Paper Pemanfaatan Sumber Daya Alam Tanaman Pakis dan Parijoto oleh Masyarakat Desa Colo Kabupaten Kudus

November 9, 2015 in ANTROPOLOGI | Comments (2)

 

A. Latar Belakang
Banyak cara yang dilakukan oleh masyarakat untuk memanfaatkan Sumber Daya Alam (SDA) yang berada di sekitar mereka. Salah satunya yaitu di wilayah kawasan Muria di Desa Colo Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus. Di kawasan Muria tersebut merupakan kawasan wisata gunung dan religi, dimana di Muria terdapat tempat berbagai wisata alam dan wisata religi yaitu makam Sunan Muria. Dengan adanya tempat wisata tersebut tentunya harus mempunyai kekehasan makanan yang menandakan ciri khas tempat tersebut, beberapa makanan khas yang ada di kawasan Colo adalah pecel pakis, buah parijoto, ganyong dan pisang byar. Hal itu tidaklah mengherankan karena karena tanah di Desa Colo subur dan sumber air yang ada sangat melimpah. Pakis, parijoto dan pisang byar merupakan atanaman dan buah yang paling terkenal di Desa Colo dan dikenal oleh para wisatawan maupun peziarah yang mengunjungi daerah Colo. Warga Desa Colo kemudian juga memanfaatkan pakis, parijoto dan pisang byar untuk kegiatan ekonomi mereka.


Disini penulis ingin mengkaji mengenai petani sayur pakis dan petani parijoto. Dimana ada perbedaan mengenai petani sayur pakis ini dan petani parijoto dalam memanfaatkan Sumber Daya Alam (SDA) yang ada di Colo ini. Desa Colo yang kaya dengan aneka tanaman yang salah satunya sudah disebutkan di atas yaitu pakis dan parijoto dimana tanaman tersebut merupakan tanaman lokal daerah Colo. Makanan yang berasal dari tanaman tersebut seakan tidak pernah habis walaupun hampir setiap minggu menjadi buah tangan atau makanan yang di nikmati oleh para peziarah. Bertani tersebut merupakan hal yang tidak terlepas dari semangat menghidupi pelestarian makanan lokal yaitu dengan cara tetap menanam tanaman-tanaman tersebut. Tetapi selain itu, pemerintah Kabupaten Kudus khususnya Kecamatan Dawe mengadakan acara tahunan yaitu “Wayang Among Tani” yang menjadi ajang refleksi para petani lereng gunung Muria. Selain itu, dari sistem budaya religius, masyarakat Desa Colo juga selalu mengadakan acara sedekah bumi dan acara kupatan yang dilakukan setiap tahun. Tetapi lambat laun, masyarakat Desa Colo khususnya para pemuda, sedikit sekali yang menjadi petani untuk mengembangkan dan membudidayakan tanaman lokal khas Colo. Mereka berpendapat bahwa menjadi petani kurang menguntungkan karena banyak sekali hambatan yang menghadang.
Melalui latar belakang tersebut, penulis ingin mengangkat tema mengenai kehidupan petani di Desa Colo yang merupakan lereng gunung Muria, khusunya petani pakis dan petani buah parijoto.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana petani pakis dan parijoto di Desa Colo memanfaatkan Sumber Daya Alam yang ada?
2. Bagaimana kelestarian alam dimaknai oleh aspek religius dalam masyarakat Desa Colo?
3. Bagaimana sikap pemuda yang ada di Desa Colo mengenai profesi petani?

C. Hasil Pengamatan
Dari hasil pengamatan di Desa Colo Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus, penulis melihat bahwa petani pakis dan parijoto di Desa Colo berkaitan dengan cara memanfaatkan sumber daya alam yang ada khususnya tanaman pakis dan parijoto sangat baik, dengan kata lain mereka memanfaatkan sumber daya alam sebagai mata pencaharian dengan bijak. Dimana mereka memanfaatannya dengan tidak berlebihan dalam pengambilannya, mereka mengambil sesuai dengan kebutuhan untuk dijual saja. Selain itu, untuk petani pakis dan parijoto sendiri terdapat perbedaan diantara keduanya dalam segi cara pengambilan sumber daya tersebut yang pada akhirnya sama-sama untuk dijual.
Dimana petani sayur pakis mengambil daun pakis di hutan secara langsung, dan tanaman pakis tersebut bergerombol di tebing-tebing yang cukup curam dan lembab. Petani pakis disini mengambilnya dengan menuruni tebing yang curam tersebut secara perlahan-lahan, kemudian petani pakis menyetor atau menjualnya kepada pemilik warung makan yang ada di sekitar Colo yang menjual pecel pakis makanan khas Muria, di kabupaten Kudus sendiri makanan ini hanya dapat ditemukan di daerah Muria sekitar kompleks ziarah Sunan Muria. Sedangkan untuk buah parijoto sendiri banyak khasiatnya dan diyakini bahwa jika orang yang hamil memakan buah parijoto ini, kelak jika anaknya perempuan akan berparas cantik dan jika anaknya laki-laki akan berparas ganteng. Buah parijoto ini merupakan tanaman liar yang tersebar di pegunungan Muria, maka pada awalnya petani parijoto mengambil buah ini di pegunungan Muria. Namun, karena buah parijoto ini memiliki nilai jual maka para petani mulai membudidayakannya sendiri-sendiri agar tidak perlu repot-repot untuk mengambil buah parijoto ini di gunung dan berebut dengan petani yang lain.
Seperti yang diketahui jika sayur pakis tidak dibudidayakan melainkan langsung mengambil dari tempat asalnya tidak seperti buah parijoto yang sudah dibudidayakan. Melihat hal tersebut, tentu saja dapat dilihat dari etos kerja para petani yang giat untuk bertani. Bertani tersebut merupakan hal yang tidak terlepas dari semangat untuk tetap pelestarian tanaman dan makanan lokal yaitu dengan cara tetap menanam tanaman-tanaman tersebut serta memberikan penghasilan kepada para petani pakis dan parijoto tersebut.

Disini penulis juga melihat bahwa petani di Desa Colo ini mayoritas sudah berumur 40 tahun keatas. Sedangkan untuk petani yang berumur dibawah 40 tahun sangat sedikit sekali. Berdasarkan pengamatan, profesi yang banyak dilakukan oleh masyarakat disini sekarang adalah menjadi tukang ojek para peziarah. Tukang ojek disini juga mayoritas berumur dibawah 35 tahun. Saat melakukan wawancara dengan beberapa tukang ojek disana, ada berbagai jawaban berbeda mengenai alasan dari mereka untuk mejadi tukang ojek. Menurut mereka profesi tukang ojek lebih menguntungkan daripada menjadi petani.

D. Pembahasan
1. Cara petani pakis dan parijoto di Desa Colo dalam memanfaatkan sumber daya alam yang ada
Dalam pengamatan yang dilakukan di Desa Colo, para petani pakis maupun petani parijoto tidak memanfaatkan sumber daya alam yang ada secara berlebihan melainkan dimanfaatkan dengan bijak. Para petani pakis dan parijoto sendiri sadar dan memahami berpendapat bahwa tidak pantas apabila mereka mengambil dengan cara eksploitasi. Pandangan tersebut berkaitan bahwa alam sudah memberikan apa yang manusia butuhkan. Jadinya, para petani tersebut memiliki pemikiran bahwa apa yang harus di ambil dari alam tidak boleh merusak alam itu sendiri.
Dari pandangan masyarakat petani pakis dan parijoto di Desa Colo Kabupaten Kudus ini sendiri, bila dilihat dalam perspektif ekologi manusia yang dikemukan oleh Munsi Lampe ada tiga perspektif ekologi manusia yang dinilai relevan dengan aspek pemanfaatan sumber daya alam yaitu yang pertama ada pendekatan ekologi politik, pendekatan ekosistemik, dan pendekatan konstruksionalisme, dalam Andi M, Akhbar dan Syarifuddin (2007).
Dimana dalam pendekatan ekologi politik dijelaskan bahwa pada aspek pengelolaan sumber daya alam yang menjadi milik masyarakat atau tidak termiliki sama sekali, dan pada masyarakat-masyarakat asli pada skala kecil yang terperangkap di tengah-tengah proses modernisasi. Selanjutnya dalam pendekatan ekosistemik dikatakan bahwa komponen-komponen manusia dan lingkungan sebagai satu kesatuan ekosistem yang seimbang. Dan yang terakhir ada pendekatan konstruksionalisme, bahwa dalam hal ini kedua komponen manusia dan lingkungan sumber daya alam dilihat sebagai subyek-subyek yang berinteraksi dan bernegosiasi untuk saling memanfaatkan secara menguntungkan melalui sarana yang arif lingkungan.
Dilihat dari perspektif ekologi manusia tersebut, petani pakis dan parijoto ternyata memiliki ketiga perpektif itu. Untuk tanaman pakis sendiri sampai saat ini belum dibudidayakan oleh para petani, melainkan masih mengambil dari lereng gunung Muria yang berarti disana masih milik bersama atau tidak termiliki. Serta untuk tanaman parijoto, dimana yang awalnya tidak termiliki menjadi termiliki karena sudah dibudidayakan oleh petani. Selanjutnya untuk pendekatan ekosistemik, para petani tidak memiliki niatan untuk merusak alam melainkan melindunginya agar tetap lestari karena mereka sadar bahwa alam dan manusia menjadi satu kesatuan ekosistem yang seimbang dan harus tetap seimbang sampai kapan pun. Dan yang terakhir pendekatan konstruksionalisme, dimana manusia dan lingkungan menjadi subyek yang saling berinteraksi dan bernegosiasi untuk saling memanfaatkan secara menguntungkan tetapi masih dalam konteks arif terhadap lingkungan. Dalam pendekatan ini juga dapat dilihat bahwa petani pakis dan parijoto merasa terpenuhi kehidupan ekonominya karena tanaman yang ada di alam, dimana alam juga memberi apa yang dibutuhkan oleh manusia. Maka dari itu, petani cukup mengambil sesuai dengan kebutuhan yang dibutuhkan agar kelangsungan sumber daya tersebut tetap ada dan lestari utnuk kehidupan kedepannya, atau bahkan membudidayakannya agar jumlah yanga ada di alam tidak bertambah sedikit melainkan bertambah banyak.
2. Kelestarian alam dimaknai oleh aspek religius dalam masyarakat Desa Colo
Dalam menjaga kelestaraian alam di Desa Colo, para petani yang ada disana juga memiliki aspek religius dalam menjaga kelangsungan keseimbangan alam yang ada disana. Dimana masyarakat Desa Colo memiliki keyakinan bahwa alam tidak boleh dirusak karena manusia sendiri hidup di alam dan bergantung terhadap alam. Dimana tidak hanya petani, tetapi masyarakat di Desa Colo Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus juga berperan dalam menjaga lingkungan hidup, yaitu salah satunya melalui pendekatan sistem religius yang mereka anut. Meliputi tradisi sedekah bumi, acara wayang among tani, dan kupatan. Disini dapat dilihat bahwa ada peranan perlindungan terhadap lingkungan yang dilakukan oleh masyarakat Desa Colo, dalam hal ini juga terdapat ekonomistik, yaitu kegiatan yang menitik beratkan pada gerakan lingkungan berkaitan dengan kearifan lokal yang berhubungan dengan kepercayaan masyarakat setempat akan kekuatan diluar manusia yang turut menjaga kelestarian lingkungan yang ada di Desa Colo. Kepercayaan masyarakat Desa Colo mengenai tanaman di Kawasan Muria dapat dilihat dari kepercayaan terhadap Pakis Haji, Pohon Mranti, Pring Towo, dan Parijoto memiliki khasiat yang luar biasa. Upacara sedekah bumi, yang dilakukan setiap tahun yang bertujuan untuk bersyukur atas nikmat alam yang begitu banyak dan menjadi ajang untuk menghargai alam karena alam yang menyediakan kebutuhan mereka serta menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Colo dan sedekah bumi ini merupakan sarana komunikasi dengan alam. Acara wayang among tani yang merupakan suatu acara dimana petani diperlihatkan bagaimana petani itu seharusnya harus bertindak terhadap alam serta mensyukuri yang ada di alam intinya acara ini mengingatkan kepada petani bahwa agar tidak rakus terhadap alam karena alam ada yang memiliki dan menjaga serta yang menjadi ajang refleksi para petani lereng gunung Muria bahwa kemakmuran tidak mudah di dapat tanpa usaha keras atau kerja keras. Dan yang terakhir tradisi kupatan yang mengarah kepada sebuah peringatan ibadah umat Islam yaitu idul fitri yang berhubungan dengan masyarakat. Masyarakat di desa Colo sudah melakukan prinsip-prinsip mengenai etika lingkungan hidup, berupa norma dan peran untuk menjaga kawasan hutan di Muria. Kemudian, strategi masyarakat Desa Colo dalam melindungi kawasan hutan di Muria yaitu juga dengan membentuk sebuah organisasi lokal yang peduli terhadap lingkungan yaitu PMPH (Paguyuban Masyarakat Pelindung Hutan).
3. Sikap pemuda yang ada di Desa Colo mengenai profesi petani
Di Desa Colo, mayoritas penduduk berprofesi sebagai petani entah itu petani pakis, petani parijoto, maupun petani tanaman yang lainnya. Tetapi, lambat laun profesi petani ini mulai sedikit yang tertarik, mayoritas orang yang memiliki profesi sebagai petani ini berusia diatas 40 tahun. Sedangkan, pemuda desa sangat sedikit yang berkeinginan untuk menjadikan profesi petani ini untuk menjadi mata pencaharian masyarakat pemuda di Desa Colo.
Para pemuda di Desa Colo, sekarang lebih tertarik untuk menjadi tukang ojek para peziarah, karena penghasilan menjadi tukang ojek lebih besar daripada menjadi petani. Selain itu juga, menjadi tukang ojek tidak serumit menjadi petani karena mejadi tukang ojek hanya butuh modal sebuah motor tetapi penghasilan mengalir terus setiap saat. Berbeda dengan petani yang harus rajin dalam merawat tanaman maupun mencari tanaman di lereng Muria yang terjal dan sangat beresiko tinggi.
Selain itu, masyarakat Desa Colo khususnya para pemuda tidak tertarik menjadi petani untuk mengembangkan dan membudidayakan tanaman lokal khas Colo. Sebab menurut mereka bahwa untuk menjadi petani kurang menguntungkan karena tidak setiap hari mendapat uang seperti jika menjadi tukang ojek peziarah. Alasan yang lain karena cuaca yang tidak menentu dan lahan terasering yang menurut masyarakat kurang menghasilkan jika menjadi petani. Maka dapat diketahui bahwa petani di Desa Colo tidak hanya berhadapan dengan hama dan penyakit pada tanaman tetapi juga perubahan yang terjadi pada alam dan regenerasi.

E. Kesimpulan
Bahwa Desa Colo memiliki tanaman khas yaitu tanaman pakis dan parijoto yang melahirkan adanya petani yang memanfaatkan dan membudidayakan tanaman tersebut untuk menjadi penghidupan mereka. Dalam memanfaatkan sumber daya alam yaitu tanaman pakis dan parijoto, ada tiga perspektif tentang ekologi manusia yaitu pendekatan ekologi politik, pendekatan ekosistemik, dan pendekatan konstruksionalisme. Dimana dari ketiga pendekatan tersebut, merefleksikan kegiatan petani tersebut dalam memanfaatkan sumber daya alam yang ada di Desa Colo.
Petani dan masyarakat di Desa Colo juga masih menerapkan aspek religius dalam memaknai kelestarian alam yang ada, yaitu dengan berbagai tradisi dan acara yang berkaitan dengan rasa syukur karena alam sudah mencukupi kebutuhan hidup masyarakat. Tradisi tersebut ada tradisi sedekah bumi, tradisi kupatan dan acara wayang among tani. Dimana tradisi sedekah bumi dan kupatan bertujuan untuk mengucapkan rasa syukur kepada Tuhan dan alam karena sudah memberikan sumber daya yang melimpah kepada masyarakat. Acara wayang among tani bertujuan untuk menjadi ajang refleksi para petani lereng gunung Muria bahwa kemakmuran tidak mudah di dapat tanpa usaha keras atau kerja keras.
Masyarakat Desa Colo khususnya para pemuda tidak tertarik menjadi petani untuk mengembangkan dan membudidayakan tanaman lokal khas Colo. Sebab menurut mereka bahwa untuk menjadi petani kurang menguntungkan karena tidak setiap hari mendapat uang seperti jika menjadi tukang ojek peziarah. Alasan yang lain karena cuaca yang tidak menentu dan lahan terasering yang menurut masyarakat kurang menghasilkan jika menjadi petani. Maka dapat diketahui bahwa petani di Desa Colo tidak hanya berhadapan dengan hama dan penyakit pada tanaman tetapi juga perubahan yang terjadi pada alam dan regenerasi.

F. Daftar Pustaka
Widjanarko, M. 2010. “Dukungan Sosial di Desa Pinggiran Hutan Muria”. Dalam Jurnal Sosial Budaya UMK. 3 (1) : 1-19
Wibowo, H.A., Wasino, dan Dewi Lisnoor S. 2012. “Kearifan Lokal dalam Menjaga Lingkungan Hidup (Studi Kasus Masyarakat di Desa Colo Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus”. Dalam Jurnal of Educational Social Studies UNNES. 1 (1) : 25-30


2 Responses to “Paper Pemanfaatan Sumber Daya Alam Tanaman Pakis dan Parijoto oleh Masyarakat Desa Colo Kabupaten Kudus”

RSS feed for comments on this post.

  1. Comment by oding wikantiNovember 27, 2015 pukul 12:34 pm  

    sangat menarik,,

  2. Comment by nunikNovember 29, 2015 pukul 4:54 am  

    terima kasih ini sangat menambah wawasan saya