PENDAHULUAN 

  1. Latar belakang

Manusia seyogyanya adalah manusia sosial dimana dia tidak bbisa hidup tanpa bantuan dari orang lain. Mereka akan selalu berinteraksi dengan orang lain. Salah satu interaksi manusia satu dengan yang lain adalah dalam bidang perekomonian. Manusia selalu membutuhkan orang lain untuk pemenuhan kebutuhan sehari-harinya. Sejak dahulu manusia sudah mengenal adanya sistem barter. Dimasa modern kini barter sudah banyak ditinggalkan oleh masyarakat, mereka menggunakan sistem uang sebagai alat pemenuhan. Masyarakat lebih senang menggunakan sistem yang uang karena harga yang ditetapkan sesuai dengan barang yang mereka inginkan dan harga tersebut cenderung sama karena sudah ditetapkan oleh pemerintah.

Secara sederhana resiprositas adalah pertukaran timbal balik antar individu atau antar kelompok. Hubungan sosial yang terjadi yaitu masing-masing pihak menempatkan diri dalam kedudukan dan peranannya ketika pertukaran itu berlangsung. Lambat laun seiring dengan perkembangan dari dunia secara langsung maupun tidak mempengaruhi sistem perekonomian begitu pula yang terjadi di Indonesia. Masyarakat sekarang tidak lagi benar-benar “tulus” membantu sesamanya.

Dalam sejarah perkembangan ekonomi, resiprositas merupakan bentuk pertukaran yang muncul sebelum pertukaran pasar. Lambat laun resiprositas tersebut lenyap dan kehilangan fungsi-fungsinya sebagai akibat masuknya sistem ekonomi uang (Nash, 1966). Dengan berkembangnya uang sebagai alat tukar, maka barang dan jasa kehilangan nilai simboliknya yang luas dan beragam maknanya karena uang dapat berfungsi memberikan nilai standar objektivitas terhadap barang dan jasa yang dipertukarkan.

  1. Tujuan dan alasan mengkaji

Pada masyarakat di sekitar penulis tinggal tepatnya di perumahan Griya Pangkah Indah, Kabupaten Tegal ada sistem perekonomian yang menarik. Banyaknya pendatang baru dari Pulau Sumatra dalam hal ini suku Batak, menjadikan  sistem perekonomian bervariasi. Mereka (orang Batak) lebih senang bekerja sebagai Marpasar. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengambil tema tersebut untuk dijadikan paper ini. Harapannya selain dapat menambah wawasan penulis mengenai sistem yang ada dilingkungan sekitar juga untuk memenuhi tugas ulangan tengah semester mata kuliah Antropologi Ekonomi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

  1. Pengertian Marpasar

Istilah “marpasar”  sebenarnya adalah suatu istilah dalam bahasa Batak yang berarti orang-orang yang bekerja di pasar. Dari dua kata yaitu kata “mar” dan “pasar”. “Mar” adalah suatu awalan yang menunjukkan suatu pekerjaan yaang aktif. Kata “mar” sendiri adalah perkembangan kata dari awalan “ma” yang dalam bahasa Indonesia mempunyai arti yang sama dengan awalan “me’.

Pasar adalah salah satu dari berbagai sistem, institusi, prosedur, hubungan sosial dan infrastruktur dimana usaha menjual barang, jasa dan tenaga kerja untuk orang-orang dengan imbalan uang. Barang dan jasa yang dijual menggunakan alat pembayaran yang sah seperti uang fiat. Kegiatan ini merupakan bagian dari perekonomian. Jadi marpasar itu berarti menunjukkan pekerjaan dari orang-orang yang di pasar. Namun dalam perkembangannya, istilah marpasar ini mengalami penyempitan makna. Hal ini disebabkan kecenderungan orang-orang Batak di pasar-pasar umum maupun pasar-pasar tradisional di pulau Jawa ini adalah mayoritas meminjamkan uang maka kata marpasar itu dimaknai secara sempit yaitu “berdagang uang” atau “meminjamkan uang” atau lebih tepat “membungakan uang”. Arti kata marpasar menjadi sama dengan “Rentenir” (suatu istilah bahasa Inggris yang telah diadopsi menjadi bahasa Indonesia) yang berarti orang-orang yang mencari nafkahnya dengan membungakan uang).

Jadi, orang-orang yang marpasar, yang meminjamkan uangnya dan membungakan itu adalah rentenir-rentenir baru di jaman ini yang tampilannya lebih santun dan cara meminjamkan uang yang mungkin lebih bersahabat, tanpa agunan. Yang bekerja atas dasar rasa saling mempercayai dan kesepakatan antara yang satu dengan yang lain. Suatu jenis pekerjaan yang sesungguhnya teknis kerjanya tidak begitu jauh berbeda dengan badan-badan hukum lainnya yang memberikan pelayanan simpan pinjam uang seperti Koperasi atau Badan Perkreditan Rakyat atau Bank. Perbedaannya terletak di statusnya dimana Parpasar (Para Rentenir) ini adalah wiraswasta yang tidak berbadan hukum, yang mengolah usahanya sendiri, dengan kebijakan dan peraturan sendiri. Sementara Koperasi, BPR dan Bank adalah suatu institusi berbadan hukum yang peraturan dan kebijakannya juga harus disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan dan ketetapan-ketetapan pemerintah atau lembaga ekonomi lainnya.

  1. Alasan memilih pekerjaan sebagai Marpasar

Marpasar adalah alternatif pekerjaan yang sangat membantu mengurangi pengangguran. Marpasar menjadi lapangan pekerjaan bagi orang-orang yang mempunyai sejumlah modal (kecil atau besar) yang mau meminjamkan uangnya kepada orang lain demikian juga membuka peluang bagi para peminjam uang untuk membuka usaha (bagi yang mau berusaha) atau sekedar mengembangkan usahanya.

Marpasar sering diidentikan dengan pekerjaan yang kurang baik dan terkadang dibenci oleh segelintir orang namun nyatanya banyak hal positif juga yang telah disumbangkannya.  Dibandingkan koperasi atau BPR atau bank, marpasar mempunyai kelebihan dan kekurangan (kelemahan) antara lain:

Kelebihannya:

  1. Proses peminjamannya lebih mudah, cepat dan tidak perlu agunan (didasarkan rasa saling percaya). Bagi orang-orang yang tidak mau repot dengan segala proses yang berbelit-belit, sementara jumlah uang yang dipinjam pun tidak begitu besar, pilihan meminjam uang kepada parpasar adalah langkah cepat yang sangat baik. Demikian juga bagi orang-orang yang tidak mempunyai sesuatu barang yang berharga yang bisa menjadi agunan sebagaimana yang selama ini dibutuhkan oleh Bank untuk bisa meminjam uang, maka meminjam uang kepada para marpasar juga adalah pilihan yang paling praktis. Mereka tidak perlu membuat agunan (surat-surat rumah, tanah atau apapun) tidak juga harus membuat surat perjanjian yang bermaterai. Saling mempercayai adalah modal yang paling utama.
  2. Peminjam-peminjam baru bisaanya diperlakukan seperti seorang raja, dibujuk, dirayu dan diperlakukan dengan sangat baik. Selanjutnya terserah masing-masing pihak yang berinteraksi.
  3. Jumlah besar dan kecilnya pinjaman tidak dibatasi, tergantung kepada kemampuan pemberi pinjaman demikian juga kemampuan (kebutuhan) peminjam.
  4. Peminjam tidak perlu repot mendatangi pemberi pinjaman untuk membayar cicilan pinjaman atau sekedar bunga pinjaman, karena bisaanya pemberi pinjamanlah yang mendatangi para peminjam uang bahkan ke kios-kios para pedagang yang meminjam atau ke rumah-rumah mereka.

Kelemahannya:

  1. Bunganya terlalu besar. Karena tidak menggunakan sistem dari pemerintah maka pihak yang menentukan bunga adalah marpasar itu sendiri. Bunga ini bisaanya didasarkan atas kebutuhan hidup marpasar itu sendiri. Untuk saat ini, intervalnya berkisar antara 10-30 %. Sementara kalau pinjaman itu dari koperasi atau BPR atau dari Bank, kisaran bunganya tidak lebih dari 10 atau 15 % bahkan ada yang hanya 3  sampai 4 %.
  2. Penagih bisaanya mulai bertindak sewenang-wenang kepada nasabah ketika nasabah mulai sedikit telat untuk membayar cicilan. Bila peminjam itu pedagang yang barang dagangannya adalah kebutuhan marpasar maka marpasar akan meminta barang dagangaan tersebut untuk menutupi utang cicilan pedagang.
  3. Karena tidak ada jaminan atau agunannya, banyak juga nasabah yang akhirnya menghilangkan diri atau lari, karena pinjamannya yang kemudian tidak sanggub ia bayar.
  1. Analisis

Orang Batak yang tinggal di lingkungan perumahan penulis bisaanya akan mulai berangkat ke pasar sekitar pukul 5 dini hari. Mereka berangkat bersama-sama menggunakan jasa angkutan umum. Para supir sendiri yang rute perjalannya melewati pasar tradisional tempat para Marpasar ini bekerja sudah paham kapan mereka berangkat. Sehigga tak jarang para supir angkutan ini akan menunggu penumpang di pinggir jalan depan pintu gerbang perumahan. Tak jarang apabila ada supir angkutan umum yang rutenya tidak melewati pasar akan menawarkan jasanya untuk mengantarkan para Marpasaar ini langsung ke pasar (atau dengan kata lain menyewa angkutan).

Mereka akan pulang kembali ke rumah masing-masing siang  hari sekitar pukul 11.00-14.00. Saat pulang, ada yang menggunakan jasa angkutan umum kembali ada juga yang dijemput oleh suaminya. Yang bisaanya menjadi Marpasar adalah kaum perempuan, hanya sedikit kaum laki-laki menjadi Marpasar. Kaum laki-laki akan berdagang di pasar atau ditempat-tempat lain untuk mencari nafkah.

Mengapa kaum laki-laki  berdagang sedangkan kaum perempuan menjadi Marpasar?. Hal ini dikarenakan fisik dari kaum laki-laki yang diasumsikan lebih kuat dari pada perempuan, mereka akan melakukan pekerjaan mulai dari mengangkut barang, membawanya masuk ke kios, dll tanpa bantuan upah buruh gendong. Dengan begitu mereka dapat menghemat pengeluaran. Selain itu bila yang memiliki kios adalah laki-laki para pemasok dagangan yang menetapkan harga tidak sesuai akan langsung “diserang”  oleh kata-kata. Seperti yang kita ketahui orang Batak memiliki karakteristik orang yang suka berbicara keras (sesuai dengan keadaan geografis daerah asalnya).

Kaum perempuan yang menjadi Marpasar dinilai memiliki pekerjaan yang lebih ringan dibandingkan dengan berdagang. Sebagai Marpasar mereka hanya perlu membujuk orang yang akan meminjam atau menagih orang yang sudah meminjam. Bila ada orang yang sulit untuk dimintai pinjaman mereka akan meminta bantuan dari para suaminya.

Darimana mereka mendapatkan modal?. Untuk menjadi Marpasar tidak memerlukan modal yang besar. Bahkan hanya dengan modal 100 ribu rupiah saja mereka bisa melakukan pekerjaan ini. Setelah bunga dari uang 100 ribu tersebut terkumpul barulah mereka jadikan sebagai modal kembali. Dalam hal ini Marpasar hanya melakukan pemutaran uang yang dia peroleh saja.

Mengapa kebanyakan orang Batak yang merantau menjadi Marpasar?. Seperti yang telah dijelaskan diawal menjadi seorang Marpala tidak membutuhkan lulusan pendidikan serta modal yang tinggi. Mereka cukup bermodalkan keterampilan berbicara dan membuat jalinan kepercayaan. Meskipun mereka merupakan lulusan perguruan tinggi pun saat merantau mereka akan menjadikan Marpasar sebagai mata pencaharian mereka. Ijasah kelulusan tidak akan mereka bawa ke pulau rantauan.

Faktor lain yang mendukung antara lain sulitnya mencari pekerjaan menggunakan ijasah kelulusan didaerah rantau yang notabennya suku mereka berbeda. Secara tidak langsung akan terdapat stratifikasi didalamnya dan mereka tidak senang apabila dipandang sebelah mata. Oleh karena itu mereka lebih memilih pekerjaan menjadi Marpasar yang mayoritas penjaja jasa tersebut berasal dari suku yang sama.

Para pedagang yang meminjam pada Marpasar ini lebih merasa senang karena mereka tidak perlu menjaminkan harta berharga mereka untuk dapat meminjam uang. Mereka juga akan merasa ringan untuk melunasi hutang mereka karena para Marpasarlah yang akan datang sendiri ke kios dagangan mereka setiap harinya.

Jadi, dalam kasus ini masuk dalam teori Resiprositas Negatif. Meskipun sama-sama diuntungkan kasus ini tidak masuk dalam resiprositas sebanding karena ada salah satu pihak yang mengambil keuntungan dari pihak lain. Resiprositas negative adalah transformasi ekonomi di bidang sistem pertukaran yang terjadi di negara berkembang merupakan suatu proses yang terus berjalan. Proses ini sementara menggambarkan dua pola besar. Pertama, hilangnya bentuk-bentuk pertukaran tradisional diganti oleh bentuk pertukaran modern. Kedua, adalah munculnya dualisme pertukaran.

Dengan berkembangnya uang sebagai alat tukar, maka barang dan jasa akan kehilangan nilai simbolik yang luas dan beragam maknanya karena uang dapat berfungsi memberikan nilai standar obyektif terhadap barang dan jasa yang dipertukarkan. Hal inilah yang disebut negatif, karena dapat menghilangkan suatu tatanan pertukaran yang telah ada.

KESIMPULAN

Perubahan jaman telah merubah pola perekonomian yang terjadi di dalamnya. Masyarakat suku Batak yang tinggal di perumahan Griya Pangkah Indah, Kabupaten Tegal menjadikan Marpasar sebagai pekerjaan utama mereka. Menjadi Marpasar merupakan pekerjaan yang mudah dilakukan oleh siapa saja dengan modal yang tidak menguras kantong. Merupakan alternatif pekerjaan yang sangat membantu mengurangi pengangguran. Marpasar menjadi lapangan pekerjaan bagi orang-orang yang mempunyai sejumlah modal (kecil atau besar) yang mau meminjamkan uangnya kepada orang lain demikian juga membuka peluang bagi para peminjam uang untuk membuka usaha (bagi yang mau berusaha) atau sekedar mengembangkan usahanya.

Marpasar masuk dalam Resiprositas Negatif, meskipun sama-sama diuntungkan kasus ini tidak masuk dalam resiprositas sebanding karena ada salah satu pihak yang mengambil keuntungan dari pihak lain. Dengan berkembangnya uang sebagai alat tukar, maka barang dan jasa akan kehilangan nilai simbolik yang luas dan beragam maknanya karena uang dapat berfungsi memberikan nilai standar obyektif terhadap barang dan jasa yang dipertukarkan.

DAFTAR PUSTAKA

Koentjaraningrat. 1994. Kebudayaan Jawa. Jakarta. Balai Pustaka

Sairin, Sjafri, Pujo Semedi dan Bambang Hudayana.2002.Pengantar Antropologi

     Ekonomi.Yogyakarta:Pustaka Pelajar

www.sandaransepiantropologi.blogspot.com

www.duniagumi.blogspot.com