Laporan Observasi Adaptasi terhadap Lingkungan Rob di Desa Tambakrejo Semarang

Tulisan ini merupakan tugas mata kuliah Sosiologi Perkotaan yang diambil pada semester 4. Dalam tulisan ini berisi laporan observasi di kawasan rob di Semarang yang membahas adaptasi terhadap lingkungan rob.

Tugas ini diberikan secara berkelompok dengan masing-masing kelompok 8 orang.

Anggota kelompok antara lain:

Ardhi Noorkhan Syuhada                                   ( 3401415046 )

Retno Amar Mandandari                                    ( 3401415047 )

Wahyu Sofiyani                                                    ( 3401415051 )

Alifia Mahfudhoh                                                 ( 3401415055 )

Yulinda Munggi Ratna                                        ( 3401415063 )

Putri Afra Husnun Mufidah                               ( 3401415065 )

Imam Alfarizi                                                       ( 3401415072 )

Rima Ayu Dewanti                                               ( 3401415073 )

Gambaran umum kota yang ada dibenak setiap individu adalah sebuah tempat tinggal yang penuh dengan keramaian, gedung gedung besar dan jauh dari mata pencaharian agraris. Menurut Max Weber, suatu tempat dapat disebut  kota apabila penghuni setempatnya dapat memenuhi kebutuhan ekonominya dipasar lokal dan adanya pasar yang mempunyai sistem hukum bersifat kosmopolit (terbuka). Sedangkan menurut pandangan Karl Marx dan F.Engel, kota sebagai persekutuan yang dibentuk guna melindungi hak milik dan guna memperbanyak alat alat produksi dan alat alat yang diperlukan agar anggota masing masing dapat mempertahankan diri.

Berdasarkan kedua pendapat tersebut, untuk menjadi masyarakat kota perlu penyesuaian diri terhadap apa yang akan individu terima dimasa mendatang atau yang diterima saat ini. Maka kami akan mengulas proses adaptasi di tengah permasalahan yang terjadi dikota dengan mengangkat judul “Adaptasi Masyarakat Kelurahan Tambak Rejo Menghadapi Permasalahan Rob”. Kami akan mengulas dari tiga aspek, yaitu aspek lingkungan sosial, mata pencaharian dan pendidikan.

  1. Adaptasi Lingkungan Sosial

Adaptasi adalah suatu proses penyesuaian diri yang terjadi pada seseorang terhadap lingkungannya. Menurut Odum, semua bentuk tingkah laku pada hakekatnya adalah bentuk adaptasi atau reaksi manusia terhadap kondisi lingkungan demi kelangsungan hidup. Manusia dapat belajar dan berfikir merupakan organisme yang paling berhasil beradaptasi secara tingkah laku, sehingga manusia dapat menyesuaiakan diri di dalam semua tempat atau di dalam semua lingkungan yang dihuni.

Seperti yang kita ketahui di daerah Tambak Rejo kecamatan Gayamsari, Semarang merupakan daerah yang sering sekali bahkan hampir tiap hari masyarakat sekitar merasakan banjir rob yang terjadi karena luapan air laut yang masuk ke dalam lingkungan tempat tinggal masyarakat. Dengan adanya banjir rob sudah menjadi hal yang sangat biasa bagi warga masyrakat Tambak Rejo. Mereka yang sudah hidup bertahun-tahun seperti Ibu Titi sudah tidak kaget lagi dengan adanya peristiwa banjir rob. Mereka sudah sangat merasa nyaman tinggal di daerah tersebut walaupun seringkali kedatangan banjir rob menghalangi kegiatan mereka sehari-hari. Bahkan untuk para masyarakat yang sudah hidup bertahun-tahun di daerah tersebut enggan untuk berpindah ke daerah yang kondisi lingkungannya normal.

Pada awalnya kondisi tanah terutama pada jalan yang digunakan sehari-hari di daerah Tambak Rejo adalah dangkal maka dengan mudah banjir dapat menghantam bagian jalan dan menjadi genangan air yang seringkali tingginya tidak tanggung-tanggung lagi yaitu selutut manusia dewasa. Kegiatan sehari-hari masyarakat sangat terganggu mulai dari pekerjaan, pendidikan dan kegiatan sehari-hari lainya.

Jika terjadi banjir rob setinggi apapun mereka tidak mengungsi atau mencari tempat yang lebih tinggi daripada yang mereka huni. Sebagian besar orang tua akan tinggal di tempat tinggal mereka dan yang mengungsi hanya anak-anak kecil yang mengungsi ke rumah saudara yang memiliki tanah yang lebih tinggi atau mengungsi ke rumah saudara yang banjirnya lebih dangkal di bandingkan di rumahnya.

Untuk menanggulangi peristiwa tersebut tahun demi tahun pemerintahan pun membuka mata dan memberikan bantuan kepada warga masyarakat Tambak Rejo dengan memberikan dana untuk meninggikan jalan dengan harapan agar air yang naik dapat berkurang. Dengan ditinggikannya jalanan otomatis semua pemilik rumah juga harus meninggikan rumah mereka untuk menyesuaikan antara tinggi jalan dan tinggi rumah agar rumah mereka lama kelamaan tidak tenggelam. Bagi masyarakat yang mampu, mereka dengan mudah membangun dan meninggikan batur mereka menjadi tinggi agar genangan air tidak masuk ke dalam rumah bahkan ada diantara mereka yang membangun rumah dengan model panggung agar air tidak dapat masuk ke dalam rumah. Tapi untuk beberapa masyarakat yang tidak memiliki perekonomian yang tinggi atau bahkan susah dalam hal perekonomian mereka mau tidak mau membiarkan rumah mereka lama kelamaan tenggelam terkalahkan oleh tinggi jalanan dan rumah tersebut antara lantai dan atap lama kelamaan berdekatan.

Peristiwa banjir rob yang terjadi di Tambak Rejo ini bisa terjadi setiap saat dapat pagi, siang, sore, maupun malam tergantung cuaca dan pasang surut air laut. Semakin lebat hujan yang mengguyur daerah tersebut maka banjir rob dapat terjadi dengan cepat, karena menambah debit air yang ada. Dari tahun ke tahun banjir rob tersebut terjadi semakin tinggi menggenangi daerah Tambak Rejo tersebut. Sehingga setiap 5 tahun sekali rumah warga harus di tinggikan atau direnovasi, agar apabila terjadi banjir rob rumah-rumah warga tidak kemasukan air rob.

Dalam mereovasi rumahnya masyarakat Tambak Rejo menggunakan uang pribadinya, sedangkan untuk memperbaiki jalanan mendapat bantuan dari pemerintah. Namun dalam bantuan perbaikan jalanan tersebut dalam setiap gang atau RT dalam pemberian bantuan dilakukan secara bergantian.

Di dalam masyarakat Tambak Rejo para ibu-ibu PKK setiap bulan sekali tepatnya hari minggu pagi sekitar pukul 07.00-08.00 mereka mengadakan kegiatan kerja bakti bersama membersihkan lingkungan. Para ibu-ibu PKK membersihkan selokan atau got-got agar tidak tersumbat dan mereka juga membersihkan sampah yang berserakan di jalanan. Adanya kegiatan tersebut menjadi point penting karena dapat meminimalisir penyakit-penyakit yang dapat menyerang masyarakat karena banjir rob yang membawa banyak bakteri dan penyakit di dalamnya.

Dimana setiap terjadi banjir rob maka banyak nyamuk yang berdatangan sehingga dapat menyebabkan penyakit malaria maupun demam berdarah. Untuk mensisatinya masyarakat Tambak Rejo menggunakan kipas angin agar nyamuknya tidak mendekat, karena apabila menggunakan obat nyamuk menurut mereka sudah tidak mempan lagi dan disisi lain jika menggunakan obat nyamuk memakan biaya lebih. Di Tambak Rejo juga sering kedatangan Dinas Sosial untuk memberikan bantuan pasca banjir rob.

Komunikasi yang terjalin di masyarakat Tambak Rejo ini cukup erat. Walaupun dalam masyarakat tersebut tidak semuanya masyarakat asli Tambak Rejo, namun ada juga pendatang dari berbagai daerah yang sudah lama tinggal disana dan hidup menetap, serta ada pula yang hanya tinggal sementara waktu atau kos. Dalam masyarakat selalu menjaga komunikasi dengan masyarakat lainnya dengan gotong royong pasca banjir rob yang terjadi. Pasca banjir rob tersebut masyarakat sebelumnya membersihkan rumah mereka masing-masing, kemudian masyarakat berkumpul dan bersama-sama membersihkan jalanan-jalanan yang terdapat sampah yang berserakan.

  1. Adaptasi Pendidikan

 Kelurahan Tambakrejo terdapat banyak pendatang dari berbagai wilayah. Mereka datang untuk keperluan masing-masing, ada  yang tinggal untuk menempuh pendidikan di beberapa universitas di Semarang yang letaknya tidak jauh dari pemukiman tersebut, ada pula dari luar kota yang sengaja datang untuk berdagang (warung kelontong, warung makanan) ataupun bekerja di pabrik. Tidak sedikit pula dari mereka yang sekarang menetap di Desa tersebut.

Dahulu sebelum ada kegiatan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Semarang dengan mendirikan sebuah tempat belajar gratis untuk anak-anak, masih banyak anak-anak usia sekolah yang tidak mengenyam pendidikan. Ada beberapa factor yang mendasari mereka untuk tidak bersekolah diantaranya adalah mereka lebih memilih mencari uang dan karena rasa malas mereka tidak ingin sekolah. Kebanyakan dari mereka yang tidak bersekolah memilih untuk mengamen dan minta-minta. Kemudian didirikanlah tempat belajar gratis yang sudah ada sejak empat tahun yang lalu berlokasi di rumah ketua RT 05 RW 07 kampung Tenggang Kelurahan Tambakrejo . Awalnya mahasiswa-mahasiswa dari beberapa universitas di Semarang tersebut tidak mudah mempengarui masyarakat untuk sadar tentang pendidikan.

Menurut Ibu Tatik selaku ibu RT setempat, mahasiswa awalnya berusaha melakukan pendekatan dengan masyarakat salah satunya dengan cara ikut melakukan kegiatan yang dilakukan oleh desa dan mengajak anak-anak untuk bermain. Lambat laun masyarakat mulai sadar dan banyak anak-anak mereka yang mengikuti kegiatan belajar bersama yang dilakukan setiap sore hari Senin dan Jumat. Dalam kegiatan di belajar bersama tersebut tidak hanya belajar mengenai materi-materi yang ada di sekolah saja, tetapi juga ada belajar menari. Setelah ada program dari mahasiswa-mahasiswa belajar tersebut, anak-anak yang tinggal di sana mulai menyadari pentingnya untuk bersekolah. Masyarakat pun juga merasakan dampak positif dari kegiatan para mahasiswa tersebut. Saat ini banyak anak mereka yang sudah bersekolah, meskipun masih ada beberapa anak yang tidak bersekolah namun prosentasenya tidak sebanyak sebelum adanya tempat belajar bersama itu.

Menurut pendapat kami, rasa malas yang menjadi penyebab anak-anak tidak bersekolah adalah keadaan lingkungan tempat tinggal mereka yang sering terkena banjir rob. Karena mereka  tinggal di daerah yang sering tergenang air laut dan di pinggiran kota sehingga timbullah rasa malas dalam diri mereka. Banjir yang datang secara tiba-tiba tidak hanya menggenangi rumah-rumah warga, sekolah-sekolahpun tidak luput tergenang air rob. Banjir rob yang kerap kali terjadi di Desa Tambakrejo tersebut menjadi salah satu dampak yang menganggu aktivitas warga untuk bersekolah.

Ketika rob datang, anak-anak yang berangkat sekolah harus melepas sepatunya dan menggunakan sandal jepit untuk pergi ke sekolah. Jika rob tinggi air sampai masuk ke lingkungan sekolah. Bahkan apabila rob disertai dengan hujan, dan pemukiman belum ditinggikan kegiatan belajar mengajar di sekolah diliburkan. Namun, pemerintah setempat sudah memberi perhatiannya untuk daerah-daerah yang sering terkena banjir rob di Semarang, jalan-jalan raya dan pemukiman sudah mulai ditinggikan. Begitu juga dengan rumah-rumah warga, yang setiap beberapa tahun selalu ditinggikan agar air tidak masuk ke dalam rumah. Lama kelamaan anak-anak yang bersekolah mulai terbiasa dengan keadaan tersebut, sehingga ketika pagi hari berangkat sekolah terjadi banjir mereka tetap menjalankan aktivitas seperti biasa.

  1. Adaptasi Mata Pencaharian

Di kampung Tenggang, kelurahan Tambakrejo tepatnya di RT.06 RW.07 di kawasan Semarang bawah, kami melakukan observasi tentang adaptasi warga dalam kehidupan warga yang ada di daerah kawasan rob. Mata pencaharian merupakan hal terpenting dalam menyambung hidup atau untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang ada disuatu daerah. Masyarakat Tambakrejo melakukan adaptasi dengan lingkungan yang selama ini terkena rob, entah pada waktu pagi, siang, sore ataupun malam yang kapan pun bisa terjadi rob di daerah tersebut. Warga sudah terbiasa dengan keadaan seperti itu. Jadi warga dalam menjalani kehidupan di daerah tersebut tak gumun lagi dengan keadaan rob yang suatu saat bisa terjadi, lebih-lebih ketika hujan tiba, mereka sudah faham betul dengan daerah tersebut.

Kebanyakan penduduk yang menempati daerah tersebut separuhnya adalah keluarga pendatang, yang bertempat tinggal mulai dari ngekos, ngontrak maupun membuat rumah sendiri. Begitu pula dengan orang asli daerah itu, mereka sudah turun-temurun mengalami rob, akan tetapi mereka memilih bertahan untuk hidup di daerah itu dengan alasan karena sudah nyaman selagi daerah itu masih memungkinkan untuk bertahan hidup.

Masyarakat yang tinggal di daerah tersebut rata-rata bermata pencaharian sebagai pedagang, mulai pedagang kaki lima,  pedagang berkeliling maupun pedagang yang menetap di rumah-rumah warga sendiri. Rata-rata mereka berjualan makanan-makanan (bakso, mie ayam, warteg, dll), dan ada juga yang berjualan sembako dan makanan-makanan ringan. Karena tidak hanya masyarakat sendiri yang membeli, mulai dari mahasisiwa, pekerja, dan orang yang melakukan perjalanan., entah perjalanan jarak jauh maupun hanya manpir untuk mengusir dahaga.

Ada juga yang bekerja sebagai nelayan, karena daerah tersebut dekat dengan laut, meskipun sekarang nelayan mulai berkurang di daerah tersebut tapi masih ada yang menjadi nelayan, kebanyakan dari mereka adalahpara orang tua. Agak tragis mungkin, di daerah pesisir seperti itu nelayan mulai berkurang, akan tetapi itulah pilihan masyarakat, mereka sudah mengalami modernitas dalam hidup, mungkin yang di anggapnya bekerja sebagai nelayan adalah pekerjaan yang kurang menjanjikan karena ikan yang ada di laut ada dengan musim-musiman. Sebagai nelayanlah salah satu mata pencahariaan yang menjadi penopang hidup masyarakat terutama orang tua yang memilih bekerja di rumah timbang merantau di luar sana. Untuk pemuda yang ada di daerah tersebut kebanyakan dari mereka bekerja merantu, entah di luar Jawa maupun di luar daerah. Akan tetapi meskipun pemuda asli bekerja merantau banyak juga mahasiswa yang mengekos di daerah tersebut, hal itu yang menjadikan daerah tersebut tetap rame dengan masyarakat yang beraneka ragam.

Tak kalah berkembangnya masyarakat daerah tersebut sudah banyak warga yang berprofesi sebagai guru dan pegawai-pegawai, mereka sudah mulai mengembangakan daerah tersebut dengan mengajarkan anak-anak pelajaran yang ada di sekolahan. Tak banyak memang, tapi itu sudah mewakili masyarakat yang lain untuk mendidik anak-anak mereka dengan peran guru yang mengajarkan anak-anak mereka.

Berdasarkan hasil laporan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kota merupakan sebuah tempat yang penuh dengan aneka ragam permasalahan. Terdapat beberapa permasalahan yang terjadi karena ulah penduduknya sendiri maupun terjadi dikarenakan bencana alam. Permasalahan llingkungan yang ada karena ulah penduduknya terjadi disebabkan oleh kurangnya sifat peduli dan juga merawat terhadap lingkungan. Sedangkan permasalahan lingkungan karena alam seringkali terjadi dikarenakan latar belakang dari tempat tersebut.

Melihat dari latar belakangnya, desa Tambakrejo dahulu merupakan sebuah lautan yang kemudian terjadi sedimentasi, sehingga terciptalah daratan. Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh tempat yang dahulunya lautan dan terjadi sedimentasi adalah naiknya air laut ke permukaan tanah, atau yang biasa kita sebut dengan rob. Permasalahan tersebut sulit untuk diatasi karena melibatkan beberapa aspek, mulai dari aspek lingkungan hingga aspek kesadaran masyarakat untuk merawat lingkungan. Sekarang ini, berdasarkan dari data observasi kami, masyarakat sudah mulai menyadari betapa pentingnya menjaga lingkungan, misalnya dengan membuang sampah pada tempatnya. Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri, aspek yang paling berpengaruh terhadap rob ini adalah aspek lingkungan yang sulit untuk diatasi.

Saat ini program dari pemerintah hanya mengadakan peninggian jalan untuk mengurangi dampak dari rob ini. Ada kabar dari masyarakat bahwa pada bulan Mei 2017, akan diadakan peninggian jalan. Peninggian jalan menurut kami hanya dapat mengurangi dampak dari rob yang dapat menyebabkan efek samping bagi rumah warga. Saat ini, masyarakat Tambakrejo seperti harus mempunyai program meninggikan rumah setiap lima tahun, mengikuti tinggi jalan yang selalu ditingkatkan setiap tahunnya. Meskipun begitu, masyarakat tetap berkeinginan untuk menetap di lingkungan tersebut, karena mereka sudah merasa nyaman.

Tulisan ini dipublikasikan di Artikel Kuliah Sosant. Tandai permalink.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: