Ilmu antropologi lahir sekitar pertengahan abad ke-19, ketika ahli-ahli dari beberapa bidang ilmu pengetahuan, seperti anatomi, arkeologi, sejarah kebudayaan, folklor, ilmu hukum, ilmu bahasa, dan geografi tertarik akan himpunan bahan etnografi mengenai kbudayaan-kebudayaan suku bangsa di luar Eropa dan penduduk pribumi Benua Amerika dan Australia. Berdasarkan bahan etnografi tersebut, mereka mengembangkan teori-teori mengenai evolusi masyarakat dan kebudayaan manusia, dan dengan terbitnya buku-buku yang memuat teori-teori itu, serta dibukanya jurusan-jurusan di beberapa universitas utama di dunia yang mengajarkan teori-teori tersebut, maka lahirlah antropologi.
Sejak awal sejarah perkembangannya, antropologi telah memiliki spesialiasi-spesialisasi yang biasa disebut “ilmu bagian” yaitu antropologi fisik dan budaya. Pada perkembangan berikutnya antropologi mempunyai spesialisasi kajian, seperti antropologi ekonomi, antropolgi politik, antropologi agama, antropologi kesehatan, antropologi pendidikan, antropologi perkotaan, antropologi pedesaan, antropologi lingkungan. Akhirnya, menurut sebagian antropolog amerika, terdapat bidang antropologi terapan. Akan tetapi, sebagian besar antropolog masa kini berpendapat bahwa antropologi terapan bukanlah bidang tersendiri, karena setiap bidang kajian dalam antropologi memiliki aspek-aspek terapan sendiri-sendiri. (saifudin, 2005:22).
Semakin berkembangnya zaman, maka kehidupan manusia juga semakin kompleks. Begitu pula dengan masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan sosial budaya. Beragamnya keperluan dalam memahami suatu masalah menyebabkan para ahli sosial termasuk antropologi mencoba lebih memfokuskan pada bidang-bidang tertentu. Kebutuhan pemecahan masalah pada bidang-bidang tertentu tersebut menyebabkan munculnya kekhususan-kekhususan pada antropologi. Dalam rangka itu, para ahli antropologi seringkali perlu meminjam konsep-konsep yang digunakan oleh ilmu-ilmu lainnya
Bukan hanya ahli antropologi yang mempraktekkan dan mengaplikasikan antropologi yang tertarik dalam menyelesaikan masalah, tetapi juga banyak peneliti antropologi dan ilmu sosial yang lain melakukan riset dasar dalam masalah sosial. Riset itu mungkin dapat memacu lapangan kerja untuk mengetahui berbagai macam pemikiran budaya dan berlatih tentang kesehatan, penyakit, dan kekerasan. Riset dasar mungkin juga memacu pengujian teori tentang penyebab masalah yang khusus. Hasil dari riset tersebut dapat memberikan suatu pemecahan masalah jika penyebabnya sudah ditemukan. Bahkan jika sebuah studi tidak langsung terhadap masalah sehari-hari, studi itu masih mempunyai kemungkinan untuk menyelesaikan masalah. Hal ini disebabkan, karena masyarakat menganggap bahwa riset dasar membutuhkan biaya yang besar.
Antropolog selalu memperhatikan dan mencemaskan masyarakat yg mereka pelajari seperti mereka memperhatikn dan mencemaskan teman-teman serta keluarga di rumah. Hal itu membingungkan jika semua keluarga di tempat mereka bekerja kehilangan bayi-bayi mereka akibat penyakit yang seharusnya bisa dikurangi dengan perawatan medis. Hal ini membingungkan saat perhatian ekonomi dan politik mengancam untuk menghilangkan lapangan kerja teman-teman di sekitar. Antropolog juga biasanya mempelajari orang-orang yang mendapatkan kerugian akibat imperialisme, kolonialisasi, dan bentuk eksploitasi lainnya sehingga tidak mengherankan jika kita merasa protektif terhadap orang-orang yang tinggal bersama dan berbagi lingkungan.
Spesialisasi terbentuk karena kebutuhan akan perkembangan peradaban yang selalu berkembang. Jumlah spesialisasi lain yang muncul sesudah Perang Dunia II sudah sedemikian banyaknya, sehingga tidak dapat lagi diwajibkan agar diketahui semuanya.
Spesialialisasi setelah adanya Perang Dunia II terdiri dari bagian-bagian yang berdasarkan pendekatan diakronik maupun sinkronik. Beberapa perkembangan antropologi melahirkan spesialisasi-spesialisasi yaitu:
1. Antropologi ekonomi
2. Antropologi kependudukan
3. Antropologi politik
4. Antropologi hokum
5. Antropologi linguistic
6. Antropologi kognitif
7. Antropologi perkotaan
8. Antropologi kesehatan
9. Antropologi ekologi
10. Antropologi pendidikan
Berikut dijelaskan beberapa spesialisasi yang terdapat dalam antropologi
a. Antropologi Ekonomi
Pada tahun 1930-an seorang ahli antropologi Inggris R. Firth memulai meneliti gejala ekonomi pedesaan seperti masalah pemodalan, pengerahan tenaga kerja, sistem produksi, pemasaran sistem pertanian dan perikanan. Firth termasuk golongan ahli antropologi ekonomi yang berpendapat bahwa asas-asas mentalitas manusia pada hakikatnya sama di mana-mana. Manusia dalam masyarakat sederhana, masyarakat pedesaan atau masyarakat industry semua akan bereaksi dengan cara yang sama terhadap rangsangan-rangsangan ekonomi, dan perbedaan antara mentalitas manusia dalam masyarakat non industry dan manusia dalam masyarakat industry hanya merupakan penjelmaan lahiriah saja dari perbedaan kuat-lemahnya, atau perbedaan susunan dari unsur-unsur mentalitas tersebut. (koenjaraningrat, 1990:174). Di Indonesia, beberapa kajian Antropologi yang cukup banyak mendapat perhatian terutama upaya-upaya para ahli maupun para sarjana berusaha memahami masalah perekonomian para petani, nelayan, masyarakat di sekitar hutan, masyarakat meramu di Papua, dan sebagainya.
b. Antropologi Politik
Perbedaan asas-asas dalam menyelenggarakan pemerintahan pada masyarakat modern (industri) dengan masyarakat non industri menjadi perhatian para ahli antropologi yang secara khusus memperhatikan masalah politik lokal (tradisional). Perhatian ahli antropologi terhadap gejala-gejala politik atau pemerintahan semacam itu telah melahirkan satu kajian ilmu antropologi yang disebut antropologi politik.
c. Antropologi kependudukan
Antropologi kependudukan merupakan salah satu sub antropologi yang lahir cukup baru, yaitu ketika dunia menganggap penting untuk masalah-masalah kependudukan. Berbagai kendala yang ditemui di lapangan dalam upaya menjalankan program kependudukan, seperti program KB di Indonesia, telah membawa para ahli antropologi untuk ikut membantu memecahkan persoalan kependudukan tersebut. Diketahui bahwa beberapa kendala yang menghambat kelancaran program-program kependudukan tersebut adalah disebabkan oleh latar belakang dan kondisi sosial budaya masyarakatnya. Atas dasar ini berkembanglah metode dan pendekatan antropologi yang secara khusus digunakan untuk memahami gejala kependudukan. Spesialisasi baru dalam antropologi ini disebut antropologi kependudukan.
d. Antropologi kesehatan
Antropologi kesehatan lahir ketika masyarakat dunia sadar akan pentingnya upaya untuk mengatasi masalah-masalah kesehatan. Ledakan penduduk yang cukup tinggi diiringi pula oleh munculnya masalah kesehatan (masalah sanitasi lingkungan, penyakit epidemi, dan lain-lain). Berbagai kendala yang ditemui di lapangan dalam upaya menjalankan program kesehatan, telah membawa ahli antropologi dan sosiologi untuk ikut membantu memecahkan persoalan kesehatan tersebut. Beberapa kendala yang menghambat kelancaran program-program kesehatan tersebut disebabkan oleh latar belakang dan kondisi sosial budaya masyarakat yang berbeda dalam melihat konsep sehat bagi ibu dan anak.
Dengan pembagian tersebut memudahkan peneliti maupu orang-orang yang tertarik dengan antropologi untuk mengembangkan antropologi sesuai dengan minat dan keahliannya. Spesialisasi ini terkait dengan objek kajian yang ada dalam masyarakat, misalnya antropologi ekonomi yang mengkaji masalah-masalah ekonomi, antropologi kesehatan yang mengkaji kesehatan dengan sudut pandang budaya, antropolgi politik yang menilai bahwa politik tidak hanya sekedar alat mencapai kekuasaan, dan lain-lain. Hampir semua bidang kehidupan manusia dapat dikaji dari sudut pandang sosial-budaya. Oleh karena itu, ilmu antropolgi dapat diterima dengan baik di masyarakat dewasa ini. Di sisi lain juga beberapa kebijakan pemerintan memerlukan campur tangan para antropolog, seperti di bidang pendidikan. Rencana strategis yang dilakukan Depdiknas misalnya, ketika menentukan kurikulum haruslah disesuaikan dengan kondisi sosial-budaya masyarakat setempat agar ilmu yang diberikan dapat aplikatif. Memang setiap pihak mampu melihat sudut pandang sosial-budaya, akan tetapi latar belakang akademik menentukan profesionalitas dalam proses pengkajian tersebut.
Jelas bahwa ilmu antropologi berkembang sesuai dengan perkembangan jaman. Tidak dipungkiri bahwa ada kemungkinan munculnya cabang-cabang baru dalam antropologi sebagai jawaban atas kebutuhan masyarakat yang semain beragam. Masyarakat dan pemerintah tentunya membutuhkan ilmu analisis yang dapat diterapkan, agar langkah strategisnya dapat tepat sasaran, efektif, dan efisien.