Review Artikel “Budaya Kekerasan dalam Perspektif Nilai-Nilai dan Etika Masyarakat Jawa”

index

Artikel by : Nugroho Trisnu Brata

Reviewer : Ihdaay sosant ’13

Kebudayaan Jawa dengan Kraton Yogyakarta dan Kraton Surakarta sebagai simbolnya identik dengan kebudayan yang adiluhung, halus, klasik, hierarkis, dan aristokratis (Nugroho Trisnu Brata, 2000;63). Masyarakat Jawa sering dipandang sebagai masyarakat yang halus, sopan dan penuh tata krama. Tetapi pada zaman dahulu sebenarnya masyarakat jawa adalah sebagai bangsa penakluk, seperti imperium majapahit yang berhasil menaklukan seluruh nusantara dan pemberontakan antar sauadara yang memperebutkan kekuasaan di Jawa. Masyarakat Jawa mempunyai nilai-nilai yang menjadi kesepakatan bersama tentang apa yang dikatakan baik-buruk, benar-salah, yang tidak dan boleh dilakukan dan sebagainya.

Salah satu kebudayaan yang dijunjung tingi oleh masyarakat jawa adalah budaya alus dan yang menjadi lawannya adalah budaya kasar. Watak alus adalah kondisi ideal dari orang jawa yang sabar, pendiam, halus gerakannya. Sedangakan watak kasar digamabarkan dengan kekuatan fisik, sangar dan banyak bicara dan tingkah laku yang tidak perlu. Karakter alus dan kasar tergambar dari salah satu kesenian jawa yaitu tari bambangan cakil. Tari ini menggambarkan peperangan dua watak yang berlawanan, tokoh arjuna yang berwatak alus dan tokoh buto cakil yang berwatak kasar. Tentu saja dalam peperangan ini pihak watak alus adalah pemenang abadi terhadap watak kasar. Budaya alus juga digunakan sebagai penakluk kekerasan. Gerakan massa reformasi 1998 yang terjadi di Yogyakarta dilaksanakan dengan acara pisowanan ageng di kraton juga erat dengan kehadiran budaya kasar dan budaya alus. Pada saat berjalan menuju kraton untuk melasanakan acara pisowanan ageng, massa bisa saja berbuat kasar dan anarki karena rasa dahaga dan lapar serta amarah reformasi. Tatapi kemungkinan itu semua dapat ditaklukan oleh imbauan dari Sultan Hamengkubuwono X untuk memberi makanan dan minuman di pinggir-pinggir jalan untuk massa reformasi.

Perilaku kekerasan dianggap hal yang tidak baik dan sangat bertentangan dengan budaya jawa sehingga harus dihindari. Watak yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Jawa adalah watak alus, sopan dan mampu mengendalikan diri. Akan tetapi sesungguhnya budaya kekerasan juga telah ada dalam masyarakat Jawa bahkan sejak dulu yaitu penaklukan-penaklukan yang dilakukan oleh Kerajaan Jawa. Budaya kekerasan juga tersosialisasikan melalui kesenian yang dimiliki oleh masyarakat Jawa seperti tarian dan cerita wayang yang menggambarkan peperangan, kekerasan dan penaklukan-penaklukan yang juga bisa menjadi inspirasi bagi gagasan kekerasan dalam masyarakat.

3 thoughts on “Review Artikel “Budaya Kekerasan dalam Perspektif Nilai-Nilai dan Etika Masyarakat Jawa”

Leave a Reply to Dwi Rokhayati Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas:

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.