Refleksi Diri Menjadi Orang Jawa Selama Mengikuti Mata Kuliah Religi dan Etika Jawa

Hallo Blogys, gimana nih kabarnya? dipostingan kali ini, saya mau sedikit share mengenai beberapa tugas-tugas saya dari semester 1 sampai lima nih. hayoo siapa yang udah siap baca-baca tentang tugas kuliah nih? Tugas ini ada di mata kuliah Religi dan Etika Jawa, tepatnya di semester III, silahkan di baca-baca ya Blogys…

 Jawa adalah salah satu suku dari sekian banyaknya suku di Indonesia. Secara Antropologi Budaya, etnis Jawa adalah orang – orang yang secara turun temurun menggunakan bahasa Jawa, bertempat tinggal di Jawa Tengah dan Jawa Timur serta mereka yang berasal dari daerah – daerah tersebut. Semua orang Jawa berbudaya satu dan mempunyai satu orientasi kepada kultur Surakarta dan Yogyakarta sebagai sentra kebudayaan mereka. Eksistensi kebudayaan Jawa dengan segala kesetiaan diikuti oleh masyarakat pendukungnya bahkan sampai di antara mereka yang berdiam di wilayah luar Negeri Kesatuan Republik Indonesia sekalipun, seperti di wilayah negara Suriname. Etnis jawa merupakan etnis yang paling besar jumlahnya di indonesia dan secara umum banyak mendiami Pulau Jawa.

Masyarakat Jawa dikenal sebagai masyarakat yang ramah, sopan, berbicara halus, dan untuk perempuannya digambarkan mempunyai sikap yang lemah gemulai. Penggambaran ini membuat masyarakat Jawa bersikap sesuai dengan apa yang sudah dikonstruksikan. Karena sifat kebudayaan adalah mengikat masyarakat yang menganut kebudayaan tersebut, padahal tidak semua masyarakat suku Jawa bersikap seperti yang sudah dikonstruksikan, hal ini dikarenakan wilayah geografis di Indonesia. Masyarakat Jawa pedalaman mungkin saja mayoritasnya mempunyai sikap yang hampir sama dengan apa yang sudah dikonstruksikan, namun untuk masyarakat Jawa pesisir penggambaran suku Jawa yang berbicara halus dan lemah gemulai sepertinya tidak sesuai, karena masyarakat pesisir yang wilayahnya di sekitar pantai dan mengharuskan masyarakatnya untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang ada.

Saya pribadi adalah orang Jawa pesisir, di mana rumah saya terletak di kota Tegal, sehingga saya adalah masyarakat pesisir pantai utara. Penggambaran mengenai sikap masyarakat yang sudah dikonstruksikan sedemikian rupa tidak sesuai dengan apa yang saya lihat dan saya alami, kehidupan saya yang sejak dilahirkan dan dibesarkan di wilayah pesisir membuat tingkah laku serta kepribadian saya menjadi berbeda dengan masyarakat Jawa yang sudah digambarkan. Penggambaran mengenai masyarakat Jawa yang ramah, sopan, berbicara halus, dan untuk perempuannya digambarkan mempunyai sikap yang lemah gemulai pada mulanya membuat saya berfikiran jika saya bukanlah masyarakat Jawa atau lebih spesifiknya saya bukan perempuan Jawa, dan saya juga berfikiran apakah selama ini saya disebut orang Jawa hanya karena letak tempat tinggal saya yang berada di pulau Jawa? Dan apakah saya tetap bisa dikatakan sebagai masyarakat Jawa jika saya tidak bersikap seperti apa yang sudah dikonstruksikan? Berbagai pertanyaan tersebut terus mengganggu fikiran saya, hingga pada akhirnya saya mengambil mata kuliah Religi dan Etika Jawa, dalam mata kuliah ini saya banyak memahami bagaimana menjadi masyarakat Jawa yang sesungguhnya.

Mata kuliah Religi dan Etika Jawa memberikan beberapa pemahaman, salah satunya adalah sikap masyarakat jawa, cara bertingkah laku masyarakat Jawa, watak orang Jawa, dan lain – lain. Masyarakat Jawa akan terlihat semakin Jawa jika letak rumahnya semakin dekat dengan pusat kebudayaan Jawa, pusat kebudayaan Jawa terletak di Keraton Surakarta (Solo) dan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat (Yogyakarta). Wajar saja jika sikap dan perilaku masyarakat pesisir berbeda dengan penggambaran masyarakat Jawa, jadi perilaku masyarakat pesisir ini yang kurang Jawa selain karena faktor lingkungan dekat pantai juga karena letaknya yang jauh dari pusat kebudayaan Jawa.

Religi dan Etika Jawa juga membuat saya lebih mengenal bagaimana Kebudayaan Jawa ini berkembang, dan dilestarikan. Hal ini dikarenakan metode pembelajaran yang selain dengan teori juga disertai dengan observasi. Sehingga ilmu yang didapat tidak hanya didengar namun juga dipraktikan, hal ini membuat pemahaman mengenai apa itu Jawa semakin lebih dipahami. Dalam mata kuliah Religi dan Etika Jawa terdapat satu pembahasan yang membahas mengenai perubahan sosial. Ada dua rumusan definisi perubahan sosial. Pertama, perubahan sosial didefinisikan sebagai perbedaan keadaan yang berarti dalam unsur masyarakat dibandingkan dengan keadaan sebelumnya. Definisi ini mengandung pengertian perubahan sosial pasif. Kedua, Perubahan sosial adalah proses perkembangan unsur sosio – budaya dari waktu ke waktu yang membawa perbedaan yang berarti dalam struktur dan fungsi masyarakat. Definisi ini mengandung pengertian perubahan sosial aktif.

Kebudayaan Jawa ada yang berubah, baik itu di wilayah pesisir ataupun di wilayah pedalaman, perubahan ini terletak pada cara berpakaian, cara berpakaian orang Jawa saat ini sudah mulai ke Arab – araban. Mayoritas perempuan Jawa Islam menggunakan hijab serta busana gamis, kebudayaan dalam berpakaian ini tentu bertolak belakang dengan budaya berpakaian orang Jawa. Perempuan Jawa digambarkan dengan rambutnya yang panjang sehingga dapat disanggul, dan juga menggunakan kebaya dalam berpakaian. Jika laki – laki maka ia digambarkan dengan kain lurik untuk berpakaian serta belangkon untuk digunakan sebagai penutup kepala.

Namun, saat ini baik perempuan Jawa maupun laki – laki Jawa berpakaian sesuai dengan tuntunan Islam, ini dikarenakan mayoritas masyarakat Indonesia beragama Islam. Khusus yang menganut agama Islam, masyarakat Jawa bisa dikelompokkan menjadi dua golongan besar, golongan yang menganut Islam murni (sering disebut Islam santri) dan golongan yang menganut Islam Kejawen (sering disebut Agama Jawi atau disebut juga Islam abangan). Masyarakat Jawa yang menganut Islam santri biasanya tinggal di daerah pesisir, seperti Surabaya, Gresik, dan lain-lain, sedang yang menganut Islam Kejawen biasanya tinggal di Yogyakarta, Surakarta, dan Bagelen (Koentjaraningrat, 1995: 211). Perubahan – perubahan yang terjadi juga dikarenakan masyarakat Jawa sudah mengenal teknologi, dengan adanya internet masyarakat menjadi mengetahui mengenai fashion apa yang sedang banyak diminati oleh masyarakat.

Sumber : Repository.usu.ac.id

                 https://digilib.uinsby.ac.id/361/5/Bab%202.pdf

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: