Menjelajahi Pesona Antropologi Kesehatan

medical-anthropology-1-728
Menjelajahi Antropologi sama halnya dengan mencoba menjelajahi dunia di sekitar kita. Kita diajak untuk berpetualang mencoba mengenal kebudayan masyarakat di seluruh dunia. Ketika memahami suatu masyarakat kita juga akan memahami kebudayaan yang dibawa oleh masyarakat tersebut. Hal ini dikarenakan kebudayaan tidak terlepas dari masyarakat. Demikian halnya dengan Antropologi Kesehatan. Kita melihat bahwa suatu masyarakat tidak terlepas dari permasalahan kesehatan yang dialami masyarakat tersebut. Melalui sudut pandang antropologi, kita dapat melihat hubungan timbal balik faktor biologi dan budaya terkait dengan permasalahan kesehatan dan penyakit.

Penyakit merupakan masalah umat manusia yang paling tua semenjak peradaban manusia terlahir. Kebudayaan mempunyai sifat yang selalu dinamis karena harus terus-menerus menyesuaikan diri dengan lingkungan dan kebutuhan-kebutuhan hidup para pendukung kebudayaan tersebut. Dalam hal ini, manusia selalu mempunyai cara untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan. Setiap manusia, masyarakat dan kebudayaan selalu memiliki cara untuk menghadapi penyakit. Oleh sebab itu, kita dapat melihat bahwa cara mengatasi dan penanggulangan penyakit oleh suatu masyarakat berbeda dengan masyarakat lain. Setiap penyakit diperlakukan berbeda antara masyarakat satu dengan masyarakat lainnya. Penyakit malaria merupakan penyakit yang membahayakan dan mematikan dimana penderita dijauhi oleh masyarakat tertentu. Akan tetapi, dalam masyarakat lain di Hulu Lembah Missisippi pada abad ke-19, malaria menjadi fenomena yang biasa bahkan lumrah dialami suatu masyarakat tersebut. Contoh lain yaitu bahwa di Suku Indian Amerika Selatan terdapat penyakit Dyschromic Spirochetosis, sebuah penyakit yang ditandai dengan bintik-bintik di kulit yang berwarna. Penyakit tersebut umum bagi suku Indian dimana orang yang tidak memiliki penyakit tersebut dianggap tidak normal. Sedikit masyarakat Suku Indian yang tidak mempunyai penyakit dengan bintik-bintik di kulit tidak dilibatkan dalam kegiatan sosial dan dipandang aneh oleh suku tersebut.

Sebagaimana strategi adaptasi biologi yang mendasari evolusi manusia, strategi adaptasi sosial-budaya juga melahirkan sistem-sistem medis, tingkahlaku dan bentuk-bentuk ancaman-ancaman yang disebabkan oleh penyakit. Saat ini penyakit tidak lagi berupa fenomena biologis semata namun memiliki dimensi sosial dan budaya. Penyakit mengancam manusia, tidak hanya pada keamanan biologis si penderita dan sesamanya, melainkan juga pada kehidupan sosial ekonomi kelompok yang bersangkutan. Individu yang mengidap penyakit menghadapkan rekan-rekannya pada epidemi penyakit. Ketika si sakit tidak dapat memenuhi kewajiban-kewajibannya sebagaimana biasa, ia membahayakan kesehatan warga lain karena mereka tergantung padanya dalam banyak hal. Munculnya berbagai masyarakat manusia memunculkan strategi adaptasi baru dalam menghadapi penyakit, suatu strategi yang memaksa manusia untuk menaruh perhatian utama pada pencegahan dan pengobatan penyakit.

Suatu masyarakat memaknai kesehatan dan penyakit secara berbeda-beda. Hal ini yang disebut dengan relativisme kebudayaan. Hal yang dianggap penyakit di satu kebudayaan belum tentu menjadi penyakit di kebudayaan lain. Perilaku sakit masyarakat ditentukan oleh pengetahuan, kepercayaan, nilai dan norma yang ada dalam masyarakat tersebut. Pada masyarakat Jawa misalnya, penyakit seperti masuk angin, sakit gigi, mumet (pusing), congek, umbelen (pilek), dan gudhig tidak dianggap sakit. Konsep sakit dalam masyarakat Jawa lebih terkait dengan permasalahan fungsional-disfungsional dalam peran dan aktivitas sosial. Apabila seseorang masih dapat mengerjakan pekerjaan seperti biasa maka mereka masih dikategorikan sebagai sehat. Akan tetapi, apabila seseorang sudah tidak dapat melakukan peran dalam masyarakat maka orang tersebut dikategorikan sebagai sakit. Dalam dunia anak-anak pada masyarakat Jawa, diare dianggap sebagai hal yang lumrah. Masyarakat Jawa beranggapan bahwa diare sudah menjadi peristiwa yang pasti akan berlangsung dan tidak memberi dampak yang mengkhawatirkan. Bagi masyarakat Jawa, diare yang dialami anak-anak merupakan pertanda bahwa anak akan bertambah akal dan keterampilan. Diare menjadi suatu pertanda proses transisi kehidupan si anak.

Dalam antropologi kesehatan, konsep yang penting untuk diketahui adalah mengenai konsep disease dan illness. Disease merupakan konsep sakit dalam perspektif medis, gangguan fungsi atau adaptasi biologis individu. Disease didasarkan pada diagnosa klinis oleh para dokter dan medis. Dalam pandangan budaya, penyakit adalah pengakuan sosial bahwa seseorang itu tidak dapat menjalankan peran normalnya secara wajar. Konsep illness merupakan sakit dalam perspektif kultural. Ilness didasarkan pada persepsi diri sendiri, orang lain dan masyarakat. Hal ini sering dijumpai pada masyarakat tradisional dimana sakit dimaknai sebagi gangguan fungsional terhadap peran-peran sosial-kultural. Sakit juga dapat menjadi sarana menggerakkan solidaritas kelompok. Dalam masyarakat tradisional kita sering menjumpai bahwa ketika ada tetangga yang sakit, masyarakat biasanya bersimpati dengan datang menjeguk si sakit secara berkelompok. Mereka berdoa dan melakukan upaya untuk proses penyembuhan si sakit.

Pada masyarakat tradisional, penyakit bisa berupa gangguan fisik dan non-fisik. Penyakit dianggap sebagai peringatan Tuhan kepada mahluk-Nya dan dijadikan penanda munculnya masa krisis dalam kehidupan masyarakat seperti adanya pagebluk dan wabah dalam suatu kelompok masyarakat. Penyakit juga dapat diartikan sebagai sanksi, hukuman dan kutukan pada suatu individu atau kelompok masyarakat. Misalnya, dalam masyarakat rumpun, kepercayaan dan praktek medis adalah magi dimana ilmu gaib dipakai untuk menjelaskan semua hal yang berhubungan dengan kemalangan dan digunakan untuk mengawasi lingkungan sosial. Pada masyarakat tradisional, kebudayaan ikut menentukan definisi tentang sakit-penyakit. Obesitas, pada masyarakat Afrika dan Eropa masa Renaissance digunakan sebagai simbol kemakmuran dan status sosial. Semakin gemuk tubuh seseorang, semakin makmur pula pandangan masyarakat kepada orang tersebut. Sementara itu, pada masyarakat Papua terdapat tradisi Blood Taboo yaitu tradisi untuk melahirkan di tengah hutan bagi perempuan hamil. Masyarakat Papua mempercayai bahwa darah yang dikeluarkan perempuan pada saat melahirkan adalah darah yang kotor dan membawa sial sehingga perempuan hamil perlu diisolasi di hutan ketika melahirkan.

Konsep sehat, sakit dan penyakit di masyarakat dibentuk sesuai dengan kebudayaan yang melatarbelakanginya. Pada masyarakat tradisional, mereka mempunyai kepercayaan terhadap magi, irrasional, kepemimpinan kharismatik, hubungan komunitas erat, non-industri, dan resiprositas. Sistem medis menjadi bagian integral dari kebudayaan-kebudayaan yang ada di masyarakat. Masyarakat tradisional percaya pada religi dan magi yang merupakan bagian yang tak terpisahkan. Bahkan seorang “bapak” antropologi kesehatan, Erwin Ackerknecht pada tulisannya pada tahun 1940-an, tanpa malu-malu berbicara mengenai “pengobatan primitif” yang ia lukiskan sebagai “terutama religius-magis yang memanfaatkan beberapa elemen rasional” (Ackerknecht 1971: 21). Sementara itu, pada masyarakat modern mereka cenderung berpikir rasional, empirik, masyarakat terspesialisasi, relasi solidaritas rendah, industrial, kapitalis. Sistem medis dalam masyarakat modern dan masyarakat tradisional berbeda-beda yang mencakup keseluruhan pengetahuan, kepercayaan, keterampilan dan praktek-praktek yang dilakukan suatu kelompok.

Pada masyarakat Cina, kita melihat bahwa pandangan hidup mempengaruhi ide dan praktek kedokteran. Penyakit dianggap sebagai akibat disharmoni antara kekuatan yin dan yang. Manusia dianggap sebagai makrokosmos dari jagad raya yang terdiri dari lima unsur yaitu kayu, tanah, api, logam dan air yang sebaliknya mempengaruhi lima bagian tubuh, panca indera, panca warna, dan panca rasa. Kedokteran Cina ditandai oleh pikiran-pikiran kabur mengenai anatomi manusia. Terapi pada masyarakat Cina ditujukan untuk memulihkan elemen yang hilang dengan pemberian bagian organ hewan. Di kalangan penduduk non-barat pengobatan akan lebih baik dilakukan dengan tindakan preventif. Proses pencegahan untuk menghindari penyakit dilakukan dengan pengakuan dosa, menghindari pantangan-pantangan sosial dan juga melakukan ritual-ritual yag ditujukan pada dewa dan leluhur. Banyak praktek-praktek pencegahan yang dilakukan oleh masyarakat tradisional terbukti ampuh dan memberikan hasil walau dianggap irrasional. Faktanya, pada penduduk Mano di Liberia memiliki praktek kesehatan yang ideal dari sudut pandangan medis. Mereka melakukan pembiasaan diri yang sangat bersih seperti makanan yang bersih dan mandi air panas di tiap senja.

Di dalam masyarakat kita terdapat pengobatan yang sangat populer yaitu Javanese Coin Therapy atau biasa disebut kerokan. Bagi masyarakat awam, kerokan merupakan cara ampuh untuk mengobati masuk angin, sakit gigi ataupun tengengen (tegang pada bagian leher) dan pegal linu. Dalam masyarakat tradisonal, ketika mereka merasakan gejala-gejala masuk angin, mereka akan menggunakan kerokan sebagai solusi mengatasi penyakit. Hal ini menjadi hal biasa bagi suatu masyarakat tradisional untuk mengatasi masuk angin dengan cara-cara mereka sendiri sesuai dengan kebudayaannya. Akan tetapi, di masyarakat lain seperti Saudi Arabia, fenomena kerokan menjadi hal yang aneh dan tidak logis. Mereka menganggap kerokan adalah suatu bentuk penganiayaan kepada manusia. Hal tersebut dikarenakan budaya arabia tidak pernah mengenal dan melakukan pengobatan seperti halnya pada masyarakat Jawa.

Studi lain yang menarik dalam antropologi kesehatan yaitu studi hubungan makanan dengan suatu masyarakat. Berbagai studi memperlihatkan bahwa nutrisi mempunyai hubungan dengan kemampuan manusia dalam beradaptasi sepanjang gerak evolusinya. Di kalangan masyarakat petani Jepang dan Cina, mereka tidak minum susu ketika mereka dewasa. Hal tersebut dikarenakan minum susu dapat menyebabkan penyakit diare dan kejang-kejang perut. Tidak seperti usia kanak-kanak yang dapat menghasilkan laktase yang cukup untuk mengubah laktosa, McCraken menemukan bahwa manusia dewasa tidak mempunyai kemampuan tersebut. Hal inilah yang menyebabkan manusia dewasa mengalami gngguan perut apabila minum susu atau memakan makanan yang terbuat dari susu.

Dalam menjelajahi pesona antropologi kesehatan, kita akan menjumpai fenomena-fenomena yang menarik untuk dikaji. Kita dapat mengkaji hal-hal seperti hubungan kesehatan dengan ekologi, sistem medis pada suatu masyarakat, etnomedisin, tingkahlaku sakit dan berbagai pengobatan untuk pencegahan dan penyembuhan penyakit. Ketika kita mengkaji hal-hal tersebut kita akan menemui hal-hal baru yang semakin menarik dan mendalam. Kita seperti mengali sebuah lubang yang kian lebar dimana kita akan menemukan lubang-lubang yang baru yang tidak pernah kita perkirakan sebelumnya. Hal ini dikarenakan kebudayaan setiap masyarakat berbeda dari satu masyarakat dengan masyarakat lainnya. Hal yang menurut kita aneh dan irrasional bisa jadi merupakan hal yang lumrah di suatu masyarakat tertentu. Berbagai pesona antropologi kesehatan akan kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari dimana kesehatan dan masyarakat tidak pernah terpisahkan.

6 comments

Skip to comment form

  1. kalau bisa tulisannya diratakan kanan kiri biar rapi…

    1. Siapp kaka 😀

  2. Keren ka, ditunggu postingan lainnya ya

  3. :2thumbup sangat informatif atrikelnya

  4. saya jadi paham. hhh. bagus2

  5. Good job!!!! keren polll

Leave a Reply

Your email address will not be published.

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: