A. Hakikat Pendidikan

  1. Konsep Dasar Pendidikan

Langeveld seorang ahli Pedagogic dari negeri Belanda mengemukakan batasan penegertian pendidikan, bahwa pendidikan adalah suatu bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak  yang belum dewasa untuk mencapai tujuan, yaitu kedewasaan.

Bimbingan dari batasan di atas ada beberapa aspek yang berhubungan dengan usaha pendidikan, yaitu bimbingan sebagai suatu proses, orang dewasa sebagai pendidik, anak sebagai manusia yang belum dewasa, dan yang terakhir adalah tujuan pendidikan. Dengan menggunakan istilah bimbingan, secara filisofis kita dapat menghayati, bahwa pendidikan itu merupakan suatu usaha yang disadari, bukan suatu perbuatan yang serampangan begitu saja, harus kita pertimbangkan segala akibatnya dari perbuatan-perbuatan mendidik itu. Dengan menggunakan bimbingan itu pula, pendidikan tidak dilakasanakan dengan memaksakan kepada si anak sesuatu yang datangnya dari luar. Begitu juga sebaliknya tidak boleh dibiarkan begitu saja si anaak berkembang dengan sendirinya.

Dalam GBHN tahun 1973 menyatakan, bahwa pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan peserta didik di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.

Ada beberapa konsepsi dasar tentang pendidikan yang akan dilaksanakan, yaitu:

  1. Bahwa pendidikan berlangsuns seumur hidup (life long education). Dalam hal ini berarti bahwa usaha pendidikan sudah dimulai sejak manusia itu lahir dari kandungan ibunya sampai ia tutup usia, sepanjang ia mampu untuk menerima pengaruh dan dapat mengembangkan dirinya. Suatu konsekuensi dari konsep pendidikan sepanjang hayat ialah bahwa pendidikan tidak identik dengan sekolah. Pendidikan akan berlangsung dalam lingkungan keluarga, dalam lingkungan sekolah, dan dalam lingkungan masyarakat.
  2. Bahwa tanggung jawab pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. Pemerintah tidak boleh memonopoli segalanya, melainkan bersama dengan keluarga dan masyarakat, berusaha agar pendidikan mencapai tujuan yang telah ditentukan.
  3. Bagi manusia, pendidikan itu merupakan suatu keharusan, karena pendidikan, manusia akan memiliki kemampuan dan kepribadian yang berkembang. Handerson mengemukakan, bahwa pendidikan merupakan suatu hal yang tidak dapat dielakkan oleh manusia, suatu perbuatan yang tidak boleh tidak terjadi, karena pendidikan itu membimbing generasi muda untuk mencapai suatu generasi yang lebih baik.

2.   Pendidikan Hanya Berlaku bagi Manusia

            Dalam arti yang luas pendidikan berisi tiga pengertian, yaitu: pendidikan, pengajaran, dan pelatihan. Ketiga istilah tersebut mengandung pengertian yang berbeda. Secara sepintas saja bagi orang awam mungkin akan dianggap sama saja artinya. Dalam praktik sehari-hari di lapangan, kita sering mendengar kata-kata seperti pendidikan olahraga, pengajaran olahraga, pelatihan olahraga, pendidikan kemiliteran, pengajaran kemiliteran, pelatihan kemiliteran, dan sebagainya. Kalau kita perhatikan ketiga ketiga istilah tersebut (pendidikan, pengajaran, dan pelatihan) dapat diikutsertakan predikat yang sama. Ketiga istilah tadi akan lebih jelas kalau kita lihat dalam konteks kata kerjanya, dalam bentuk mendidik, mengajar, dan melatih. Istilah mendidik menurut Darji Darmodiharjo, menunjukkan usaha yang lebih ditujukan kepada pengembangan budi pekerti, semangat, kecintaan, rasa kesusilaan, ketakwaan, dan lain-lainnya. Istilah mengajar menurut Sikun pribadi berarti memberi pelajaran tentang berbagai ilmu yang bermanfaat bagi perkembangan kemampuan intelektualnya. Sedangkan istilah melatih, merupakan suatu usaha untuk memberi sejumlah ketrampilan tertntu, yang di lakukan secara berulang ulang, sehingga akan terjadi sesuatu pembiasaan dalam bertindak.

            Dari penjelasan diatas, pendidikan mengandung suatu pengertian yang sangat luas, menyangkut seluruh aspek kepribadian manusia. Pendidikan menyangkut hati nurani, nilai-nilai, perasaan, pengetahuan dan keterampilan. Dengan pendidikan manusia ingin atau berusaha untuk meningkatkan dan mengembangkan serta memperbaiki nilai-nilai, hati nuraninya, perasaannya, pengetahuannya, dan ketrampilannya. Dengan kata lain pendidikan merupakan kegiatan mengolah hati anak didik, pengajaran merupakan kegiatan mengolah otak anak didik, dan pelatihan merupakan kegiatan mengolah lidah dan tangan anak didik agar ana didik menjadi manusia beriman, manusia cerdas, dan manusia yang terampil.

            Hewan tidak dapat dididik dan tidak memungkinkan untuk dididik, sehingga tidak mungkin dilibatkan dalam proses pendidikan. Hanya manusialah yang dapat dididik dan mungkin untuk menerima pendidikan, karena manusia memang dilengkapi dengan akal budinya. Pendidikan pada hakikatnya akan berusaha untuk mengubah perilaku. Tetapi perilaku mana yang dapat dijangkau oleh pendidikan, karena hewanpun adalah makhluk yang berperilaku.

  1. Manusia Perlu Dididik (memperoleh pendidikan)

Setelah kita bahas, bahwa manusialah yang dapat menerima pendidikan, dan yang memungkinkan dapat dididik, timbullah pertanyaan yang perlu mendapat jawaban secara tuntas, ialah: Mengapa manusia dapat dididik?

Ada beberapa asumsi yang memungkinkan manusia itu perlu mendapatkan pendidikan:

  • Manusia dilahirkan dalam keadaan tifak berdaya.

Manusia begitu lahir ke dunia, perlu mendapatkan uluran tangan orang lain untuk dapat melengsungkan kehidupannya.

  • Manusia lahir tidak langsung dewasa.

Untuk sampai ke tingkat dewasa yang menjadi tujuan pendidikan dalam arti khususmemerlukan waktu yang relatif panjang.

  • Manusia pada hakikatnya adalah makhluk sosial.

Ia tidak akan menjadi manusia seandainya tidak hidup bersama manusia lain. Kita ingat kepada “manusia serigala”, yaitu seorang anak manusia dibesarkan oleh serigala. Ia berperilaku seperti serigala, makan tidak menggunakan tangan, melainkan langsung dengan menggunakan mulutnya, meraung-raung, garang kalau melihat manusia lainnya, makan daging mentah, dan sebagainya.

  • Manusia pada hakikatnya dapat dididik dapat mendidik dirinya sendiri secara terus menerus sepanjang hayat.

4.  Tujuan Pendidikan

Tujuan pendidikan merupaka suatu gambaran dari falsafah hidup atau pandangan hidup manusia, baik secara perorangan maupun secara kelompok (bangsa dan negara). Membicarakan tujuan pendidikan akan menyangkut sistem nilai dan norma-norma dalam suatu konteks kebudayaan, baik dalam mitos, kepercayaan dan religi, filsafat, ideologi, dan sebagainya. Tujuan pendidikan di suatu negara akan berbeda dengan tujuan pendidikan di negara lainnya, sesuai dengan dasar negara, filsafah hidup bangsa, dan ideologi negara tersebut.

Pendidikan mengemban tugas untuk menghasilkan generasi yang baik, manusia-manusia yang lebih berkebudayaan, manusia sebagai individu yang memiliki kepribadian yang lebih baik.  Nilai-nilai yang hidup dan berkembang di suatu masyarakat atau negara, menggambarkan negara dalam konteks yang sangat luas, menyangkut kehidupan seluruh umat manusia, yang digambarkan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk mencapai suatu kehidupan yang lebih baik.

Dalam pengertian yang khusus, pendidikan diartikan sebagai sesuatu bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaanya. Di sini jelas, bahwa yang menjadi tujuan pendidikan ialah kedewasaannya. Pengertian kedewasaan itu sendiri selalu terdapat dalam bentuk kekhususan, mengingat tempat, waktu, dan pandangan hidup manusia. Pengertian kedewasaan masyarakat primitif akan berbeda dengan pengertian kedewasaan menurut masyarakat modern. Kedewasaan baik menyangkut isi, mutu (kualitas) maupun dari segi materinya. Begitu juga kedewasaan menurut orang amerika akan berbeda dengan kedewasaan menurut bangsa indonesia.

Secara umum dapat dikemukakan beberapa indikator dari manusia dewasa, diantaranya:

  1. Manusia yang mandiri, dapat hidup sendiri, mengambil putusan sendiri, tidak menggantungkan diri kepada orang lain.
  2. Bertanggung jawab kepda perbuatannya, dan dapat dimintai pertanggungjawaban aas perbuatannya tersebut. Lain dengan anak yang belum dewasa, ia tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya itu.
  3. Telah mampu memahami norma-norma serta moral dalam kehidupan dan sekaligus berkesanggupan untuk melaksanakan norma serta moral tersebut, dalam hidup dan kehidupannya yang dimanifestasikan dalam kehidupan bersama.

Bagi bangsa Indonesia, Pancasila merupakan dasar dan tujuan dari pendidikan, karena Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa dan dasar negara Republik Indonesia. Kegiatan pendidikan ditujukan untuk membentuk manusia Indonesia yang memiliki kepribadian yang lebih baik, yaitu manusia Indonesia yang sikap dan perilakunya dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila. Jadi moral dan norma yang terkandung dalam Pancasila, bagi bangsa Indonesia dapat dijadikan ukuran untuk menilai apakah ia sudah termasuk manusia dewasa atau belum.

B. Kondisi Pendidikan di Indonesia

 Indonesia merupakan negara yang mutu pendidikannya masih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain bahkan sesama anggota negara ASEAN pun kualita SDM bangsa Indonesia masuk dalam peringkat yang paling rendah. Hal ini terjadi karena pendidikan di Indonesia belum dapat berfungsi secara maksimal. Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia harus segera diperbaiki agar mampu melahirkan generasi yang memiliki keunggulan dalam berbagai bidang supaya bangsa Indonesia dapat bersaing dengan bangsa lain dan agar tidak semakin tertinggal karena arus global yang berjalan cepat.

Untuk memperbaiki pendidikan di Indonesia diperlukan sistem pendidikan yang responsif terhadap perubahan dan tuntutan zaman. Perbaikan itu dilakukan mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Oleh karena itu, bangsa Indonesia harus menggunakan sistem pendidikan dan pola kebijakan yang sesuai dengan keadaan Indonesia.

Masa depan suatu bangsa sangat tergantung pada mutu sumber daya manusianya dan kemampuan peserta didiknya untuk menguasai ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Hal tersebut dapat kita wujudkan melalui pendidikan dalam keluarga, pendidikan masyarakat maupun pendidikan sekolah. Saat ini pendidikan sekolah wajib di terima oleh seluruh masyarakat Indonesia, karena dengan mengenyam pendidikan kita dapat mengikuti arus global dan dapat mengejar ketertinggalan kita dari bangsa lain. Namun dalam kenyataannya sekarang ini masih banyak orang yang belum dapat mengenyam pendidikan sekolah karena faktor ekonomi. Akan tetapi di dalam era global ini, hal tersebut tidak boleh terjadi karena akan menghambat perkembangan SDM dan bangsa pada umumnya. Maka dari itu, pemerintah Indonesia harus mengambil kebijakan yang dapat mengatasi masalah tersebut.

  1. Sistem Pendidikan yang di Anut di Indonesia

Indonesia sekarang menganut sistem pendidikan nasional. Namun, sistem pendidikan nasional masih belum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Ada beberapa sistem di Indonesia yang telah dilaksanakan, di antaranya:

  • Sistem Pendidikan Indonesia yang berorientasi pada nilai.

Sistem pendidikan ini telah diterapkan sejak sekolah dasar. Disini peserta didik diberi pengajaran kejujuran, tenggang rasa, kedisiplinan, dsb. Nilai ini disampaikan melalui pelajaran Pkn, bahkan nilai ini juga disampaikan di tingkat pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.

  • Indonesia menganut sistem pendidikan terbuka.

Menurut sistem pendidikan ini, peserta didik di tuntut untuk dapat bersaing dengan teman, berfikir kreatif dan inovatif.

  • Sistem pendidikan beragam.

Di Indonesia terdiri dari beragam suku, bahasa, daerah, budaya, dll. Serta pendidikan Indonesia yang terdiri dari pendidikan formal, non-formal dan informal.

  • Sistem pendidikan yang efisien dalam pengelolaan waktu.

Di dalam KBM, waktu di atur sedemikian rupa agar peserta didik tidak merasa terbebani dengan materi pelajaran yang disampaikan karena waktunya terlalu singkat atau sebaliknya.

  • Sistem pendidikan yang disesuaikan dengan perubahan zaman.

Dalam sistem ini, bangsa Indonesia harus menyesuaikan kurikulum dengan keadaan saat ini. Oleh karena itu, kurikulum di Indonesia sering mengalami perubahan / pergantian dari waktu ke waktu, hingga sekarang Indonesia menggunakan kurikulum KTSP.

  1. Permasalahan di Bidang Pendidikan

Permasalahan  yang dihadapi bangsa Indonesia di bidang pendidikan mencakup tiga pokok permaslahan, yaitu:

  • Pemerataan Pendidikan

Saat ini bangsa Indonesia masih mengalami di bidang pemerataan pendidikan. Hal tersebut dikarenakan pendidikan di Indonesia hanya dapat dirasakan oleh kaum menengah ke atas. Agar pendidikan di Indonesia tidak semakin terpuruk, maka pemerintah harus mengambil kebijakan yang tepat. Misalnya, adanya kebijakan wajib belajar 9 tahun. Kebijakan ini dilaksanakan dari mulai bangku SD hingga SMP. Pemerintah membuat kebijakan dengan meratakan tenaga pendidik di setiap daerah.

  • Biaya pendidikan

Keadaan ekonomi Indonesia yang semakin terpuruk berdampak pula pada pendidikan di Indonesia. Banyak sekali anak yang tidak dapat mengenyam pendidikan karena biaya pendidikan yang mahal. Maka dari itu,  agar bangsa Indonesia tidak semakin terbelakang, Pemerintah mulai mengeluarkan dana BOS, yang diberikan kepada peserta didik di SD dan SMP. Hal tersebut dilakukan dengan membebaskan biaya SPP atau membuat kebijakan free-school bagi pendidikan dasar. Dengan dikeluarkan kebijakan tersebut, di harapkan semua pendidikan dapat dirasakan di semua kalangan masyarakat Indonesia.

  • Kualitas Pendidikan

Selain kedua masalah tersebut, permasalahan yang paling mendasar adalah masalah mutu pendidikan. Karena sekarang ini pendidikan kita masih jauh tertinggal jika di bandingkan dengan negara-negara lain. Hal tersebut di buktikan dengan banyaknya tenaga pendidik yang mengajar namun tidak sesuai dengan bidangnya. Selain itu, tingkat kejujuran dan kedisiplinan peserta didik masih rendah, Contohnya: dengan adanya kecurangan-kecurangan yang dilakukan saat mengikuti Ujian Nasional peserta didik cenderung pilih mendapat jawaban secara instan, misalnya dengan membeli jawaban soal Ujian Nasional. Oleh karena itu, mutu pendidikan harus diperbaiki, maka pemerintah membuat kebijakan yang berupa peningkatan mutu pendidik. Yang dilakukan dengan cara mengevaluasi ulang tenaga pendidik agar sesuai dengan syarat untuk menjadi pendidik. Selain itu, pemerintah harus meningkatkan sarana dan prasarana, misalnya memperbaiki fasilitas gedung, memperbanyak buku, Pendidikan sangat penting pengaruhnya bagi suatu bangsa. Tanpa adanya pendidikan, maka bangsa tersbut akan tertinggal dari bangsa lain. Sepeti halnya juga bangsa Indonesia, pendidikan merupakan salah satu upaya yang dibutuhkan untuk mengejar ketertinggalan dari bangsa lain khususnya bangsa-banga ASEAN. Maka pendidikan Indonesia harus diperbaiki, baik dari segi sistem pendidikan maupun sarana prasarana.

Indonesia terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Saat ini pemerintah mulai memperbaiki mutu pendidikan di Indonesia dengan membuat berbagai kebijakan dan merubah sistemnya. Pendidikan Indonesia saat ini menggunakan sistem nasional yang meliputi sistem terbuka, sistem yang berorientasi pada nilai, sistem pendidikan yang beragam, sistem pendidikan yang disesuaikan dengan perubahan zaman dan sistem pendidikan yang efektif dan efisien. Untuk menjalankan sistem tersebut, pemerintah mengeluarkan sistem wajib belajar 9 tahun yang ditujukan untuk peserta didik SD dan SMP, adanya free-school. Perubahan kurikulum dari waktu ke waktu yang disesuaikan dengan keadaan pendidikan sekarang, memperbaiki sarana-prasarana, mengevaluasi kinerja tenaga pendidik dll. Dengan adanya upaya pendidikan di Indonesia dapat lebih baik agar bangsa Indonesia dapat mengimbangi negara lain terutama negara-negara ASEAN.

C. Peran Pendidikan terhadap Kesejahteraan Masyarakat

  1. Peranan Pendidikan dalam meningkatkan Sumber Daya Manusia

Persoalan ketenagakerjaan selalu mendapat perhatian yang serius dari berbagai kalangan,  baik  pemerintah, swasta maupun dari masyarakat. Kompleksitas permasalahan ketenagakerjaan ini dapat dipandang sebagai suatu upaya masing-masing individu untuk memperoleh dan mempertahankan hak-hak kehidupan yang melekat pada manusia agar memenuhi kebutuhan demi kelangsungan hidup.

Tujuan pembangunan nasional, yaitu terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai, demokratis, berkeadilan dan berdaya saing maju dan sejahtera dalam wadah negara kesatuan republik indonesia yang didukung oleh manusia yang sehat, mandiri dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa.

Dari tujuan tersebut tercermin bahwa sebagai titik sentral pembangunan adalah pemberdayaan sumber daya manusia termasuk tenaga kerja, baik sebagai sasaran pembangunan maupun sebagai pelaku pembangunan. Dengan demikian, pembangunan ketenagakerjaan merupakan salah satu aspek pendukung keberhasilan pembangunan nasional. Di sisi lain, terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan pembangunan nasional tersebut, khususnya dibidang dibidang ketenagakerjaan, sehingga diperlukan kebijakan dan upaya dalam mengatasinya.

Sehubungan hal tersebut di atas pengembangan SDM di Indonesia dilakukan melalui tiga jalur utama, yaitu pendidikan, pelatihan dan pengembangan karir di tempat kerja. Jalur pendidikan merupakan tulang punggung pengembangan SDM yang dimulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Sementara itu, jalur pelatihan dan pengembangan karir di tempat kerja merupakan jalur suplemen dan komplemen terhadap pendidikan.

Arah pembangunan SDM di indonesia ditujukan pada pengembangan kualitas SDM secara komprehensif meliputi aspek kepribadian dan sikap mental, penguasaan ilmu dan teknologi, serta profesionalisme dan kompetensi yang ke semuanya dijiwai oleh nilai-nilai religius sesuai dengan agamanya. Dengan kata lain, pengembangan SDM di Indonesia meliputi pengembangan kecerdasan akal (IQ), kecerdasan sosial (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ).

Dalam rangka pengembangan SDM di indonesia, banyak tantangan yang harus dihadapi. Tantangan pertama adalah jumlah penduduk yang besar, yaitu sekitar 216 juta jiwa. Tantangan kedua adalah luasnya wilayah indonesia yang terdiri dari 17.000 pulau dengan penyebaran penduduk yang tidak merata. Tantangan ketiga adalah mobilitas penduduk yang arus besarnya justru lebih banyak ke pulau Jawa dan ke kota-kota besar.

Berbagai tantangan seperti itu, memerlukan konsep, strategi dan kebijakan yang tepat agar pengembangan SDM di Indonesia dapat mencapai sasaran yang tepat secara efektif dan efisien. Hal ini penting dilakukan karena peningkatan kualitas SDM Indonesia tidak hanya untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing di dalam maupun diluar negeri, tetapi juga untuk meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan penghasilan bagi masyarakat.

  1. Peranan Pendidikan Dalam Mewujudkan Mobilitas Sosial

Pendidikan dalam kaitannya dengan mobilitas sosial harus mampu untuk mengubah mainstrem pesrta didik akan realitas sosialnya. Pendidikan yang tepat untuk mengubah paradigma ini adalah pendidikan kritis yang pernah digulirkan oleh Paulo Freire. Sebab, pendidikan kritis mengajarkan kita selalu memperhatikan kepada kelas-kelas yang terdapat di dalam masyakarakat dan berupaya memberi kesempatan yang sama bagi kelas-kelas sosial tersebut untuk memperoleh pendidikan. Disini fungsi pendidikan bukan lagi hanya sekedar usaha sadar yang berkelanjutan. Akan tetapi sudah merupakan sebuah alat untuk melakukan peruabahan dalam masyarakat. Pendidikan harus bisa memberikan pemahaman kepada peserta didik tentang realitas sosial, analisa sosial dan cara melakukan mobilitas sosial.

Orang bisa mendebat balik, dengan pendidikan seseorang bisa mengalami mobilitas sosial. Mereka tak harus terus menjadi petani dan orang miskin jika bisa mengenyam pendidikan. Itulah masalahnya. Di banyak negara berkembang lain mobilitas sosial tidak selalu dimungkinkan. Di India kasta adalah salah satu hambatan mobilitas sosial, selain banyak hambatan lain. Di negara seperti Indonesia, korupsi yang sudah mengakar hingga ke tingkat penerimaan pegawai bisa jadi alasan lain mengapa mobilitas sosial relatif sulit terjadi.

Cengkeraman kapitalisme nampaknya begitu kental dalam dunia pendidikan di Indonesia. Didorong oleh misi untuk meningkatkan akumulasi kapital sebesar-besarnya, lembaga pendidikan akan lebih banyak menerima pelajar-pelajar gedongan meski memiliki IQ pas-pasan. Pelajar yang berprestasi tetapi miskin, tidak dapat sekolah atau melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Mobilitas sosial vertikal hanya akan menjadi milik orang kaya yang mampu sekolah tinggi, meskipun secara intelektual diragukan.

Berbarengan dengan meningkatnya gejala privatisasi pendidikan dan aspirasi atas pendidikan yang berkualitas memang juga terjadi peningkatan kecenderungan dalam masyarakat untuk mendirikan pendidikan yang mahal tetapi menjanjikan mutu: Buktinya sekolah / madrasah baik swasta maupun negeri semakin meningkat jumlahnya dalam kurun hampir dua dasawarsa terakhir. Jelas, hanya terdapat segelintir kalangan masyarakat biasa disebut sebagai “kelas menengah” yang mampu membeli pendidikan yang mahal tersebut. Tetapi lembaga lembaga pendidikan yang mahal itu sudah telanjur eksis di mana-mana. dan tersebar dimana-mana dan kalangan publik yang inisk. sekalipun beranak anak mereka ke sana. Dan ini jelas dan perlu dihargai dan didukung.

Disinilah terletak dilema klasik. Pendidikan merupakan akses yang sangat penting jika tidak satu-satunya untuk mencapai mobilitas sosial; tetapi kaum miskin tidak dapat menjangkau akses tersebut, karena mahalnya biaya. Akhirnya terciptalah vicious circle (lingkaran setan); kerniskinan menciptakan keterbelakangan pendidikan, dan sosial ekonomi, dan keterbelakangan terakhir ini menghasilkan keterbelakangan pendidikan.

Dalam konteks terakhir inilah kebutuhan pada filantrofi (kedermawanan) secara khusus untuk pendidikan terasa semakin dibutuhkan dan mendesak. Jika tidak, sekolah/madrasah yang berkualitas hanya bisa dimasuki anak anak dari keluarga kaya. Padahal, kita juga tahu, terdapat cukup banyak anak dari kalangan miskin yang cerdas, borbakat, rajin, mau bekerja keras dan dengan demikian, cukup menjanjikan. Memang tradisi filantropi untuk pendidikan bukanlah sesuatu hal baru di Indonesia. Kita tahu sangat banyak lembaga pendidikan, seperti madrasah/sekolah, pesantren, dan perguruan tinggi yang didirikan dan dikembangkan dengan dana filantropi. Agaknya, hampir bisa dipastikan, lembaga lembaga pendidikan yang dibangun dengan dana filantropi swasta dan masyarakat jauh lebih banyak, dibandingkan dana pemerintah.

  1. Peranan Pendidikan Memotong Rantai Kemiskinan

Indonesia dengan penduduk sekitar 211 juta jiwa pada tahun 2002 memerlukan usaha terus menerus yang konsisten untuk memerangi/memecahkan masalah penduduknya yang masih berada dibawah garis kemiskinan. Upaya memerangi kemiskinan itu harus merupakan komitmen semua komponen pembangunan yang dilakukan dengan terpadu dan terus menerus pada sasaran yang sama, yaitu keluarga kurang mampu, baik menyangkut kepala keluarganya, anak-anaknya atau anggota lain dari keluarga tersebut.

Apabila komitmen itu tidak seragam, yaitu setiap komponen pembangunan mencari sasarannya sendiri-sendiri, tidak mustahil hasilnya akan tidak maksimal dan kemiskinan yang mungkin saja ditangani akan tumbuh kembali dengan magnitute  yang justru lebih membesar.

Upaya pengentasan kemiskinan biasanya ditujukan kepada sasaran penduduk miksin atau penduduk kurang mampu tanpa mengambil sasaran keluarganya secara utuh. Padahal keluarga itu mempunyai anak, atau anak-anak yang masih kecil atau anak remaja yang mungkin saja sekolah atau kebanyakan tidak sekolah karena orang tuanya kurang mampu. Anak-anak ini biasanya terlepas dari perhatian kita semua karena di sekolah hampir pasti anak-anak ini tidak menonjol karena berbagai alasan. Atau anak-anak ini justru tidak sekolah karena kekurangan biaya dan harus membantu orang tuanya mencari nafkah atau maksimal bekerja keras sambil sebisa-bisa belajar pada tingkat pendidikan yang masih rendah. Jarang, kalau ada, anak-anak keluarga kurang mampu itu yang sanggup melanjutkan pendidikan pada pendidikan tinggi atau universitas. Kalau ada mereka umumnya menjadi mahasiswa yang segera dengan mudah drop-out karena berbagai alasan.

Pertumbuhan keluarga kurang mampu muda dewasa ini relatif tinggi karena beberapa alasan sebagai berikut ini :

  1. Jumlah keluarga muda kurang mampu sekarang ini relatif tinggi, yaitu sekitar setengah paro dari 20 persen jumlah penduduk yang ada di Indonesia yang jumlahnya adalah 211 juta jiwa tersebut.
  2. Anak-anak muda anak dari keluarga kurang mampu itu masih menikah relatif pada usia yang muda.
  3. Anak-anak muda yang lebih mampu bisa belajar sedikit tentang reprodusksi dan mungkin saja mengikuti KB setelah menikah.
  4. Berkat tersedianya fasilitas kesehatan umum yang makin baik, biarpun relatif kurang mampu, tingkat kematian anak dan tingkat kematian bayi secara umum makin kecil.

Karena alasan-alasan itu maka upaya pengentasan kemiskinan tidak boleh hanya terpaku pada kepala keluarga yang kebetulan miskin, tetapi harus dengan seksama diarahkan pada keluarga muda yang kurang mampu serta anak-anak mereka yang masih bersekolah, baik di pendidikan dasar, menengah maupun mereka yang berhasil meraih pendidikan yang lebih tinggi.

Anak-anak mereka yang bersekolah itu harus dijadikan sasaran bersama untuk dibantu pemberdayaannya dengan gigih karena kemungkinan besar dengan membantu pemberdayaan mereka dengan pendidikan yang cukup bisa dicegah tumbuhnya atau bertambahnya keluarga miskin baru. Upaya itu sekaligus merupakan upaya untuk memotong rantai kemiskinan yang terjadi secara alamiah karena anak keluarga miskin yang tidak bersekolah, hampir pasti mendapatkan pekerjaan yang menghasilkan nilai tambah yang relatif rendah. Apabila pertambahan keluarga miskin itu dapat dicegah maka dengan sendirinya upaya pengentasan kemiskinan itu tidak seperti upaya yang berjalan di tempat”. Ini berarti untuk upaya pengentasan kemiskinan yang bersifat komprehensip kita harus mewaspadai para anggota keluarga kurang mampu yang ada secara menyeluruh.

DAFTAR PUSTAKA

Munib, Achmad, dkk. 2012. Pengantar Ilmu Pendidikan. Semarang: UPT MKK UNNES.

Rahmi, Fitri. 2012, “Peranan Pendidikan dalam Kemajuan”. https://fitrirahmiku.blogspot.com/2012/12/makalah-isbd-peranan-pendidikan-dalam_31.html (diunduh tanggal 25 November 2014).

Wikipedia. 2014, “Pendidikan”. https://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan (diunduh tanggal 25 November 2014).

Filandu, K. Pandu. 2013, “Sistem Pendidikan dan Problematika Pendidikan di Indonesia”. https://sistempendidikannegarakita.blogspot.com/ (diunduh tanggal 10 Desember 2014).