Kompilasi Teori Sosiologi Modern

Haaay temen-temen, kali ini saya akan berbagi tentang tugas artikel mata kuliah Teori Sosiologi Modern pada semester 3. Ini adalah hasil “berburu dan meramu” dari referensi jurnal yang ada di internet dan saya menarik kesimpulan menurut pandangan saya pribadi..

Semoga ilmunya bermanfaat yaa….

“TEORI STRUKTURAL FUNGSIONALISME”

  1. PENDEKATAN FUNGSIONAL

Meskipun eksplanasi secara fungsional dalam kajian-kajian sosial telah terlihat dalam karya-karya Spencer dan Comte, namun Durkheimlah yang telah meletakkan dasarnya secara tegas dan jelas. Peranan Durkheim ini diakui secara eskplisit oleh R-B. Durkheim secara jelas mengatakan bahwa fenomena sosial seharusnya diekpslain melalui dua pendekatan pokok yang berbeda, yaitu pendekatan historis dan pendekatan fungsional.

Pendekatan fungsional dalam antropologi sosial dipelopori oleh dua orang sarjana Inggris yang hidup sezaman, yaitu R-B dan Malinowski. Meskipun kedua mereka ini sama-sama dipengaruhi oleh Durkheim, namun penafsiran dan pengembangan mereka atas konsep fungsi adalah berbeda satu sama lain. R-B menolak setiap penggunaan konsep fungsi yang tidak dikaitkan dengan struktur sosial, karena itulah pendekatan dasarnya adalah kombinasi dari kedua konsep tersebut: fungsi dan struktur sosial, yang kemudian dikenal dengan nama struktural-fungsionalisme. R-B dengan tegas membedakan konsep fungsionalnya dari konsep fungsional Malinowski. Bagi R-B fungsi adalah “kontribusi yang dimainkan oleh sebuah item sosial, atau sebuah institusi sosial, terhadap kemantapan suatu struktur sosial”. Sementara itu Malinowski melihat “fungsi” sama seperti “guna”, yang dikaitkan dengan kebutuhan psikologis dan biologis manusia. Fungsi dari sebuah item sosial, atau sebuah institusi sosial, menurut Malinowski, adalah “kegunaan dari institusi tersebut dalam memenuhi kebutuhan psiko-biologis individu-individu anggota sebuah masyarakat”. Di bawah ini akan kita bahas perbedaan pandangan kedua ahli antropologi Inggris ini secara lebih rinci.

TEORI RADCLIFFE-BROWN

Kata R-B, peneliti sosial tidak pernah melihat “hubungan sosial”, “norma”, “masyarakat”, dan “budaya”. Yang nyata terlihat dalam mata peneliti sosial adalah perilaku manusia. Melalui proses pengelompokan, pengklasifikasian, penggolongan, dan generalisasi (abstraksi), kenyataan-kenyataan mengenai perilaku manusia tersebut terbentuk menjadi konsep. Jadi “hubungan sosial”, “masyarakat”, “norma”, dan “budaya” adalah konsep-konsep yang lahir dari abstraksi terhadap kenyataan perilaku manusia.

Persoalan muncul ketika peneliti sosial mencoba menghubungkan jurang antara kenyataan dan konsep. Apakah yang diperlukan? Kata R-B, yang diperlukan adalah model. Dalam konsep “struktural-fungsionalisme” model yang dapat digunakan adalah model organisme tubuh manusia. Dalam model ini, R-B mengumpamakan sebuah masyarakat sebagai sebuah organisme lubuh manusia, dan kehidupan sosial adalah seperti kehidupan organisme tubuh tersebut.

Satu organisme tubuh terdiri dari sekumpulan sel dan cairan yang tersusun dalam suatu jaringan hubungan, sedemikian rupa, sehingga membentuk sebuah keseluruhan kehidupan yang terintegrasi. Susunan hubungan antara unit-unit dalam organisme tersebut, atau sistem hubungan yang mengikat keseluruhan unit, disebut struktur dari organisme tersebut. Sepanjang hidupnya organisme tubuh ini menjaga kesinambungan strukturnya. Meskipun selama perjalanan hidup organisme ini terjadi pergantian sel, bagian, dan cairan tertentu, namun susunan hubungan antar unit tetap sama. Jadi struktur dari organisme tubuh tersebut relatif tidak berubah. Sekarang mari kita terapkan model organisme tubuh ini terhadap masyarakat. Ambil contoh sebuah masyarakat dusun di Jawa. Dalam sebuah masyarakat dusun kita mengenal adanya struktur sosial. Unitnya adalah individu-individu warga dusun tersebut. Mereka berhubungan satu sama lain dalam satu pola hubungan yang diatur oleh norma-norma hubungan sosial, sedemikian rupa, sehingga masyarakat dusun tersebut membentuk sebuah keseluruhan yang terintegrasi. Susunan hubungan sosial yang sudah mapan antara warga dusun itu disebut struktur sosial masyarakat dusun tersebut.

 Kesinambungan struktur masyarakat dusun tidak rusak oleh adanya warga yang meninggal, lahir, atau pindah. Karena kesinambungan tersebut dijaga oleh proses kehidupan sosial atau kegiatan dan interaksi antarwarga dusun. Jadi kehidupan sosial adalah struktur sosial yang berfungsi atau bekerja. Fungsi dari setiap kegiatan warga desa yang berulang-ulang adalah peranan yang dimainkannya dalam kehidupan masyarakat dusun secara keseluruhan, atau kontribusi yang diberikannya untuk pembinaan kesinambungan struktur masyarakat dusun tersebut. Di sinilah kita melihat bahwa konsep “fungsi” tidak dapat dipisahkan dari konsep “struktur”.

KONSEP STRUKTURAL FUNGSIONAL

Diagram 1

Fungsi dan Struktur

  Organisme Biologi Organisme Sosial
Unit Struktur Kegiatan Fungsi Sel-sel

Hubungan antarsel

Perilaku sel-sel yang nyata terlihat

Peranan kegiatan-kegiatan dalam

membina/menjaga struktur atau

kesesuaian antara efek dari kegiatan

dan kebutuhan dari struktur organisme

biologis

Individu-individu manusia

Hubungan antarmanusia

Perilaku manusia yang nyata terlihat

Peranan kegiatan-kegiatan dalam

membina/menjaga struktur atau

kesesuaian antara efek dari kegiatan

dan kebutuhan dari struktur organisme

biologis.

Masyarakat sebagai sebuah struktur sosial terdiri atas jaringan hubungan sosial yang kompleks antara anggota-anggotanya. Satu hubungan sosial antara dua orang anggota tertentu pada suatu waktu tertentu, di tempat tertentu, tidak dipandang sebagai satu hubungan yang berdiri sendiri, tetapi merupakan bagian dari satu jaringan hubungan sosial yang lebih luas, yang melibatkan keseluruhan anggota masyarakat tersebut. Hubungan kedua orang di atas harus dilihat sebagai bagian dari satu struktur sosial. Inilah prinsip dan objek kajian ilmu sosial, menurut R-B.

Individu-individu yang menjadi komponen dari sebuah struktur sosial bukanlah dilihat dari sudut biologis, yaitu yang terdiri dari sel-sel dan cairan, tetapi sebagai person yang menduduki posisi, atau status, di dalam struktur sosial tersebut. Orang sebagai organisme biologis, yang terdiri dari sel-sel dan cairan, tidak menjadi perhatian utama ilmu sosial. Yang diperhatikan ilmu sosial adalah orang sebagai status sosial; orang berhubungan dengan orang lain dalam kapasitasnya sebagai sebuah status sosial, misalnya sebagai ayah, ibu, buruh, majikan, penjual, pembeli, dan seterusnya.

 Perbedaan di dalam status sosial menentukan bentuk hubungan sosial, dan karena itu mempengaruhi struktur sosial. Di dalam masyarakat tradisional, status para anggotanya terutama dibedakan menurut jenis kelamin (status sosial pria berbeda dari status sosial wanita), tingkatan umur (orang tua berbeda dari anak muda), dan hubungan kekerabatan (ibu, ayah, anak, saudara adalah berbeda dari “orang lain”). Karena itu perilaku seorang pria ketika berhubungan dengan pria lain adalah berbeda dengan ketika dia berhubungan dengan seorang wanita, perilaku seorang tua terhadap seorang tua yang lain adalah berbeda dari perilakunya terhadap seorang muda, dan seterusnya.

TEORI MALINOWSKI

Apabila R-B lebih tertarik meninjau individu sebagai person yang menduduki status tertentu di dalam sebuah struktur sosial, maka Malinowski lebih memperhatikan individu sebagai sebuah realitas psiko-biologis di dalam sebuah masyarakat (kebudayaan). Malinowski lebih menekankan aspek manusia sebagai makhluk psiko-biologis yang mempunyai seperangkat kebutuhan psikologis dan biologis yang perlu dipenuhi. Selanjutnya, berbeda dari R-B yang tertarik dan menganggap penting struktur sosial, Malinowski lebih tertarik kepada “budaya” atau culture.

            Bagi Malinowski, dalam rangka memenuhi kebutuhan psiko-biologis individu dan menjaga kesinambungan hidup kelompok sosial, beberapa kondisi minimum harus dipenuhi oleh

individu-individu anggota kelompok sosial tersebut. Kondisi minimum tersebut terdiri dari 7 kebutuhan pokok, yaitu nutrition, reproduction, bodily conforts, safety, relaxation, movement,

dan growth. Semua kegiatan yang dilakukan oleh individu adalah dalam rangka memenuhi ketujuh kebutuhan pokok di atas.

            Jadi “budaya” (culture), pada tingkat pertama, adalah alat atau “instrumen”; alat yang muncul dalam rangka memenuhi kebutuhan psiko-biologis manusia. Itulah fungsi dari budaya. Itulah terutama acuan dari konsep “fungsi” dalam pengertian Malinowski. Budaya sebagai alat adalah bersifat conditioning, yaitu memberikan batasan-batasan terhadap kegiatan manusia. Budaya, melalui latihan, ajaran, nilai, dan seterusnya, “memodified” kegiatan manusia.

(sumber: https://journal.ui.ac.id/index.php/jai/article/viewFile/3558/2829)

  1. STRUKTURAL FUNGSIONAL

Fungsionalisme struktural atau lebih popular dengan struktural fungsional merupakan hasil pengaruh yang sangat kuat dari teori sistem umum di mana pendekatan fungsionalisme yang diadopsi dari ilmu menekankan pengkajiannya tentang cara-cara mengorganisasikan dan mempertahankan sistem. Dan pendekatan strukturalisme yang berasal dari linguistik, menekankan pengkajiannya pada hal-hal yang menyangkut pengorganisasian bahasa dan sistem sosial. Fungsionalisme struktural atau analisa sistem pada prinsipnya berkisar pada beberapa konsep, namun yang paling penting adalah konsep fungsi dan konsep struktur. Perkataan fungsi digunakan dalam berbagai bidang kehidupan manusia, menunjukkan kepada aktivitas dan dinamika manusia dalam mencapai tujuan hidupnya. Dilihat dari tujuan hidup, kegiatan manusia merupakan fungsi dan mempunyai fungsi. Secara kualitatif fungsi dilihat dari segi kegunaan dan manfaat seseorang, kelompok, organisasi atau asosiasi tertentu. Fungsi juga menunjuk pada proses yang sedang atau yang akan berlangsung, yaitu menunjukkan pada benda tertentu yang merupakan elemen atau bagian dari proses tersebut, sehingga terdapat perkataan masih berfungsi atau tidak berfungsi. Fungsi tergantung pada predikatnya, misalnya pada fungsi mobil, fungsi rumah, fungsi organ tubuh, dan lain-lain termasuk fungsi komunikasi politik yang digunakan oleh suatu partai dalam hal ini Partai Persatuan Pembangunan misalnya. Secara kuantitatif, fungsi dapat menghasilkan sejumlah tertentu, sesuai dengan target, proyeksi, atau program yang telah ditentukan.

Robert Nisbet menyatakan jelas bahwa fungsionalisme struktural adalah satu bangunan teori yang paling besar pengaruhnya dalam ilmu social diabad sekarang. Dalam fungsionalisme structural dan fungsioanal tidak selalu perlu dihubungkan, meski keduanya biasanya dihubungkan. Kita dapat mempelajari struktu masyarakat tanpa memperhatikan fungsinya atau akibatnya terhadap struktur lain. Cirri utama pendekatan fungsionalisme struktural mempunyai berbagai bentuk ( Abrahamson, 1978 ), fungsionalisme kemasyarakatan adalah pendekatan dominan yang digunakan dikalangan fungsionalis struktural sosiologi ( Sztompka 1974) dan karena itu akan menjadi sasaran perhatian bab ini.

-Fungsionalisme struktural Talcott Parsons

Pembahasan teori fungsionalisme structural Parson diawali dengan empat skema penting mengenai fungsi untuk semua system tindakan, skema tersebut dikenal dengan sebutan skema AGIL. Sebelumnya kita harus tahu terlebih dahulu apa itu fungsi yang sedang dibicarakan disini, fungsi adalah kumpulan kegiatan yang ditujukan kearah pemenuhan kebutuhan system. Menurut parson ada empat fungsi penting yang mutlak dibutuhkan bagi semua system social, meliputi adaptasi (A), pencapaian tujuan atau goal attainment (G), integrasi (I), dan Latensi (L). empat fungsi tersebut wajib dimiliki oleh semua system agar tetap bertahan (survive), penjelasannya sebagai berikut:

– Adaptation : fungsi yang amat penting disini system harus dapat beradaptasi dengan cara menanggulangi situasi eksternal yang gawat, dan system harus bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan juga dapat menyesuaikan lingkungan untuk kebutuhannnya.

– Goal attainment ; pencapainan tujuan sangat penting, dimana system harus bisa mendifinisikan dan mencapai tujuan utamanya.

– Integrastion : artinya sebuah system harus mampu mengatur dan menjaga antar hubungan bagian-bagian yang menjadi komponennya, selain itu mengatur dan mengelola ketiga fungsi (AGL).

– Latency :laten berarti system harus mampu berfungsi sebagai pemelihara pola, sebuah system harus memelihara dan memperbaiki motivasi pola-pola individu dan cultural .

Pertama adaptasi dilaksanakan oleh organisme prilaku dengan cara melaksanakan fungsi adaptasi dengan cara menyesuaikan diri dan mengubah lingkungan eksternal. Sedangkan fungsi pencapaian tujuan atau Goal attainment difungsikan oleh system kepribadian dengan menetapkan tujuan system dan memolbilisai sumber daya untuk mencapainya. Fungsi integrasi di lakukan oleh system social, dan laten difungsikan system cultural. Bagaimana system cultural bekerja Jawabannhya adalah dengan menyediakan actor seperangkat norma dan nilai yang memotivasi actor untuk bertindak. Tingkat integrasi terjadi dengan dua cara, pertama : masing-masing tingkat yang paling bawah menyediakan kebutuhan kondisi maupun kekuatan yang dibutuhkan untuk tingkat atas. Sedangkan tingkat yang diatasnya berfungsi mengawasi dan mengendalikan tingkat yang ada dibawahnya. Parson memberikan jawaban atas masalah yang ada pada fungsionalisme structural dengan menjelaskan beberapa asumsi sebagai berikut;

  1. sistem mempunyai property keteraturan dan bagian-bagian yang saling tergantung.
  2. sistem cenderung bergerak kearah mempertahankan keteraturan diri atau keseimbangan.
  3. sistem bergerak statis, artinya ia akan bergerak pada proses perubahan yang teratur.
  4. sifat dasar bagian suatu system akan mempengaruhi begian-bagian lainnya.
  5. sistem akam memelihara batas-batas dengan lingkungannya.
  6. alokasi dan integrasi merupakan ddua hal penting yang dibutuhkan untuk memelihara keseimbangan system.
  7. sistem cenderung menuju kerah pemeliharaan keseimbangan diri yang meliputi pemeliharaan batas dan pemeliharaan hubungan antara bagian-baguan dengan keseluruhan sostem, mengendalikan lingkungan yang berbeda dan mengendalikan kecendrungan untuyk merubah system dari dalam.

– Fungsionalisme struktural Robert Merton

Robert K. Merton, sebagai seorang yang mungkin dianggap lebih dari ahli teori lainnya telah mengembangkan pernyataan mendasar dan jelas tentang teori-teori fungsionalisme, merton adalah seorang pendukung yang mengajukan tuntutan lebih terbatas bagi perspektif ini. Mengakui bahwa pendekatan ini ( fungsional-struktural ) telah membawa kemajuan bagi pengetahuan sosiologis. Merton telah mengutip tiga postulat yang ia kutip dari analisa fungsional dan disempurnakannya, diantaranya ialah :

  1. postulat pertama, adalah kesatuan fungsional masyarakat yang dapat dibatasi sebagai suatu keadaan dimana seluruh bagian dari sistem sosial bekerjasama dalam suatu tingkatan keselarasan atau konsistensi internal yang memadai, tanpa menghasilkan konflik berkepanjangan yang tidak dapat diatasi atau diatur. Atas postulat ini Merton memberikan koreksi bahwa kesatuan fungsional yang sempurna dari satu masyarakat adalah bertentangan dengan fakta. Hal ini disebabkan karena dalam kenyataannya dapat terjadi sesuatu yang fungsional bagi satu kelompok, tetapi dapat pula bersifat disfungsional bagi kelompok yang lain.
  2. postulat kedua, yaitu fungionalisme universal yang menganggap bahwa seluruh bentuk sosial dan kebudayaan yang sudah baku memiliki fungsi-fungsi positif. Terhadap postulat ini dikatakan bahwa sebetulnya disamping fungsi positif dari sistem sosial terdapat juga dwifungsi. Beberapa perilaku sosial dapat dikategorikan kedalam bentuk atau sifat disfungsi ini. Dengan demikian dalam analisis keduanya harus dipertimbangkan.
  3. postulat ketiga, yaitu indispensability yang menyatakan bahwa dalam setiap tipe peradaban, setiap kebiasaan, ide, objek materiil dan kepercayaan memenuhi beberapa fungsi penting, memiliki sejumlah tugas yang harus dijalankan dan merupakan bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan system sebagai keseluruhan. Menurut Merton, postulat yang kertiga ini masih kabur, belum jelas apakah suatu fungsi merupakan keharusan.

Merton berpendapat bahwa ketiga postulat fungsional itu bersandar pada pernyataan nonempiris, berdasarkan sistem teoritis abstrak. Menjadi tanggung jawab sosiolog untuk menguji setiap postulat itu secara empiris. Keyakinan merton bahwa bukan pernyataan teoritis melainkan pengujian empiris yang penting untuk analisis fungsional , mendorongnya mengembangkan paradigma analisis fungsional buatannya sendiri sebagai pedoman untuk mengintregrasikan teori dan riset empiris. Merton juga mengemukakan konsep nonfunctions yang didefinisikan sebagai akibat yang sama kali tidak relevan dengan sistem yang sedang diperhatikan. Dalam hal ini termasuk bentuk – bentuk social yang bertahan hidup sejak zaman sejarah kuno. Merton juga memperkenalkan konsep fungsi nyata ( manifest ) dan fungsi tersembunyi. Kedua istilah ini memberikan tambahan penting bagi analisis fungsional. Menurut pengertian sederhana , fungsi nyata adalah fungsi yang diharapkan, sedangkan fungsi yang tersembunyi adalah fungsi yang tak diharapkan.

Stuktur sosial dan anomie salah satu sumbangan merton paling terkenal terhadap fungsionalisme srtuktural dan terhadap sosiologi pada umumnya ( adler dan laufer, 1995; merton, 1995; menhard, 1995 ) perlu dicatat bahwa karya merton tentang anomie tersirat sikap kritis terhadap stratifikasi sosial ( misalnya, blockade terhadap sumber sesuatu yang dibutuhkan masyarakat ). Oleh karena itu, ketika david dan Moore menyetujui stratifikasi sosial karya Merton justru mengindikasikan fungsionalisme structural dapat bersifat kritis terhadap stratifikasi sosial.

(sumber: https://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._SEJARAH/197105042005012-FARIDA_SARIMAYA/TEORI_SOSIAL_BUDAYA/TTSB.pdf)

  1. TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL PARSONS

Teori fungsionalisme struktural, yang diperkenalkan oleh Talcott Parsons, merupakan teori dalam paradigma fakta sosial dan paling besar pengaruhnya dalam ilmu sosial di abad sekarang, sehingga dapat disinonimkan dengan sosiologi (Ritzer, 2005:117). Teori ini memfokuskan kajian pada struktur makro (sosiologi makro) yakni pada sistem sosial, yang melalui teori ini Parsons menunjukkan pergeseran dari teori tindakan ke fungsionalisme struktural. Kekuatan teoretis Parsons terletak pada kemampuannya melukiskan hubungan antara struktur sosial berskala besar dan pranata sosial (Ritzer 2005:82). Bangunan teori fungsionalisme struktural Parsons banyak terpengaruh oleh pemikiran Durkheim, Weber, Freud dan Pareto, dan yang disebut terakhir inilah yang paling besar pengaruhnya bagi pengembangan teori fungsionalisme struktural, terutama gagasan Pareto tentang masyarakat yang dilihatnya dalam hubungan sistem (Ritzer, 2011:280). Konsepsi Pareto yang sistematis tentang masyarakat, yang dipandangnya sebagai sebuah sistem yang berada dalam keseimbangan, yakni kesatuan yang terdiri dari bagian-bagian yang saling tergantung, sehingga perubahan satu bagian dipandang  menyebabkan perubahan lain dari sistem, dan dilebur dengan pandangan Comte, Durkheim dan Spencer yang menganalogikan masyarakat dengan organisme, memainkan peran sentral dalam pengembangan teori fungsionalisme struktural Parsons (Ritzer, 2005:54-55).

 (sumber: https://wkwk.lecture.ub.ac.id/2015/10/teori-fungsionalisme-struktural-parsons/)

FUNGSIONALISME STRUKTURAL

  • Prinsip-Prinsip Pokok Fungsionalisme Struktural

Secara essensial prinsip-prinsip pokok fungsionalisme structural menurut Stephen K. Sanderson (1993:9) adalah sebagai berikut:

  1. Masyarakat merupakan system yang kompleks yang tediri dari bagian-bagian yang saling berhubungan dan saling tergantung, dan setiap bagian saling berpengaruh secara signifikan terhadap bagian-bagian lainnya.
  2. Setiap bagian dari sebuah masyarakat eksis karena bagian tersebut memiliki fungsi penting dalam memelihara eksistensi dan stabilitas masyarakat secara keseluruhan.
  3. Semua masyarakat memiliki mekanisme untuk mengintegrasikan dirinya, yaitu mekanisme yang dapat merekatkannya menjadi satu. Salah satu bagian penting dari mekanisme ini adalah komitmen para anggota masyarakat kepada serangkaian kepercayaan dan nilai yang sama.
  4. Masyarakat cenderung mengarah kepada satu keadaan equilibrium atau homeostatis,dan gangguan pada salah satu bagian cenderung menimbulkan penyesuaian pada bagian lain agar tercapai harmoni dan stabilitas.
  5. Perubahan sosial merupakan kejadian yag tidak biasa dalam masyarakat tetapi bila itu terjadi juga maka perubahan itu pada umumnya akan membawa kepada konsekwensi-konsekwensi yang menguntungkan masyarakat secara keseluruhan.

Menurut George Ritzer ( 1985: 25), asumsi dasar teori fungsional structural adalah bahwa setiap struktur dalam system sosial, juga berlaku fungsional terhadap yang lainnya. Sebaliknya kalau tidak fungsional maka maka struktur iru tidak akan ada atau akan hilang dengan sendirinya. Teori ini cenderung melihat sumbangan satu system atau peristiwa terhadap system yang lain dan arena itu mengabaikan kemungkinan bahwa suatu peristiwa atau suatu system dalam beroperasi menentang fungsi-fungsi lainnya dalam suatu system sosial.

  • Fungsi Nyata ( Manifest Function)

Pengembangan dalam memahami fungsi manifest dalam sosiologi banyak dipengaruhi oleh ilmu biologi, dimana setiap fungsi dalam tubuh manusia memiliki fungsi biologis. Jadi jika mengacu kepada fungsi ini dapat dikatakan bahwa keluarga memiliki fungsi reproduksi dan sosialisasi sehingga negara bertanggung jawab dalam fungsinya sebagai pemelihara tatanan dan lain-lain.

  • Fungsi Tersembunyi ( Laten Fungction)
  1. K Merton menggarisbawahi pendapat bahwa sebuah institusi sosial memiliki fungsi-fungsi yang bersifat laten ( tersembunyi) dan berbeda dengan motif-motif eksplisitnya. Misalnya, upacara minta hujan yang dilakukan orang-orang Indian Hopi memepunyai motif agar hujan segera turun, namun beberapa ilmuan yakin bahwa ada fungsi lain dari upacara ritual yang dilakukan yakni, mempertahankan kohesi kelompok (nazsir 2008:11)

(sumber: https://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28527/4/Chapter%20II.pdf)

  1. TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL AGIL : TALCOTS PARSONS

Menurut teori fungsionalis ini masyarakat adalah “suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian atau elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam kesimbangan. Perubahan yang terjadi satu bagian akan membawa perubahan pula terhadap bagian lain.

Menurut George Ritzer, asumsi dasar teori fungsionalismestruktural adalah “setiap struktur dalam sistem sosial, juga berlaku fungsional terhadap yang lainnya. Sebaliknya kalau tidak fungsional maka struktur itu tidak akan ada atau hilang dengan sendirinnya. Teori ini cenderung melihat sumbangan satu sistem atau peristiwa terhadap sistem lain. Karena itu mengabaikan kemungkinan bahwa suatu peristiwa atau suatu sistem dalam beroperasi menentang fungsi- fungsi lainnya dalam suatu sistem sosial. Secara ekstrim penganut teori ini beranggapan bahwa semua peristiwa dan semua struktur adalah fungsional bagi masyarakat.

Desain skema AGIL parsons di gunakan semua tingkat dalam sistem teorinya. Dalam bahasa tentang empat sistem tindakan parsons menggunakan skema AGIL.

  1. Organisme prilaku : Adalah sistem tindakan yang melaksanakan fungsi adaptasi dengan menyesuaikan diri dengan dan mengubah lingkungan eksternal.
  2. Sistem kepribadian : Melaksanakan fungsi pencapain tujuan dengan menetapkan tujuan sistem dan mobilisasi sumber daya yang ada untuk mencapainya
  3. Sistem sosial :Menanggulangi fungsi integrasi dengan mengendalikan bagian-bagian yang menjadi komponenya.
  4. Sistem structural :Melaksanakan fungsi pemeliharaan pola dengan menyediakan aktor seperangkat norma dan nilai yang memotifasi mereka untuk bertindak.

Asumsi teori structural fungsional

  1. Setiap masyarakat terdiri dari berbagai elemen yang tersetruktur secara relatif mantab dan stabil.
  2. Elemen- elemen tersetruktur tersebut terintegrasi dengan baik.
  3. Setiap elemen dan truktur memiliki fungsi, yaitu memberikan sumbangan pada bertahanya struktur itu sebagai suatu sistem.
  4. Setiap struktur yang fungsional di landaskan pada suatu konsensus nilai diantara para anggotanya.

FUNGSIONALISME STRUCTURAL – ALEXANDER DAN COLOMY

Alexander dan Colomy melihat fungsionalisme structural terlampa sempit dan bahwa tujuan mereka adalah menciptakan teori sintesis yang mereka namakan “neofungsionalisme”. Tetapi perlu dicatat bahwa ketika fungsionalisme structural pada umumnya, dan teori talcott parsons pada khususnya, menjadi extrim, ada inti sintetis yang kuat di dalam teori tersebut sejak awal. Disatu sisi, disepanjang kehidupan intelektualnya, parsons berusaha mengintegrasikan berbagai macam input teoritis. Dilain pihak, dia tertarik dengan kesalinghubungan domain-domain utama dari dunia sosial, terutama sistem cultural, sosial, dan personalitas. Akan tetapi, pada akhirnya, Parsons mengadopsi orientasi fungsionalis structural yang lebih sempit dan memandang sistem cultural sebagai penentu sistem lainya. Jadi, Parsons mengabaikan orientasi sintesisnya, dan neofungsionalisme dapat di lihat sebagai usaha untuk menangkap kembali orientasi tersebut.

Alexander dan Colomy mempertahankan klaim yang sangat ambisius. Mereka tidak melihat neofungsionalisme sebagai sekedar “elaborasi” atau “revisi” fungsionalisme structural tetapi lebih sebagai “rekonstruksi” dramatis terhadap fungsionalisme structural dimana perbedaannya dengan pendirinya (Parsons) diakui dengan jelas dan ada keterbukaan yang eksplisit terhadap teori dan teoritisi lainnya. Usaha-usaha yang telah dilakukan untuk mengintegrasikan pandangan neofungsionalisme dari para pakar, dalam usaha untuk mengatasi bias idealis dari fungsionalisme structural, khususnya penekanannya pada fenomena makro-subjektif seperti kultur, pendekatan yang lebih materialis dianjurkan.

(sumber : https://digilib.uinsby.ac.id/2514/5/Bab%202.pdf)

 

SIMPULAN :

            Menurut 5 jurnal di atas, Teori Fungsionalisme Struktural lahir dari evolusionari dan memiliki tujuan untuk membangun sistem sosial atau struktur sosial, melalui pengajian terhadap pola hubungan yang berfungsi antara individu-individu, antara kelompok-kelompok, atau antara institusi-institusi sosial di dalam suatu masyarakat. Teori yang awalnya dipelopori oleh Emile Durkheim dan kemudian dikembangkan dan diperbaharui kembali oleh para ilmuwan-ilmuwan seperti Parsons, Malinowski, Nisbet, dll agar tetap eksis dan dapat digunakan di dalam suatu masyarakat.

            Berawal dari penggabungan 2 unsur kata yaitu Fungsionalisme struktural atau lebih popular dengan struktural fungsional merupakan hasil pengaruh yang sangat kuat dari teori sistem umum di mana pendekatan “fungsionalisme” yang diadopsi dari ilmu menekankan pengkajiannya tentang cara-cara mengorganisasikan dan mempertahankan sistem. Dan pendekatan “strukturalisme” yang berasal dari linguistik, menekankan pengkajiannya pada hal-hal yang menyangkut pengorganisasian bahasa dan sistem sosial.

Beberapa ahli mengasumsikan pemikirannya, seperti Radcliffe Brown mengumpamakan sebuah masyarakat sebagai sebuah organisme tubuh manusia, dan kehidupan sosial adalah seperti kehidupan organisme tubuh tersebut. Sehingga semua itu saling memiliki keterkaitan satu sama lain. Jika salah satu dari organ tersebut tidak berfungsi maka organ yang lain pun tidak akan berfungsi dengan sempurna.

Sehingga Teori Struktural Fungsional ini sangat menekankan pada sifat kerukunan antar seluruh masyarakat dan sistem-sistemnya, agar semua fungsi yang ada dapat berkesinambungan dan berjalan dengan sempurna, sehingga dapat terciptanya keseimbangan dalam masyarakat yang sifatnya kompleks.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: