Kekuasaan Otoriter dari Gerakan Penindasan Menuju Politik Hegemoni oleh Eriyanto

Haaay temen-temen, kali ini saya akan berbagi tentang tugas artikel mata kuliah Sosiologi Politik pada semester 5. Ini adalah hasil review atau pandangan kelompok kerja saya tentang isi buku Kekuasaan Otoriter dari Gerakan Penindasan Menuju Politik Hegemoni karya Eriyanto.

Semoga ilmunya bermanfaat yaa….

  1. Yulinda Munggi Ratna (3401415063)
  2. Annaura Mustalfia R.T (3401415064)
  3. Putri Afra (3401415065)
  4. Hesty Enggarwati (3401415066)
  5. Agung Prasetyo (3401415067)
  6. Annisa Fella (3401415068)
  7. Arif Muchlisin (3401415069)
  8. Mufrikhatul Ulya (3401415070)
  9. Niken Wulandari (3401415071)
  10. Imam Alfarizi (3401415072)

 Pendahuluan

Pada masa pemerintahan Soeharto menerapkan politik yang berpusat ditangannya secara tunggal. Salah satu cara menampilkan dirinya dengan pidato, dimana mempunyai peran penting dalam wacana politik (kebijakan publik, isu yang dianggap penting, mempengaruhi masyarakat). Soeharto melalui pidato kenegaraan dimana yang disampaikannya melalui sebuah simbol yaitu bahasa dengan kata lain untuk mempengaruhi pikiran, perasaan dan tingkah laku khalayak.  Pada bab bab selanjutnya buku ini akan membedah pidato kenegaraan yang disampaian oleh Soeharto. Salah satunya melalui analisis wacana dimana akan menyerap sumbangan dari studi linguistik untuk menganalisis bahasa seperti pada aspek leksikal, gramatikal, sintaksis, semantik, dan sebagainya. Pedoman untuk menganalisis wacana dalam pidato kenegaraan ini diperkenalkan oleh Teun A. Van Dijk. Pemakaian gaya bahasa digunakan untuk tolak ukur strategi dari komunikator yang berkaitan erat dengan politik. Bahasa dan wacana yang digunakan jika dibedah memiliki pemaknaan berbeda beda.

Dilihat sebagai strategi metode diskursif yang dilakukan dalam wacana politik, Ia menguraikan elemen elemen struktur wacana. Tematik yaitu topik secara teoritis yang digambarkan sebagai dalil (proposisi) atau sebagai bagian dari informasi penting dari suatu wacana. Skematik yaitu strategi dari komunikator untuk mendukung makna umum dengan memberikan alasan pendukung. Semantik yaitu makna lokal atau makna yang muncul dari hubungan antar kalimat. Hubungan antar proposisi yang membangun makna tertentu dalam suatu bangunan teks. Sintaksis yaitu strategi untuk menampilkan diri sendiri secara posistif dan lawan secara negatif, atau manipulasi politik dengan kata ganti, aturan tata kata, pemakaian kalimat aktif atau pasif, pelekatan anak kalimat, pemakaian kalimat yang kompleks dan sebagainya. Leksikon yaitu apa yang terjadi pada makna umum dan lokal hal itu terjadi juga pada makna kata dan karenanya pada tingkat pemilihan kata kata, pemilihan kata ini pada dasarnya menandakan bagaimana seseorang melakukan pemilihan kata atas berbagai kemungkinan kata yang tersedia misalnya kata meninggal diganti dengan mati, tewas, gugur dan lain lain. Retoris yaitu gaya yang diungkapkan ketika seseorang berbicara atau menulis misalnya dengan kata kata hiperbola atau berlebihan bertele-tele bisa juga dengan memaparkan ekspresinya. Beberapa elemen tersebut akan digunakan untuk membedah pidato kenegaraan Soeharto yang akan dijelaskan di bab bab selanjutnya.

Alam Pikiran Soeharto

Soeharto adalah manusia tipe jenis yang memiliki perbuatan yang berdasarkan keyakinan. Soeharto selalu memutuskan untuk dirinya sendiri apa yang dia anggap penting atau tidak.  Dalam merancang strategi politiknya, ia rela menunggu waktu yang lama agar berhasil. Soeharto lebih nampak sebagai pemimpin yang realistik dan pragmatis yang berhati – hati dalam tindakannya serta hampir selalu menghindari sesedikit mungkin resiko.

Dalam konsepsi Jawa, kekuasaan itu bersifat monopolistik, ia tidak mengenal pembagian kekuasaan. Ada dua cara mengumpulkan kekuasaan dalam tradisi Jawa, yaitu dengan cara menyerap kekuasaan yang ada disekitarnya, atau menghancurkannya sama sekali. Konsepsi ini dipraktekkan secara sempurna oleh Soeharto. Secara terencana ia menguasai satu persatu kekuatan di masyarakat sehingga tunduk dalam genggamannya. Soeharto juga orang yang sensitif dengan kekuatan orang – orang disekitarnya.  Dalam pikiran Jawa, kekuasaan seseorang sering diwujudkan dalam adanya pemusatan kekuatan yang diwujudkan dalam persatuan. Persatuan itu sendiri adalah lambang utama kesaktian, dan kenyataan itulah yang menjadi salah satu pikiran politik Soeharto yang dominan.  Soeharto tidak menyukai adanya keragaman yang menunjukan bahwa dirinya tidak kuat atau tidak sakti. Dalam alam pikirannya, harus ada satu pendapat yang menunjukakan tidak ada seorangpun yang melawannya, yang berarti kekuasaannya/kesaktiannya tidak terbagi.

Kesatuan adalah salah satu konsepsi penting pikiran Soeharto, karena kekuasaan bagi dirinya berarti tidak ada seorangpun yang melawan atau menentangnya. Dalam pikiran Soeharto, jagad Indonesia yang ideal adalah jagad yang selaras, masyarakat tanpa konflik dan tanpa perbedaan. Karena itu, Soeharto banyak membangun brikade yang membatasi konflik agar tercipta stabilitas politik. Apabila seseorang telah dipilihnya, ia akan bela mati-matian meskipun salah dalam bertugas. Sebaliknya orang yang mencoba menentangnya secara terbuka akan dihajar habis – habisan.  Selain itu, Soeharto juga menyadari pentingnya logistik. Ia membentuk badan di Divisi Diponegoro yang bertugas mensuplai dan menyediakan kebutuhan pokok bagi prajuritnya. Beras dan bahan kebutuhan pokok lain dalam pikiran Soeharto amat penting yang memberikan pengaruh semangat bertempur para prajuritnya. Karena itu sewaktu ia diangkat sebagai presiden, prioritas utama yang dilakukan Soeharto adalah menjamin tersediannya pangan bagi rakyat

Bahasa dan Konsolidasi Kekuasaan Soeharto

Politik yang dijalankan oleh penguasa selalu bertujuan untuk mengamankan kekuasaan yang ada ditangannya. Konsolidasi kekuasaan tampaknya dilakukan pada bidang simbo-simbol sekaligus simbolik. Politik bahasa merujuk pada pengertian pemakaian bahasa dalam proses sosial untuk mendefinisikan atau mengkonstruksikan realitas. Politik bahasa diguakan oleh Soeharto untuk menciptakan legitimasi kekuasaan, sebagai suatu proses menampilkan realitas hubungan atau distribusi kekuasaan sebagai suatu realitas sewajarnya.

Bahasa dalam pandangan Soeharto juga diarahkan untuk mendukung proyek pembangunan. Pembangunan diangankan sebagai sesuatu yang sepenuhnya baru karena hampir sepenuhnya dianggap positif bahkan kata “pembangunan” lebih disukai daripada “perkembangan” karena lebih menunjuk kepada kerja pengolahan alam dan teknologi. Selain  bahasa pembangunan adalah Pancasila yang sudah mencapai titik sakral dalam politik Indonesia. Dengan kepercayaan Tuhan sebagai prasyarat menjadi warga negara  yang setia. Mengingkari Pancasila dianggap tindakan penghianatan. Pancasila juga digunakan sebagai basis fisolofis utama bagi seluruh organisasi sosial politik yang legal.

Pembakuan bahasa ini terkait erat dengan politik. Kontrol bahasa secara tersembunyi penting bagi pembentukan dan pengukuhan kekuatan negara (terutama negara berwatak totalitarianisme). Proyek ini membuat aturan bagaimana seharusnya rakyat berbahasa bahwa ada suatu pusat kebenaran dan kewibawaan yang bisa memperbaiki atau menghukum. Diberbagai masyarakat lain di dunia, pengendalian bahasa juga merupakan bagian dari jatuh bangunnya negara.

Menggali Tema Pidato Suharto

Beberapa tema diantaranya yaitu pertama, mengenai orde baru adalah orde pancasila yang berisi bahwa orde baru adalah era yang melaksanakan pancasila secara murni dan konsekuen. Pancasila menjadi ideal tertinggi dari tujuan-tujuan orde baru seperti terbentuknya masyarakat pancasila ataupun ekonomi pancasila.

Tema Kedua pidato suharto yaitu orde baru adalah orde pembangunan. Dalam tema pidato kedua ini berisi bahwa orde baru merupakan era pembangunan yang dimana suharto dalam pidato kenegaraannya membandingkan data statistik pembangunan orde baru dengan data pembangunan pada masa orde lama. Hampir seluruh bagian dalam orde lama tidak ada pembangunan sama sekali, pemerintahan masih diselimuti berbagai konflik ditanah air sehingga pemerintah belum memperhatikan aspek pembangunan sama sekali.

            Tema pidato yang ketiga yaitu stabilitas nasional. Dalam pidatonya tersebut Soeharto mengatakan bahwa diperlukan suasana yang stabil untuk membangun sebuah negara. Dalam keadaan stabil suharto mengharamkan kritik dan pendapat dari serta konflik yang tajam, karena menurut suharto hal tersebut akan merusak suasana yang stabil. Kondisi masyarakat indonesia yang terdiri dari berbagai suku, bangsa, ras, dan agama merupakan salah satu bibit yang dapat menimbulkan perpecahan.

            Tema Pidato Suharto yang keempat yaitu tentang keterlibatan dan keselarasan. Dalam konteks ini suharto menyederhanakan partai poloitik. Dengan banyaknya Partai politik dengan ideologinya masing-masing dipandang dapat memancing fanatimse kolompok lain. Dengan keterlibatan maka perilaku masyarakat dalam menyampaikan pendapat juga harus dikendalikan dan ditertibkan.

            Kemudian setelah beberapa tema yang telah disebutkan diatas, selain itu juga terdapat tema pidato suharto tentang konstitusionalisme dan institusionalisme. Didalam penjelasan tema ini disebutkan bahwa konstitusionalisme menjadi alat dimana pelaku politik masyarakat diharuskan sesuai dengan garis konstitusi yang sudah ditetapkan. Dalam kaitan ini asas legalisme dan konstruktusionalisme telah dipoles sedemikian rupa untuk selalu mencerminkan hegemoni penguasa. Sementara itu aspek institusionalisme menciptakan sebuah batasan antara yang sah dan tidak sah. Kegiatan yang berada diluar kepentingan institusi yang sah akan segera ditertibkan. Maka aspirasi dan pendapat masyrakat harus ditampung kedalam organisasi dan saluran yang sengaja dibentuk untuk itu.

  1. Skematik Pidato Soeharto

          Semua Pidato Kenegaraan mempunyai skema yang beraturan, tetap dan stabil dari tahun ke tahun. Tetapi masing-masiing pidato pasti terbagi atas empat bagian pokok. Pemisahan antara satu bagian dengan bagian yang lain dilakukan misalnya dengan menyapa sejenak hadirin “Saudara sebangsa se tanah air” atau “Sidang Dewan yang saya hormati”.

            Bagian pertama berisi peringatan tentang pentingnya arti Proklamasi Kemerdekaan 1945, menekankan kejayaan revolusi, serta mengenang dan menghormati jasa para pahlawan yang telah mengorbankan jiwanya dalam perjuangan merebut kemerdekaan. Bagian kedua membahas ideologi bangsa, tuntutan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 serta menguraikan bagaimana nilai-nilai itu dilaksanakan dalam proses pembangunan. Bagian ini juga mengingatkan ancaman yang dapat timbul seperti komunisme, ekstrim kanan atau kiri, serta meneguhkan khalayak agar terus berpegang teguh pada Pancasila dan UUD 1945 agar terhindar dari ancaman tersebut. Bagian ketiga lebih menekankan prestasi dan keberhasilan yang telah dicapai, dan bagian penutup membicarakan tentang pembangunan yang akan dilakukan pada masa mendatang.

 Skematik

            Latar merupakan elemen wacana yang dapat mempengaruhi arti kata (sematik) yang ingin ditampilkan. Seorang komunikator ketika menyampaikan pendapat biasanya mengemukakan latar belakang atas pendapatnya. Dalam pidato kenegaraan, ideologi Orde Baru muncul diantaranya lewat pembagian latar. Pentingnya pancasila dalam ikon ideologi Orde Baru disajikan dalam teks diantaranya dengan memberikan latar historis di masa lampau. Pengalaman masa lampau yang kerap dikutip adalah peristiwa G30S/PKI, yang dimaknai Soeharto merupakan peristiwa buruk di Indonesia. Dengan memberikan latar berupa pemberontakan G30S/PKI, Soekarno menegaskan bahwa masa buruk itu ternjadi akibat bangsa Indonesia tidak setia dengan Pancasila. Pemberian latar sejarah masa lalu yang buruk tersebut Soeharto ingin menarik garis batas kegagalan pembangunan masa lalu sebagai akibat tidak adanya stabilitas. Soeharto memakai elemen latar untuk mendukung pendapatnya ini. Elemen latar yang diberikan dipakai untuk mempengaruhi khalayak agar mempunyai penafsiran yang sama dengannya. Soeharto juga memakai latar untuk mendukung berbagai kebijakannya. Memberikan latar kondisi global merupakan latar yang dipakai dalam pidato kenegaraan. Dengan memberikan latar ini, Soeharto berusaha menutupi berbagai kelemahan kebijakan pembangunan. Soeharto menjelaskan bahwa turunnya pertumbuhan ekonomi Indonesia ini dengan mengambil kondisi ekonomi di dunia secara keseluruhan memang sedang memburuk. Elemen wacana berikutnya merupakan detail, elemen ini memrikan informasi secara berlebih, infirmasi yang ditampilkan berupakan informasi yang tidak merugikan komunikator. Kemudian dalam pidato kenegaraan juga memakai elemen wacana ilustrasi yang dilakukan oleh komunikator lewat contoh atau ilustrasi tertentu. Elemen wacana maksud melihat informasi yang menguntungkan komunikator akan diuraikan secara jelas. Kemudian elemen wacana pengandaian merupakan upaya mendukung pendapat dengan memberikan premis yang dipercaya. Pada pidato kenegaraan yang terakhir menggunakan wacana elemen penalaran, pada teks pidato ini berbasis penalaran yang mendukung gagasan yang hendak diungkap. Berbagai kebijakan yang diambil Soeharto selalu disertai dengan memberikan ilustrasi terutama perbandingan untuk menekankan pilihan kebijakan yang akan diambil benar.

 

VII. Politik Makna Kalimat Pidato Soeharto

            Unit pengamatan dari leksikon adalah kalimat dari teks pidato kenegaraan yang dipakai soeharto. Semua strategi wacana itu dimaksudkan agar soeharto mempunyai citra yang baik di depan khalayak. Berbagai strategi wacana dalam level sintaksis, akan dijelaskan pada bacaan ini.

            Pertama tentang koherensi sebab-akibat, yang membahas tentang dua buah kalimat atau proposisi yang menggambarkan fakta yang berbeda dapat dihubungkan dengan menggunakan koherensi (elemen wacana untuk melihat bagaimana seseorang secara strategis menggunakan wacana untuk menjelaskan suatu fakta atau peristiwa yang menggunakan kata hubung). Koherensi penjelas. Koherensi penjelas ditandai dengan pemakaian anak kalimat sebagai penjelas. Disini ada dua proposisi, dimana proposisi kedua adalah penjelas atau keterangan dari proporsisi pertama, yang dihubungkan dengan kata hubung seperti “yang” , atau “diamana”. Proporsisi kedua fungsinya dalam kalimat semata hanya penjelas, sehingga ada atau tidak ada anak kalimat itu tidak akan mengurangi arti kalimat.

            Generalisasi-spesifikasi. Merupakan salah satu strategi keherensi fungsional adalah lewat generalisasi/spesifikasi. Bagaimana peristiwa atau fakta yang diapahami secara subjektif oleh komunikator ditampilkan seolah-olah dilakukan oleh semua orang (Generalisasi) ataukah ditampilkan seolah-olah peristiwa itu hanya bagian kecil saja (Spesifikasi).  Koherensi pembeda. Pada koherensi sebab akibat dan penjelas berhubungan dengan pertanyaan bagaimana dua peristiwa dihubungkan /dijelaskan, maka koherensi pembeda berhubungan dengan pertanyaan bagaimana dua peristiwa atau fakta itu hendak dibedakan. Dua peristiwa dapat dibuat seolah-olah saling bertentangan dan berseberangan (contrast).

            Pengingkaran. Kontras dipakai untuk menciptakan perbedaan yang tegas antara dua fakta. Ini dipakai apabila orde lama buruk dan orde baru baik. Tetapi kalau ada peristiwa atau fakta yang buruk itu menimpa Orde baru, maka koherensi yang dipakai bukan lagi kontras tetapi penyangkalan. Disini ditampilkan fakta bahwa memang benar ada keburukan, tetapi lebih banyak lagi kebaikan.  Bentuk kalimat. Bentuk pidato kenegaraan banyak menggunakan struktur kalimat aktif. Subyek pernyataan adalah pemerintah atau orde baru. Bedahalnya ketika yang diterangkan adalah suatu yang negatif, maka struktur kalimat diubah menjadi pasif, kemudian sesuatu yang negatif itu diletakkan pada posisi dibelakang pada frase atau kalimat. Nominalisasi. Adalah elemen dengan mengubah kata kerja menjadi kata benda (nominal), nominalisasi merupakan strategi wacana untuk menghilangkan subyek atau pelaku.

Politik Makna Kata Pidato Soeharto

Elemen kata kunci adalah kata-kata yang sering di pakai dan di gunakan oleh komunikator dalam mengungkapkan gagasanya. Ada 18 kata kunci yang di paparkan dalam buku ini mengenai pidato kenegaraan Soeharto , sebagai berikut.

Yang pertama adalah pembangunan, Soeharto di sebut sebagai bapak pembangunan, kabinetnya di sebut cabinet pembangunan, begitupun orde baru. Selanjutnya adalah Pancasila, Persatuan dan Kesatuan, Orde baru, G30S/PKI, Separatisme islam, SARA, Stabilitas Nasional, Kebudayaan Nasional, Repelita (rencana pembangunan lim tahun), utang luar negeri, pertumbuhan ekonomi, menciptakan, mengembangkan, menata, mengamalkna, tinggal landas, dan yang terakhir adil makmur.

Dari kata kunci di atas tersebut dapat di ambil pemahaan bahwa terdapat suatu pola atau struktur yang menunjukkan proses atau makna yang saling berkesinambungan. Semua kata yang di ungkapkan sesuai dengan program yang tekah di rncanakan, sebagai kata kunci utama yitu pembangunan, di sini juga di jadikan sebagai kata pembanding atau penguatan atas pemerintahannya. Pada dasarnya elemen ini menandakan bagaimana seseorang melkukan pemilihan kata atas berbagai kemungkinan kata yang tersedia. Suatu fakta umumnya terdiri tas beberapa kata yang merujuk pada fakta, lebih tepatnya sebagai berikut yang telah di paparkan

Kata Topeng, Monopoli makna kata, Puffery ( Pengasaran ) Newspeak, Kategorisasi, yang terakhir Labelling. Pemilihan kata yang di gunakan merujuk pada kepantasan dalam interaksi social, untuk tidak mengganggu telinga lawan bicara, sementara Ben Anderson menyebut gejala seperti ini adalah sebagai kramanisasi untuk proses penghalusan makna, menurutnya bahasa        Bahasa Indonesia telah menjadi etilis dan mengalami proses penghalusan sehingga dinamika dan etosnya menjadi hilang.  Dengan memberikan contoh munculnya kata sankrit, kata Jawa kuno dan hilangnya kata yang dahulu mamat terkenal dalam masa revolusi. Bahasa sudah terperanfkap imaji orang jawa tentang politik di mana topeng mempunyai peran penting.

  1. Gaya Pidato Soeharto

Pidato kenegaraan yang disampaikan pak Harto adalah berupa teks tertulis dengan maksud untuk di bacakan sebagai suatu monolog di hadapan pendengar langsung serta dapat di terima oleh pendengar tak langsung serta dapat diterima oleh pendengar tak langsung (lewat radio dan televisi) elemen interaksi berhubungan dengan pengertian bagaimana seorang komunikator memposisikan dirinya di depan khalayak dengan mitos atau cerita diri apa yang ingin ditonjolkan sesorang kepada khalayak, dan gaya bicara Soeharto juga sangat bermacam-macam yaitu yang pertama adalah interaksi, interaksi adalah berhubungan bagaimana seorang komunikator memposisikan dirinya di depan umum atau masyarakat lewat teks yang dibuat, contohnya adalah presiden sering memitoskan dirinya dari berbagai segi sebagai orang desa dengan segala kesederhanaanya sebagai orang yang disiplin, sebagai orang yang cerdas, dan sebagainya, kemudian ekspresi adalah bagian memeriksa apa yang ditekankan atau ditonjolkan (yang berarti di anggap penting) oleh seseorang yang dapat diaamati dalam teks, contohnya adalah tulisan yang dibold pemakaian huruf tebal atau huruf miring, huruf yang dibuat lain dibandingkan tulisan lain, kemudian metafora adalah perangkat bahasa yang sering di pakai dalam retorika.

Metafora biasanya menerangkan sesuatu yang tidak di kenal, dalam pembicaraan politik, metafora banyak dipakai terutama dengan memunculkan simbol-simbol kebangsaan dan kenegaraan yang dituliskan atau diluncurkan contoh teksnya adalah “sebagai bangsa yang lahir dari kancah perang kemerdekaan revolusi kita memilki kesadaran yang tinggi mengenai keamanan nasional, kesadaran kita mengenai keamanan nasional bertambah besar karena sesudah perang kemerdekaan dan revolusi kita mengalami berbagai gejolak yang berkepanjangan, yang hampir menghancurkan bangsa dan negara kita” (pidato kenegaraan 1990;15)  kemudian ada juga visual image yaitu pidato kenegaraan juga memunculkan kisah bahkan cerita–cerita lengkap dengan adegan–adegan pahlawan beserta musuh-musuhnya, tema fantasi yang sering memunculkan gambaran corak dimasa yang akan datang seperti tinggal landas “masyarakat yang adil dan makmur” masyrakat yang sejahtera dan sentausa intinyaa orde baru atau di tahun keemasan pak Harto banyak hal-hal yang kita telisik lebih lanjut tentang pemaknaan kata-kata beliau yang mempunyai arti yang sangat banyak dan makna yang sangat dalam, fantasy themes adalah  tema-tema yang memunculkan oleh pengguna kata atau istilah yang memukau banyak orang menjadi buah bibir tetapi juga menjadi impian baru bagi masyrakat, retorika Soeharto dengan demikian adalah penyedia mimpi-mimpi dan pada intinya semua kata-kata itu menjadi pemersatu bangsa sebagai sarana hidup dalam impian tersebut.

  1. Epilog

Ada lima hal penting pidato kenegaraan yang menjadi titik kunci ideologi baru. pertama, orde baru adalah orde Pancasila. Kedua, orde baru adalah orde pembangunan. Ketiga, stabilitas nasional. Keempat, konflik dan selaras. Kelima, konstitusionisme dan institusionisme. Pidato-pidato Soeharto selalu memiliki kontrol wacana. Hal tersebut terjadi karena ketidakseimbangan kekuatan-kekuatan didalam masyarakat. Kontrol wacana sendiri terjadi karena dua hal. Pertama, kekuasaan dimana seseorang dapat mengontrol orang lain yang menyebabkan tunduk. Kedua, akses wacana Soeharto mempunyai akses luas dalam mendominasi kesadaran publik. Pidato kenegaraan memiliki posisis peting sebagai kerangka pidato lain. Sama halnya dengan pidato Soeharto yang serupa. Pidato tersebut memiliki kalimat, gaya, kosa kata, dan tingkatan nada suara yang sama.

Masyarakat menjadi terbiasa dengan gaya pidato orde baru. Pejabat diharuskan mengutip pidato Soeharto. Birokrasi Indonesia bersifat sentralistik bagian bawah bertanggung jawab pada bagian atas dan seterusnya. Pidato kenegaraan tidak diberikan kepada massa tetapi lebih kepada orang-orang tertentu. Lewat pidato kenegaraan propaganda dibahasakan dengan halus  yakni melalui organisasi atau birokrasi. Sehingga pidato kenegaraan tidak mudah dicerna oleh orang biasa, berbeda halnya dengan pidato Soeharto yang mempengaruhi massa secara langsung.

Persoalan rezim otoriter adalah meyakinkan semua orang bahwa kekuasaan yang dimiliki sah dan diterima secara wajar. Rezim otoriter selalu mencari kebenaran dan keabsahan dari parktek politik yang dijalankan. Sehingga kekuasaan terlihat abash, wajar, normal dan tidak dapat diganggu gugat. Sama halnya dengan Soeharto yang menggunakan cara fisik (kekuatan senjata, terror, intimidasi, penculikan atau penjara) untuk menekan dan membatasi pihak lain. Piadato kenegaraaan mengontrol kesadaran secara simbolik serta menanamkan ideologi kebijakaanya. Legitimasi di negara otoriter dilakukan melalui janji penguasa pada masyarakat. Simbol legitimasi Soeharto adalah pembangunan ekonomi. Sedangkan basisnya adalah stabilitas nasional. Setiap pidatonya mengedepankan wacana konstitusional. Puncak runtuhnya legitimasi Soeharto adalah mahasiswa dan rakyat yang tidak lagi percaya dan berhasil menurunkan kursi kekuasaannya pda 21 Mei 1998.

KESIMPULAN

Pemakaian gaya bahasa digunakan untuk tolak ukur strategi dari komunikator yang berkaitan erat dengan politik. Bahasa dan wacana yang digunakan jika dibedah memiliki pemaknaan berbeda beda. Soeharto adalah manusia tipe jenis yang memiliki perbuatan yang berdasarkan keyakinan. Soeharto selalu memutuskan untuk dirinya sendiri apa yang dia anggap penting atau tidak.  Dalam merancang strategi politiknya, ia rela menunggu waktu yang lama agar berhasil. Soeharto lebih nampak sebagai pemimpin yang realistik dan pragmatis yang berhati – hati dalam tindakannya serta hampir selalu menghindari sesedikit mungkin resiko. Bahasa dalam pandangan Soeharto juga diarahkan untuk mendukung proyek pembangunan. Pembangunan diangankan sebagai sesuatu yang sepenuhnya baru karena hampir sepenuhnya dianggap positif bahkan kata “pembangunan” lebih disukai daripada “perkembangan” karena lebih menunjuk kepada kerja pengolahan alam dan teknologi. Ada lima hal penting pidato kenegaraan yang menjadi titik kunci ideologi baru. pertama, orde baru adalah orde Pancasila. Kedua, orde baru adalah orde pembangunan. Ketiga, stabilitas nasional. Keempat, konflik dan selaras. Kelima, konstitusionisme dan institusionisme. Pidato-pidato Soeharto selalu memiliki kontrol wacana.

One thought on “Kekuasaan Otoriter dari Gerakan Penindasan Menuju Politik Hegemoni oleh Eriyanto

  1. Pingback: Kekuasaan Otoriter dari Gerakan Penindasan Menuju Politik Hegemoni oleh Eriyanto – INSISTPress

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: