Perbandingan Kehidupan Masyarakat Jawa Dahulu dan Sekarang di Lingkungan Dewi Sartika Barat III Kelurahan Sukorejo, Kecamatan Gunung Pati, Kota Semarang

Salam semangat

Generasi milenial

Apa kabar kalian semua? Semoga baik-baik saja yaa. Kali ini penulis akan berbagi mengenai tugas kuliah yang penulis dapat ketika semester 1 yaitu pada mata kuliah Bentang Sosial Budaya Masyarakat Jawa dimana tugas ini berupa laporan perbandingan kehidupan masyarakat di lingkungan tempat tinggal saya pada waktu dulu dan sekarang. Berikut merupakan materi atau isi dari tugas tersebut.

Pada hari Sabtu, 12 Desember 2015 saya melakukan pengamatan mengenai perbandingan kehidupan masyarakat jawa dahulu dengan sekarang di daerah tempat tinggal saya yaitu di jalan Dewi Sartika Barat III Kelurahan Sukorejo, Kecamatan Gunung Pati, Kota Semarang. Dalam pengamatan tersebut, saya melakukan observasi dalam berbagai segi seperti perilaku atau tata krama, tradisi, dan permainan. Dari observasi tersebut, dapat diperoleh hasil sebagai berikut:

Perilaku atau Tata Krama Masyarakat

Menurut narasumber pada masyarakat dahulu yang tinggal di daerah tempat tinggal saya, merupakan masyarakat asli suku Jawa. Mereka masih menjunjung tinggi tata krama atau unggah ungguh dalam berperilaku. Beliau menjelaskan bahwa dahulu anak-anak atau mereka yang berusia lebih muda sangat sopan dengan orang-orang yang usianya berada di atas mereka. Ketika mereka yang usianya lebih muda lewat di depan orang yang berusia lebih tua maka mereka akan menundukkan kepala dan berkata nuwun sewu yang dalam bahasa indonesia yang berarti permisi. Dalam kehidupan sehari-hari pun ketika melakukan interaksi atau komunikasi mereka menggunakan bahasa jawa dimana mereka yang berusia lebih muda ketika berbicara dengan orang yang lebih tua akan menggunakan bahasa krama dan sebaliknya mereka yang berusia lebih tua ketika berbicara dengan orang yang lebih muda akan menggunakan bahasa ngoko.

Saat ini daerah tempat tinggal saya tidak hanya dihuni oleh suku Jawa saja tetapi juga dihuni oleh berbagai macam suku atau etnis yang ada di Indonesia seperti suku Bugis, Aceh dan etnis Tionghoa. Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat di daerah tempat tinggal saya lebih menggunakan bahasa Indonesia daripada bahasa jawa ketika melakukan komunikasi, namun masih ada beberapa warganya yang menggunakan bahasa jawa dalam bekomunikasi. Selain itu, unggah ungguh dalam berperilaku masih tetap ada. Hal ini dibuktikan dengan ketika ada orang yang lewat di depan rumah atau berpapasan (ketika sedang naik kendaraan/jalan kaki) maka orang itu akan membuka jendela mobil dan menundukkan kepala serta berkata monggo pak/bu yang dalam bahasa indonesia berarti mari pak/bu.

Tradisi

Tradisi merupakan sebuah kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat yang berlangsung sejak lama dan menjadi sebuah kebudayaan di dalam masyarakat tersebut. Di daerah tempat tinggal saya, masyarakat masih memegang erat tradisi-tradisi jawa seperti:

  1. Bancaan Bubur Abang Putih

tradisi ini dilakukan ketika memiliki hajat seperti mantu, sunatan, dan kelahiran. Makna dari tradisi ini ialah untuk menolak bala dan agar diberi keselamatan dari mara bahaya.

2. Pagelaran Wayang Kulit

Pagelaran ini diselenggarakan ketika acara apitan. Apitan sendiri merupakan acara sedekah bumi dimana acara ini memiliki makna meminta keberkahan kepada Tuhan Yang Maha Esa agar bumi dan seisinya menjadikan keberkahan bagi yang menempati. Biasanya pagelaran ini diadakan oleh pihak kelurahan Sukorejo dan diselenggarakan bergantian setiap RW pada kelurahan tersebut.

3. Lek-lekan (bergadang)

Acara lek-lekan dilakukan ketika datangnya malam satu sura. Biasanya dalam tradisi tersebut setiap warga berdiam di rumah dan tidak tidur seharian. Menurut narasumber, lek-lekan ini dulunya memiliki rmakna agar kita dapat merenungi segala kesalahan kita pada tahun lalu dan dapat memperbaikinya di tahun berikutnya. Namun saat ini makna dari tradisi-tradisi tersebut agaknya sudah tidak seperti makna tradisi sebelumnya. Saat ini lek-lekan di tempat saya dimaknai sebagai hiburan dan ajang silaturahmi sebab pada saat malam menjelang tahun baru Islam (1 sura) para warga berkumpul di salah satu rumah warga untuk berkumpul dan memasak bersama yang nantinya makanan tersebut akan dimakan secara bersama-sama.

4. Pengajian

Acara pengajian biasanya dilakukan untuk memperingati hari-hari tertentu seperti pengajian kehamilan 4 bulanan, 7 bulanan, pengajian memperingati kematian seseorang seperti 3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari dan 1000 hari.

Permainan Anak-anak

Berbica tentang permainan sudah pasti bermain merupakan kegiatan yang disukai oleh anak-anak. Pada zaman dulu, anak-anak yang tinggal di daerah saya belum mengenal apa itu gadget. Mereka masih bermain dan berkumpul dengan anak-anak lainnya di sekitaran rumah. Biasanya menjelang sore, mereka akan pergi ke salah satu rumah anak tersebut danĀ  bermain bersama. Biasanya mereka akan bermain permainan tradisional seperti:

  1. Dakon atau congklak, permainan ini biasanya dimainkan oleh dua orang perempuan. Bentuk dakon sendiri yaitu berbentuk lonjong yang didalamnya terdapat cekungan atau lubang untuk menaruh isi dakon atau congklak. Isi dakon atau congklak tersebut dapat berupa biji-bijian, batu-batuan, kelereng dan sebagainya.
  2. Pasaran, permainan ini umumnya dimainkan oleh anak-anak perempuan. Biasanya sebelum mereka bermain, mereka akan mencari dan mengambil dedaunan untuk dijadikan bahan permainan pasaran tersebut.
  3. Bekel, merupakan salah satu permainan tradisional di Jawa Tengah. Permainan ini menggunakan bola dan biji bekel sebagai alat mainnya. Bola ini terbuat dari karet dan memiliki ukuran sebesar bola pingpong sementara biji bekel terbuat dari kuningan yang memiliki 4 (empat) sisi yang berbeda serta ukurannya lebih kecil daripada bola bekel itu sendiri.
  4. Lompat tali, permainan ini biasanya dimainkan oleh lebih dari 2 (dua) orang. Permainan ini menggunakan tali yang terbuat dari karet gelang yang dirantai menjadi panjang. Permainan ini dimainkan dengan cara 2 (dua) orang memegang ujung tali tersebut dan orang-orang yang lain melompat melewati tali yang dipegang kedua temannya tadi.
  5. Petak umpet, permainan ini umumnya dimainkan dengan melibatkan banyak anak. Permainan ini dilakukan dengan cara salah satu anak harus menghitung 1-10 dengan menutup matanya dan menghadap ke tembok sementara teman-temannya yang lain berpencar mencari tempat untuk bersembunyi. Setelah hitungan tersebut selesai, maka yang ditutup matanya tadi harus mencari teman-temannya yang bersembunyi tadi.
  6. Engklek, merupakan sebuah permainan tradisional yang cara memainkannya dengan melempar batu pada kotak yang telah digambar pada tanah. Setelah mereka melempar batu tersebut, anak tersebut harus melompati kotak yang tidak ada batu miliknya. Permainan ini dapat melibatkan lebih dari 2 (dua) orang.
  7. Egrang, permainan ini dimainkan dengan menggunakan dua buah bambu yang telah dibentuk sedemikian rupa agar bisa dinaiki oleh sang anak. Permainan ini membutuhkan keseimbangan agar dapat menjalankan egrang tersebut.
  8. Bentengan, dari namanya sudah dapat diketahui bahwa permainan ini memerlukan banyak anak. Permainan ini melibatkan 2 (dua) tim yang masing-masing tim memiliki lebih dari 2 (dua) orang pemain. Masing-masing tim harus menentukan bentengnya, entah itu pohon, tiang atau tembok. Cara bermain bentengan yaitu salah satu tim menjaga kawasan bentengnya tersebut dan tim lawan harus berusaha merebut benteng lawannya itu. Tim yang menjaga kawasan bentengnya harus menyentuh tim lawan. Barang siapa yang tersentuh akan menjadi tawanan dan teman dari tawanan tersebut harus dapat mendatangi benteng lawan dan menyentuh temannya yang ditawan tadi agar menang.

Sebenarnya masih banyak permainan tradisional masyarakat jawa. Namun, seiring berjalannya waktu dan berkembangannya ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), manusia berinovasi dan menciptakan sebuah gadget yang memanjakan setiap orang khususnya anak-anak. Saat ini di daerah tempat tinggal saya, hampir semua anak-anak memiliki gadget. Gadget tersebut diberikan oleh kedua orangtuanya dengan alasan agar anak-anak mereka tidak rewel dan dapat bermain di dalam rumah. Dengan pemberian gadget tersebut, anak-anak menjadi malas untuk bermain di luar rumah bersama teman sebayanya. Mereka lebih asyik memainkan jemari mereka di layar sentuh dari pada harus bermain di luar yang mengeluarkan keringat.

Tulisan ini dipublikasikan di Artikel Kuliah SosAnt. Tandai permalink.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: