Bromo Selayang Pandang
Gunung Bromo merupakan salah satu gunung yang berada di Provinsi Jawa Timur. Gunung Bromo masih aktif dan terkenal sebagai objek wisata yang ada di Jawa Timur. Gunung Bromo mempunyai ketinggian 2.392 meter diatas permukaan laut dan berada di empat kabupaten, yaitu Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Malang, dan Kabupaten Pasuruan.
Bentuk tubuh Gunung Bromo terdiri dari lembah dan ngarai serta memiliki lautan pasir yang luasnya sekitar 10 kilometer persegi. Selain lautan pasir Gunung Bromo juga mempunyai sebuah kawah dengan garis tengah kurang lebih 800 meter (utara-selatan) dan kurang lebih 600 meter (timur-barat). Sedangkan daerah bahayanya berupa lingkaran dengan jari-jari 4 km dari pusat kawah Bromo. Gunung Bromo semakin indah karena di kelilingi oleh beberapa gunung dan bukit, contohnya Gunung Batok. Di sebelah selatan Gunung Bromo menjulang tinggi puncak Gunung Semeru.
Suku Tengger adalah sebuah suku yang tinggal di sekitar Gunung Bromo, Jawa Timur, yaitu menempati sebagian wilayah Kabupaten Malang, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Pasuruan dan Kabupaten Lumajang. Masyarakat suku Tengger mayoritas beragama Hindu dan terkenal taat terhadap aturan-aturan agama Hindu. Namun Hindu di Tengger berbeda dengan Hindu yang berada di Bali, yaitu Hindu Dharma. Hindu yang berkembang di Tengger adalah Hindu Mahayana. Selain itu, masyarakat Tengger juga tidak mengenal adanya kasta sebagaimana yang ada di masyarakat Bali.
Masyarakat Tengger meyakini bahwa mereka keturunan langsung dari Majapahit. Asal usul nama Tengger berasal dari legenda Roro Anteng dan Joko Seger, yaitu kata “Teng” diambil dari akhiran nama “Roro Anteng” dan kata “Ger” diambil dari akhiran nama “ Joko Seger”. Suku Tengger merupakan penduduk asli Jawa yang hidup pada masa kejayaan kerajaan Majapahit. Mereka sangat menjunjung tinggi persamaan, demokrasi, dan kehidupan bermasyarakat.
Bagi suku Tengger, Gunung Brahma (Bromo) dipercaya sebagai gunung suci.Setahun sekali masyarakat Tengger mengadakan upacara Yadnya Kasada atau Kasodo.Upacara ini bertempat di sebuah pura yang berada di bawah kaki Gunung Bromo utara dan dilanjutkan ke puncak gunung Bromo. Upacara diadakan pada tengah malam hingga dini hari setiap bulan purnama sekitar tanggal 14 atau 15 di bulan kasodo (kesepuluh) menurut penanggalan Jawa.
Sehubungan dengan hal tersebut, tulisan ini akan memaparkan potret harmoni kehidupan sosial dan struktur kemasyarakatan yang ada dalam suku Tengger khususnya yang terdapat di Desa Ngadas, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur.
Pola dan Struktur Sosial dalam Masyarakat Desa Ngadas
Desa Ngadas merupakan salah satu desa yang berada di kaki Bromo. Dan secara langsung Desa Ngadas dihuni oleh suku Tengger. Secara geografis, Desa Ngadas berada pada 1700 meter di atas permukaan laut. Oleh karena itu, cuaca yang ada di Desa Ngadas cukup dingin. Desa Ngadas berada pada tanah yang tidak rata, dalam artian berada di lereng gunung.Desa Ngadas memiliki penduduk berjumlah 682 jiwa yang terdiri dari 335 laki-laki dan 347 perempuan.Mayoritas penduduk Desa Ngadas beragama Hindu.Hanya terdapat 5 orang muslim dan itupun karena mereka pendatang (bukan penduduk asli Desa Ngadas).
Dalam kegiatan ekonomi, masyarakat Desa Ngadas tergantung pada alam. Sebagian besar penduduk Desa Ngadas bermatapencaharian sebagai petani. Pertanian mereka adalah pertanian holtikultura yaitu 70 % kentang, 20 % kol, 10 % bawang, dan sisanya tumpangsari. Pada saat musim panen terdapat pedagang yang masuk ke dalam Desa Ngadas (tengkulak) sehingga mereka tidak repot-repot untuk menjualnya ke pasar. Dalam 1 (satu) tahun masyarakat Tengger khususnya Desa Ngadas dapat panen 2 (dua) kali pada saat musim hujan. Pada musim kemarau, walaupun tidak ada kegiatan pertanian, mereka bekerja memelihara kambing dan sapi.
Keberadaan Gunung Bromo menambah kemakmuran hidup masyarakat suku Tengger, termasuk masyarakat Desa Ngadas. Selain sebagai petani atau bekerja dibidang pertanian, masyarakat Desa Ngadas juga mencari rupiah dengan memanfaatkan tempat wisata Gunung Bromo maupun di Pananjakan. Mereka mencari penghasilan dengan menyewakan kuda untuk naik maupun turun Kawah Bromo. Adapula yang menyewakan jaket tebal (khususnya di Pananjakan), menjual bunga Edelweis dan beberapa souvenir seperti baju, kalung dan sebagainya. Di Desa Ngadas, sebagian masyarakatnya juga menyediakan home stay bagi para wisatawan yang membutuhkan. Home stay biasanya merupakan rumah yang didiami oleh pemilik home stay dan pada saat home stay tersebut disewa maka pemilik akan menempati dapur atau jika rumahnya tingkat akan menempati lantai 2 jika lantai 1 yang di sewa dan begitu sebaliknya.
Desa Ngadas dipimpin oleh Kepala Desa seperti desa-desa lain pada umumnya. Kepala Desa Ngadas bernama Bapak Sumartono.Kepala Desa dibantu oleh tiga Kasi dan tiga Kaur. Masyarakat Desa Ngadas sangat menghormati Kepala Desa. Hal itu dilihat ketika masyarakat Desa Ngadas berbicara dengan Kepala Desa maka akan hati-hati atau menggunakan bahasa yang sopan. Selain itu, dimanapun mereka bertemu dengan Kepala Desa maka akan tersenyum dan menganggukan kepala sebagai bentuk penghormatan.
Selain Kepala Desa dan stafnya, Desa Ngadas memiliki Dukun. Dukun dalam desa Ngadas seperti tokoh yang dituakan atau tokoh yang sangat dihormati.Dalam segala kegiatan, misalnya hajatan, kematian, selametan, maka Dukun harus datang.Terdapat 3 (tiga) Dukun yang ada di Desa Ngadas yaitu Dukun Legen, Dukun Sunat, dan Dukun Sepuh.Dukun tidak dapat ditunjuk secara sembarang. Dalam masyarakat Desa Ngadas, dukun bukanlah orang biasa seperti orang-orang pada umumnya. Untuk menjadi seorang Dukun, harus melewati proses pada hari raya Kasada. Selain itu, Dukun juga harus melakukan mutih yaitu makan makanan yang tidak mengandung garam dan tidak mengandung minyak.
Dalam Desa Ngadas, Dukun dapat di peroleh oleh siapa saja yang pantas dan mampu melewati persayaratan menjadi seorang dukun. Keturunan seorang dukun belum tentu bisa menjadi dukun apabila tidak memenuhi persyaratan menjadi dukun. Seorang dukun juga harus hafal mantra-mantra yang ada dalam ajaran Hindu. Seorang dukun tidak ada batasan dalam jabatannya.
Pada hari raya Kasada terdapat upacara dimana calon dukun mendapat wahyu dari Sang Hyang Widhi atau tidak. Dari beberapa calon dukun tersebut pasti akan ada salah satu yang lancar membacakan mantra dan banyak yang tidak lancar meskipun mereka telah menghafalkannya. Dengan kata lain, orang yang diangkat menjadi dukun ialah orang yang benar-benar menaati agamanya, dan bertindak sesuai dengan aturan yang berlaku. Dalam agama Hindu, seorang dukun harus melewati ritual winten yaitu disucikan, harus selalu berbuat kebajikan dan ketika istrinya meninggal maka tidak boleh menikah lagi.
Dukun Sasmito, seorang dukun Desa Ngadas, menjelaskan bahwa rumor yang beredar selama ini yang menyebutkan bahwa masyarakat suku Tengger merupakan kaum pelarian dari Majapahit tidak serta merta benar. Sebelum adanya pelarian Majapahit, di sekitar Gunung Bromo sudah berpenghuni.Para pelarian tersebut kemudian berbaur dengan warga Gunung Bromo.Agama yang dianut masyarakat Suku Tengger sebelumnya juga bukan Hindu Tengger melainkan Hindu Dharma.
Masyarakat Tengger semakin mengagumkankarena keharmonisan dalam kehidupan sosialnya.Walaupun masyarakat Desa Ngadas harus hidup berdampingan dengan masyarakat Desa Wanarata yang beragama Islam, namun mereka dapat hidup rukun tanpa ada masalah.Bahkan dengan sesama warga Desa Ngadas yang beragama Islam. Keluarga Bapak Heri, satu keluarga yang beragama Islam di Desa Ngadas, tetap mengikuti adat dalam agama Hindu misalnya dalam upacara Karo dan lainnya. Pun sebaliknya, ketika agama Islam melaksanakan hari raya Idul Fitri, maka masyarakat Ngadas menghormati. Pada hari raya Nyepi, masyarakat Desa Wanarata yang beragama Islam menghormati masyarakat Desa Ngadas dengan tidak melewati atau bekerja di daerah Desa Ngadas. Setiap kali bertemu dengan orang lain, maka masyarakat akan mengucapakan salam khas suku Tengger.
Dalam masyarakat Desa Ngadas, kekayaan diukur dari kepemilikan lahan. Jika lahan yang ia miliki luas dan pertaniannya banyak maka dapat dikatakan jika keluarga tersebut kaya. Lahan tersebut dapat diperoleh dari warisan, kerja keras dan lain-lain. Warisan maksudnya adalah ketika orang tersebut dilahirkan dari keluarga yang memiliki lahan yang luas, maka lahan tersebut akan diwariskan kepada anakanya. Kerja keras maksudnya adalah lahan yang diperoleh dari hasil kerja keras orang tersebut, misalnya dengan bekerja dan mengumpulkan uang sehingga mampu untuk membeli lahan yang lebih luas.
Orang yang memiliki lahan banyak, maka akan mempekerjakan orang lain untuk menggarap sawahnya. Karena orang yang memiliki lahan sedikit juga akan tetap mencari pekerjaan tambahan. “Selain bekerja di ladang milik sendiri, suami saya juga bekerja di ladang milik Pak Mulyono. Beliau merupakan salah satu orang yang memiliki lahan luas di Desa Ngadas.”Demikian tutur Ibu Amel.
Pendidikan tinggi bukan merupakan ukuran kekayaan bagi masyarakat Desa Ngadas.dan bukan pula menjadi saluran untuk mendapatkan kekayaan. Tidak semua anak orang kaya di Desa Ngadas memiliki kemauan untuk sekolah. Terkadang justru anak orang yang sederhana namun dianggap mampu dan memiliki kemauan untuk bersekolah maka akan diusahakan oleh orang tuanya.
Pada saat terjadi erupsi Gunung Bromo, yaitu sekitar empat tahun yang lalu, sangat mempengaruhi aktivitas bagi masyarakat Desa Ngadas termasuk dalam aktivitas ekonomi.Getaran-getaran vulkanik terus-menerus terjadi selama kurang lebih delapan bulan.Dalam kurun waktu satu tahun masyarakat Desa Ngadas tidak bisa panen, alhasil masyarakat hanya mengandalkan bantuan dari pemerintah.
Penduduk Desa Ngadas memiliki tingkat pendidikan yang tidak begitu rendah. Terdapat 3 (tiga) orang yang lulus sarjana (S1), 62 (enam puluh dua) orang lulus SMA, 120 ( seratus dua puluh) orang lulus SMP dan sisanya lulus SD/ tidak sekolah. Namun sekarang mulai banyak anak yang tertarik untuk sekolah di SMK Pariwisata.Penduduk Desa Ngadas kurang tertarik untuk meneruskan pendidikan ke perguruan tinggi. Hal itu dikarenakan asumsi warga ketika meneruskan pendidikan ke perguruan tinggi maka akan hamil duluan. Mengapa demikian?
Dari cerita Ibu Wiwik di Desa Ngadas ada sebuah keluarga yang menurut cerita Ibu Wiwik adalah orang kaya di desa tersebut.Keluarga tersebut memiliki tiga orang putri dan semuanya meneruskan kuliah di universitas di daerah Malang.Dari ketiga putri tersebut, dua diantaranya hamil pada saat kuliah dan satu lagi hamil setelah masuk di dunia kerja. Namun, semuanya hamil ketika masih berstatus belum menikah. Oleh karena itu, masyarakat Desa Ngadas sangat berhati-hati dalam menjaga anak perempuannya.
Pembangunan sebuah rumah selalu diawali dengan selamatan, demikiah pula apabila bangunan telah selesai diadakan selamatan lagi.Pada setiap bangunan yang sedang dikejakan selalu terdapat sesajen, yang digantungkan pada tiang-tiang, berupa makanan, ketupat, lepet, pisang raja dan lain-lain.Bangunan rumah orang Tengger biasanya luas sebab pada umumnya dihuni oleh beberapa keluarga bersama-sama. Ada kebiasaan bahwa seorang pria yang baru saja kawin akan tinggal bersama mertuanya.
Tiang dan dinding rumahnya terbuat dan kayu dan atapnya terbuat dan bambu yang dibelah.Setelah bahan itu sulit diperoleh, dewasa ini masyarakat telah mengubah kebiasaan itu dengan menggunakan atap dari seng, papan atau genteng.Dan mulai banyak masyarakat yang menggunakan batu bata untuk dinding rumah.
Alat rumah tangga tradisional yang hingga sekarang pada umumnya masih tetap ada adalah balai-balai, semacam dipan yang ditaruh di depan rumah. Di dalam ruangan rumah itu disediakan pula tungku perapian (pra pen) yang terbuat dan batu atau semen.Perapian ini kurang lebih panjangnya 1/4 dari panjang ruangan yang ada.Di dekat perapian terdapat tempat duduk pendek terbuat dari kayu yang dalam bahasa Jawa disebut dingklik yang meliputi kurang lebih separuh dan seluruh ruangan. Biasanya masyarakat Desa Ngadas makan di depan tungku tersebut. Sumber air yang digunakan oleh masyarkat Desa Ngadas kebanyakan dari PDAM. Air tersebut digunakan untuk segala kebutuhan mulai dari memasak, mandi, dan mencuci. Adapun bangunan kamar mandi sudah menggunakan keramik.
Kesimpulan
Masyarakat suku Tengger merupakan salah satu kekayaan yang dimiliki oleh Indonesia.Keberadaan masyarakat suku Tengger semakin menambah keindahan pesona Gunung Bromo. Dengan segala yang dimiliki oleh Suku Tengger, termasuk masyarakat Desa Ngadas di dalamanya,menambah kegaguman bagi setiap yang mengetahuinya..Keharmonisan merupakan identitas dari masyarakat Tengger.Selain itu, kebudayaan yang ada di dalamnya juga semakin menambah keindahan masayarakat suku Tengger Desa Ngadas. Masyarakat tanpa perselisihan dan selalu hidup rukun dengan siapa pun.Masyarakat yang mengandalkan kebaikan dan keberadaan Gunung Bromo dalam segala aktivitasnya, termasuk dalam kegiatan perekonomiannya.Masyarakat yang selalu taat dengan agama dan ajaran Hindu serta selalu menghormati warisan-warisan luhur nenek moyangnya. Masyarakat suku Tengger dan Gunung Bromo sudah menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan