dalam pertunangan.

Orang yang tetap melakukan perkawinan terlarang ini akan diberi sanksi, misalnya membubarkan perkawinan itu, diusir dari kampung, atau hukum denda dengan meminta maaf pada semua pihak pada suatu perjamuan dengan memotong seekor atau dua ekor ternak.

kapan ini ditujukan agar urang Minang agar akan selalu ingat pada ranah asalnya. Merantau merupakan proses interaksi masyarakat Minangkabau dengan dunia luar. Kegiatan ini merupakan sebuah petualangan pengalaman, dengan meninggalkan kampung halaman untuk mengadu nasib di negeri orang. Keluarga yang telah lama memiliki tradisi merantau, biasanya mempunyai saudara di hampir semua kota utama di Indonesia. Keluarga yang paling kuat dalam mengembangkan tradisi merantau biasanya datang dari keluarga pedagang-pengrajin dan penuntut ilmu agama.

Sebab orang merantau

1. Faktor budaya

Banyak penjelasan terhadap fenomena ini, salah satu penyebabnya ialah sistem kekerabatan matrilineal. Dengan sistem ini, penguasaan harta pusaka dipegang oleh kaum perempuan sedangkan hak kaum pria dalam hal ini cukup kecil. Selain itu, setelah masa akil baligh para pemuda tidak lagi dapat tidur di rumah orang tuanya, karena rumah hanya diperuntukkan untuk kaum perempuan beserta suaminya, dan anak-anak. Para perantau yang pulang ke kampung halaman, biasanya akan menceritakan pengalaman merantau kepada anak-anak kampung. Daya tarik kehidupan para perantau inilah yang sangat berpengaruh di kalangan masyarakat Minangkabau sedari kecil. Siapa pun yang tidak pernah mencoba pergi merantau, maka ia akan selalu diperolok-olok oleh teman-temannya. Hal inilah yang menyebabkan kaum pria Minang memilih untuk merantau. Kini wanita Minangkabau pun sudah lazim merantau. Tidak hanya karena alasan ikut suami, tapi juga karena ingin berdagang, meniti karier dan melanjutkan pendidikan.

2. Faktor ekonomi

Penjelasan lain adalah pertumbuhan penduduk yang tidak diiringi dengan bertambahnya sumber daya alam yang dapat diolah. Jika dulu hasil pertanian dan perkebunan, sumber utama tempat mereka hidup dapat menghidupi keluarga, maka kini hasil sumber daya alam yang menjadi penghasilan utama mereka itu tak cukup lagi memberi hasil untuk memenuhi kebutuhan bersama, karena harus dibagi dengan beberapa keluarga. Selain itu adalah tumbuhnya kesempatan baru dengan dibukanya daerah perkebunan dan pertambangan. Faktor-faktor inilah yang kemudian mendorong orang Minang pergi merantau mengadu nasib di negeri orang.

1 comments

  1. lengkap bangetss

Leave a Reply

Your email address will not be published.

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: