Pemikiran Martin Albrow Tentang Birokrasi

Critical Review : Iwan Hardi Saputro

PENDAHULUAN
Sumber buku yang digunakan dalam melakukan critical review ini adalah adalah buku yang berjudul Birokrasi karya dari seorang sosiolog Inggris bernama Martin Albrow (1989), cetakan ke-2 yang kemudian dialih bahsakan oleh M. Rusli Karim dan Totok Daryanto. Pada critical review ini, penulis fokus pada pembahasan tentang kelahiran konsep, rumusan klasik, perdebatan bersama Weber, birokrasi dan para ideolog, tujuh konsep modern tentang birokrasi, serta birokrasi dan teoretisi demokrasi.

CRITICAL RIVEW DAN PEMBAHASAN
BAB 1 KELAHIRAN KONSEP
Asal-usul Istiah
Pada tanggal 1 Juli 1974 istilah birokrasi diperkenalkan oleh seorang filsuf Prancis bernama Baron de Grimm yang menulis sepucuk surat yang bertuliskan “Kita tergoda oleh gagasan pengaturan, dan Pengetua-pengetua Permintaan (Masters of Requests) kita enggan memahami bahawa terdapat banyak perkara di dalam sebuah negara yang kerajaannya harus tidak melibatkan diri”. Istilah tersebut kemudaian dilanjutkan Almarhum M. De Gournay yang mengatakan: “Kita memiliki sejenis penyakit yang merusak di Perancis, yang dikenal dengan nama “bureaummania”. Kadang-kadang M. De Gournay menggunakan temuannya untuk menyebutkan bentuk pemerintahan yang keempat dan atau kelima di bawah judul “birokrasi”. Birokrasi menurut M. De Gourney merupakan bentuk pemerintahan lain yang digunakan untuk melengkapi pemerintahan yang sudah ada sebelumnya, seperti monarki, aristokrasi dan demokrasi.

Gagasan munculnya istilah birokrasi diawali dari adanya keprihatinan M. De Gourney terhadap tempat yang seharusnya bagi pejabat dalam pemerintahan modern. Dalam perbendaharaan bahasa pada abad ke-18, “biro” (“bureau”) yang juga berarti meja tulis selalu diartikan sebagai suatu tempat yang di sana para pejabat bekerja. Tambahan sisipan yang diturunkan dari kata Yunani yang berarti “aturan” (rule), menghasilkan suatu istilah yang memiliki kekuatan dahsyat menembus budaya-budaya lain. Bureaucratie dalam bahasa Perancis segera menjadi Bureakratie dalam bahasa Jerman (yang akhirnya menjadi Burokratie), burocrazia dalam bahasa Italia dan “bureauncracy” dalam bahasa Inggris. Selanjutnya, analog dengan kata turunan “democracy”, maka “bureaucracy” dapat diturunkan menjadi “bureaucrat”, “bureaucratic”, “bureaucratism”, “bureaucratist” dan “bureaucratization” (“birokratisasi”).
Bureaucracy memiliki akar kata ”Bureau” dan ”cracy”. Bureau menunjuk pada tempat para pejabat bekerja, sedangkan cracy merupakan turunan dari kata yunani yang berati mengatur (to rule). Terjadi pergeseran ”istilah”, dari bureaucratie (Prancis) menjadi Bureaukratie (Jerman), burocrazia (Italia), dan bureaucracy (Inggris). Definisi birokrasi menurut kamus Akademi Perancis 1798: “Kekuasaan, pengaruh dari kepala dan staf biro pemerintahan”, menurut Kamus Bahasa Italia 1828: “Kekuasaan pejabat di dalam administrasi pemerintahan”, menurut Kamus Bahasa Jerman 1813: “Wewenang atau kekuasaan yang oleh berbagai departemen pemerintah dan cabang-cabangnya diperebutkan untuk diri mereka sendiri atas sesama warga negara”, menurut Kamus Bahasa Perancis: “Pengaruh pemerintahan dan juga rezim yang di dalamnya biro menjadi berlipat ganda”.

Dalam perbendaharaan bahasa abad ke-18, “biro” (“bureau”) yang juga berarti meja tulis, selalu diartikan sebagai suatu tempat yang di sana para pejabat bekerja. Kamus Akademi Perancis memasukkan kata tersebut dalam suplemennya pada tahun 1798 dan mengartikannya sebagai: “Kekuasaan, pengaruh dari para kepala dan staf biro pemerintahan”. Kamus bahasa Jerman edisi 1813, mendefinisikan birokrasi sebagai “wewenang atau kekuasaan yang berbagai departemen pemerintah dan cabang-cabangnya memperebutkan untuk diri mereka sendiri atas sesama warga negara”. Kamus teknik bahasa Italia terbit 1828 menunjukkannya demikian: “Suatu kata baru, yang mengacu kepada “pengaruh biro (beraux) pemerintahan, dan juga suatu rezim yang di dalamnya biro berlipat ganda tanpa perlu”.

Konsep-konsep Pada Awal Abad ke-19
Penggunaan istilah “birokrasi” pada awalnya hanya tampak terbatas pada karya-karya pembuat polemik dan novelis saja. Seorang penulis Perancis, Balzac pada awal abad ke-19 sangat berperan besar memublikasikan kata tersebut di dalam bahasa Perancis dengan novelnya yang berjudul ”Les Employees”, di mana novel tersebut menceritakan tentang praktik birokrasi dengan nada yang kasar dan penuh hinaan atau ejekan. Separoh dari kisahnya menceritakan tentang cara-cara birokrasi yang sebenarnya. Kamus Littre edisi 1873 masih menganggap istilah birokrasi merupakan kata baru (neologisme) yang sedikit saja kebenarannya. Bahkan sebuah kamus politik bahasa Perancis menyajikan pendapat bahwa kata birokrasi berasal dari Jerman dan hanya Balzac yang kemudaian mempopulerkannya di Perancis.
Di Jerman istilah birokrasi dipopulerkan oleh Christian Krauss yang menunjuk perbandingan praktik pemerintahan di Prussia dengan di Inggris. Praktik pemerintahan di Prussia dianggap sebagai sebuah aristokrasi terselubung yang memerintah negara tersebut secara terang terangan sebagai sebuah birokrasi. Setelah orang Prussia dikalahkan oleh Napoleon, kemudian Humboldt menuliskan tentang pelaksanaan dari pemerintahan yang disebut sebagai buralisten yaitu mereka yang sengaja digaji, yang berpengetahuan dari buku, tidak beralasan untuk didukung dan tidak punya hak milik. Kutipan ini kemudian digunakan oleh Karl Heinzen radikalis yang melarikan diri dari Prussia yang menggantikan kata buralisten menjadi birokrat.

Meskipun Christian Krauss mempopulerkan konsep birokrasi pertama kali di Jerman, namun yang dianggap berjasa memasyaraktakan konsep birokrasi pada abad ke-19 adalah seorang wartawan sekaligus penulis roman dan pendiri surat kabar Rheinische Merkur Johan Gorres. Ada yang menarik dari teori yang dikembangkan Johan Gorres, dengan menggunakan tipologi klasik Johan Gorres mengembangkan teori yang mendasari kesatuan nasional. Unsur-unsur monarkis dan demokratis digabungkan untuk mewujudkan kerjasama dan saling pengertian antara yang memerintah dan yang diperintah. Dan birokrasilah yang menjadi hasilnya manakala kondisi-kondisi tersebut tidak terpenuhi. Di dalam Europa and the Revolution (1821), Johan Gorres melihat bahwa birokrasi dapat dikatakan sebagai institusi sipil yang analog dengan kedudukan tentara dengan didasarkan pada prinsip-prinsip yang sama, yaitu disiplin, promosi, penghargaan kelompok dan sentralisasi. Birokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang di dalamnya kekuasaan ada di tangan pejabat bahkan birokrasi dipandang sebagai indikator keberadaan pejabat itu sendiri. Istilah aristokrasi sendiri secara ekslusif mengacu kepada suatu strata sosial bukan suatu bentuk pemerintahan sedangkan demokrasi dipandang sebagai bentuk kelembagaan yang melalui demokrasi tersebut, keinginan rakyat dapat terwujud.

Di dalam sintaksis bahasa Inggris, ada atau tidaknya kata sandang (artikel) akan menjadi petunjuk tentang dua aspek dari konsep yang ditekankan. Kata “the” atau “a bereaucracy” mengacu pada badan para birokrat, sedangkan “bureaucracy” lebih menunjuk prosedur-prosedur adminstrasi, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat dua aspek dalam konsep birokrasi, yaitu aspek institusional dan aspek asosiasional.

Teori Inggris
Literatur Inggris tentang teori birokrasi sebagian besar banyak merupakan terjemahan dari literatur-literatur Jerman. Terjemahan literatur Jerman tersebut dapat dibuktikan antara lain melalui karya awal Gorres, Germany and the Revolution (1819) yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dalam dua versi, terjemahan langsung dari bureaukratisch menjadi “bureaucratic”.

John Stuart Mill dalam karyanya Principles of Political Economy (1848) melihat bahwa birokrasi sebagai bentuk utama pemerintahan yang dibedakan dan dipertentangkan dengan monarki dan aristokrasi maupun demokrasi. Ia memberikan kritik dan menentang konsep birokrasi model kontinental di mana pemusatan segala ketrampilan dan pengalaman dalam menangani kepentingan-kepentingan besar di tangan birokrasi yang dominan, dan semua kekuasaan yang mengorganisasikan tindakan yang ada dalam masyarakat. Menurut John Stuart Mill dominasi birokrasi yang sangat kuat merupakan penyebab rendahnya kualitas kehidupan politik negara kontinental. Rumusan konsep birokrasi John Stuart Mill ini jika dianalisis merupakan pertentangan antara birokrasi dan demokrasi. Perbedaan keduanya adalah dalam hal letak pengambilan keputusan dan kekuasaan yang sesungguhnya dan bukan pada seleksi formal calon pejabat.

Menjelang akhir abad ke-19 kepercayaan diri para ilmuan Inggris mulai berkurang. Hal ini desebabkan karena sebagian besar ilmuan Inggris menganggap bahwa konsep birokrasi secara keseluruhan berasal dari Jerman dan tidak cocok dikembangkan di Inggris sebagai negara yang lebih mengedepankan demokrasi. Namun gagasan ilmuan Inggris tersebut ditentang oleh sejarawan Inggris bernama Ramsay Muir dalam tulisannya yang berjudul “Bureaucracy in England”. Baginya, birokrasi adalah penyelenggaraan kekuasaan oleh administrator yang profesional, dan Inggris sudah menerapkan birokrasi selama tujuh puluh tahun, birokrasi telah tumbuh dengan kokoh.
Teori Kontinental

Pertentangan antara tulisan bahasa Inggris dan Jerman tentang birokrasi menjadi stimulus untuk membahas teori kontinental. Para penulis Inggris merasa lebih enak mengambil jarak dari tipe pemerintahan kontinental. Di Jerman, gagasan tentang birokrasi sangat terkait dengan perubahan-perubahan radikal dalam teori dan praktek administrasi yang mengiringi kekalahan Prussia oleh Napoleon pada tahun 1806. Pada awal perkembangannya, gagasan birokrasi lebih didominasi oleh konsep collegium, yaitu suatu badan jabatan yang bertugas menasehati penguasa dan bertanggungjawab secara kolektif atas fungsi-fungsi tertentu dalam pemerintahan. Kelebihan dari bentuk koligial adalah terjadinya diskusi yang mendalam dari berbagai sudut pandang tetapi kelemahannya adalah inefisiensi waktu karena cenderung bertele-tele. Setelah tahun 1806, sistem koligial diganti dengan sistem biro atau Einheitssystem. Pada sistem ini tanggungjawab individual lebih terjamin di mana sehingga bersifat lebih pasti, menyatu dan energik. Akibatnya adalah penyusunan dokumen dapat dilakukan lebih cepat dan menghemat biaya personal. Tetapi aspek lain yang mungkin muncul adalah bahaya administrasi terperangkap dalam keanehan-keanehan individu yang membentuknya pada masing-masing pemegang kewenangan.

Penerapan sistem biro banyak menuai pertentangan dan kritikan. Bagi pihak penentang negara Jerman, identifikasi sistem biro dan birokrasi dijadikan bahan polemik yang amat berguna. Sedangkan bagi pihak yang pro terhadap sistem biro, birokrasi dianggap sebagai sesuatu yang serba buruk. Birokrasi oleh mereka didefinisikan sebagai konsepsi yang jelek tentang tugas-tugas negara, yang dijalankan oleh sejumlah besar kelompok pejabat profesional.
Salah satu penentang sistem biro adalah seorang sosialis bernama Karl Heinzen. Ia mengemukakan gagasan bahwa birokrasi merupakan suatu struktur adminstrasi yang di dalmanya seorang pejabat tunggal mengontrol adminstrasi, sebagai lawan terhadap struktur koligial yang di dalamnya beberapa pejabat bekerja di bawah (pimpinan) seorang kepala, tetapi memiliki ha-hak untuk turut serta dalam adminstrasi kolektif. pengertian tentang birokrasi ini diartikan lebih jauh menjadi pemerintahan para pejabat. Tetapi pada perkembangannya, pengertian tentang birokrasi ini diartikan lebih jauh menjadi pemerintahan para pejabat.

Berbeda dengan Karl Henzen, tiga ilmuan yaitu Von Mohl (seoroang profesor ilmu politik di Heidelberg, Josef Olszewski (pengacara asal Polandia), dan Frederich Le Play ketiganya berpedoman pada ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintah dan melihat esensi birokrasi sebagai hasrat para pegawai negeri yang digaji untuk selalu mencampuri orang. Akibatnya sebagian besar ulasan dari Le Play lebih banyak memberikan penjelasan motivasional terhadap tingkah laku para pejabat. Ia lebih menaruh perhatian terhadap struktur organisasi daripada terhadap konsep-konsep legal (perundang-undangan).

BAB I1 RUMUSAN KLASIK
Mosca dan Michels
Gagasan Mosca dengan karya klasiknya yang berjudul “Elementi di Scienza Politica” tentang birokrasi berawal dari kritiknya terhadap klasifikasi tradisional tentang pemerintahan yang mengkategorikan tipe pemerintahan dalam demokrasi, aristokrasi atau monarki. Mosca dalam konsepnya menunjukkan ketidakpuasannya terhadap tipe pemerintahan pola tradisional. Bagi Mosca, inti realitas dari sistem politik adalah kenyataan kekuasaan (power), di mana masyarakat berdiri secara kokoh, yang di dalamnya terdapat sesuatu yang sering dikenal dengan pemerintah dan kelas yang berkuasa (The Ruling Class) atau yang lebih tepatnya orang-orang yang menjalankan kekuasaan. Mosca menganggap bahwa yang menjalankan kekuasaan adalah kelompok-kelompok kecil atau minoritas, dan di sisi lain ada kelas di mana orang-orang yang tidak tidak pernah diberi peranan menjalankan kekuasaan, ikut berpartisipasi dalam pemerintahan, tapi harus tunduk dan taat pada pemerintah. Dalam The Ruling Class Mosca kemudian menawarkan katagori baru yang didasarkan pada inti realitas politik tersebut, yaitu tipe feodal dan tipe birokratis.

Yang dimaksud dengan tipe feodal adalah bahwa dalam suatu pemerintahan, kelas yang berkuasa memiliki struktur yang sederhana. Setiap anggota misalnya menjalankan fungsi ekonomi, perundang-undangan atau militer. Masing-masing anggota dapat menjalankan wewenang secara langsung dan memiliki wewenang personal terhadap kelas yang dikuasainya. Sedangkan pada negara birokratis, fungsi-fungsi ini dipisahkan secara tajam dan menjadi kegiatan yang ekslusif dari bagian-bagian khusus kelas yang berkuasa. Di antara bagian-bagian tersebut ada satu kelompok, yang karena kehadirannya di suatu negara disebut sebagai birokratis. Porsi tertentu dari kekayaan nasional dialokasikan kepada suatu badan yang pejabat-pejabatnya digaji. Inilah yang disebut birokrasi.
Konsep Mosca kemudian dikembangkan oleh Michels. Namun tidak sekedar memperluas tesis Mosca bagi semua organisasi, ia bahkan menetapkannya menjadi suatu bentuk yang lebih deterministik. Ia sepakat dengan Mosca bahwa birokrasi adalah kebutuhan negara modern. Di dalam birokrasi, kelas-kelas yang secara politik dominan akan menjaga kedudukan mereka sedangkan kelas-kelas menengah yang tidak terjamin akan mencari jaminan dalam pekerjaan. Hal lain yang patut digaris bawahi adalah bahasan Michels dan Mosca tentang konsep birokrasi sebagai suatu badan bagi pejabat yang digaji juga dapat dilihat sebagai bentuk penolakan atas pemikiran demokratis konstitusional.

Michels
Berdasarkan data dari sejarah partai politik yang dia catat, menunjukkan bagaimana para pemimpin badan-badan yang memiliki ribuan anggota mendapati perlunya untuk merekrut pejabat full time yang digaji. Para pekerja tersebut menjadi spesialis dalam berbagai aspek yang diperlukan organisasi. Para pemimpin yang sesuai dengan bakat mereka memerlukan kertampilan dan pendidikan yang tepat untuk mengelola hierarki jabatan-jabatan. Secara alamiah hierarki jabatan-jabatan tergantung pada gaji yang dibayarkan partai kepada mereka. Dengan demikian, organisasi yang awalnya sebagai alat berubah menjadi tujuan.
*Inti dari Mosca dan Michels, birokrasi adalah suatu badan pejabat yang digaji.

Max Weber
Teori Organisasi
Organisasi merupakan struktur hierarki bi atau tri-partite. Tingkah laku manusia biasanya diorientasikan pada seperangkat aturan (ordnung) yang berdasarkan analisis sosiologis. Tanpa adanya aturan, tidak mungkin untuk mengatakan apakah suatu tingkah laku itu organisasional atau tidak organisasional. Weber menyebut aturan dengan istilah tatanan adaministrasi (verwaltungsordung). Staf administratif (verwaltungsstab) memiliki hubungan ganda dengan aturan-aturan tersebut. Di satu pihak tingkah lakunya sendiri diatur oleh aturan-aturan itu. Di lain pihak ia bertugas melihat bahwa anggota selebihnya itu taat pada aturan-aturan tersebut.

Weber membedakan antara kekuasaan (macht) dan otoritas. Seseorang dapat disebut memiliki kekuasaan “jika dalam hubungan sosial, keinginannya dapat dipaksakan walaupun berlawanan”. Untuk membatasi kekuasaan yang luas tersebut diperlukan adanya otoritas. Otoritas dapat terwujud manakala suatu perintah yang pasti dipatuhi oleh sebagian individu tertentu. Kepatuhan terhadap perintah terutama tergantung pada keyakinan terhadap legitimasi, suatu keyakinan bahwa tatanan tersebut dibenarkan dan bahwa sebaiknya dipatuhi.
Keyakinan tersebut tergolong dalam tiga jenis, yaitu sebagai berikut.
a. Otoritas Karismatik
Kepatuhan dibenarkan (sah) karena orang yang memberikan tatanan memiliki beberapa kesucian atau semua karakteristik yang terkenal.
b. Otoritas Tradisional
Semua perintah mungkin dipatuhi karena hormat terhadap pola-pola tananan lama yang telah mapan.
c. Otoritas Legal
Manusia mungkin percaya bahwa seseorang yang memberikan tatanan adalah berbuat sesuai dengan tugas-tugasnya sejak ditetapkan di dalam suatu kitab undang-undang dan peraturan.
Skema konsep:
I. Pembedaan status dalam organisasi: kepemimpinan, staf administrasi, dan anggota umum.
II. Perincian hubungan antarstatus: tatanan administrasi, otoritas, dan legitimasi.
III. Klasfikikasi struktur otoritas: karisma, tradisi, dan legalitas.

Konsep birokrasi
Birokrasi adalah suatu badan administratif tentang pejabat yang diangkat. Ciri pokok pejabat birokratis adalah orang yang diangkat. Weber juga memandang birokrasi sebagai hubungan kolektif bagi golongan pejabat, suatu kelompok tertentu dan berbeda, yang pekerjaan dan pengaruhnya dapat dilihat dalam semua jenis organisasi. Ia membedakan antara birokrasi rasional dan patrional. Birokrasi patrimonial berbeda dengan rasional terutama karena para pejabat yang bekerja tidak bebas dibanding orang-orang yang diangkat secara kontraktual. Hakikat birokrasi patrimonial adalah keberada-an suatu badan.
10 ciri tipe birokrasi ideal antara lain sebagai berikut.
1. Para anggota staf secara pribadi bebas, hanya menjalankan tugas-tugas impersonal jabatan.
2. Ada hierarki jabatan yang jelas.
3. Fungsi-fungsi jabatan ditentukan secara tegas.
4. Para pejabat diangkat berdasarkan suatu kontrak.
5. Mereka dipilih berdasarkan kualifikasi profesional (dibuktikan dengan ijazah).
6. Mereka memiliki gaji dan biasanya ada hak-hak pensiun.
7. Pos jabatan adalah lapangan kerjanya sendiri atau lapangan kerja pokoknya.
8. Terdapat suatu struktur karir, dan promosi dimungkinkan berdasarkan senioritas maupun keahlian (merit) dan menurut pertimbangan keunggulan (superior).
9. Pejabat mungkin tidak sesuai baik dengan posnya maupun dengan sumber-sumber yang tersedia di pos tersebut.
10. Ia tunduk pada sistem disipliner dan kontrol yang seragam.

Dalam negara modern, kehadiran badan-badan perwakilan kolegial, yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemungutan suara dan bebas membuat keputusan serta memegang otoritas bersama-sama dengan orang-orang yang telah memilih mereka. Menurut Weber, parlemen yang bebas adalah sesuatu yang sangat vital untuk mewujudkan kepentingan–kepentingan kelompok berbeda dilahirkan ekonomi kapitaslis. Melalui sistem partai, kelompok-kelompok tersebut dapat menemukan pemimpin di majelis tadi. Dan dalam perjuangan di parlemen manusia yang benar-benar berkualitas, yang layak memimpin dunia, dapat ditemukan. Kejayaan bangsa tergantung pada ditemukannya pemimpin yang mampu daripada kepada hal apa pun berkenaan dengan nilai-nilai demokrasi.

BAB III PERDEBATAN BERSAMA “WEBER”

Dasar-dasar Teori Weber
Kelemahan: kurangnya perhatian Weber terhadap masalah ketidakefisiensinan birokrasi.
Michels ingin menunjukkan ketidakcocokan birokrasi dengan demokrasi. Baginya, lebih baik menerima konsep birokrasi senetral mungkin sebagai kelompok sebutan bagi pejabat administratif, yang kemudian menunjukkan akbiat-akibat yang mesti terjadi dalam bentuk pemusatan kekuasaan. Ini yang dijuluki cara berfikir yang “tidak demokratis” daripada “antidemokrasi”. Kritik Weber terhadap Michels adalah bahwa Weber setuju konsep birokrasi adalah universal dalam negara modern. Akan tetapi, ia menegaskan kenyataan bahwa organisasi birokratis secara teknis adalah alat kekuasaan yang amat maju di tangan orang yang mengontrolnya, tidaklah menentukan bobot bahwa birokrasi seperti itu cocok bagi struktur sosial tertentu.
Schmoller memulai dari suatu asumsi bahwa setiap masyarakat terdiri dari tiga bagian: pemimpin, stafnya, dan massa. Perkembangan staf menurut Schmoller melalui empat tahapan. Awalnya terdapat di dalam masyarakat primitif, yang ditandai tidak adanya diferensiasi jabatan-jabatan secara jelas dari peranan-peranan lain dalam masyarakat. Dua tahapan berikutnya, diwarnai dengan tumpang tindihnya peranan-peranan. Di satu pihak, teradapat jabatan-jabatan administrasi yang diisi secara turun-temurun; di pihak lain, terdapat jabatan-jabatan berjangka pendek dan diisi oleh sedikit orang atau melalui pilihan. Dalam tahap keempat dan terakhir, mereka digantikan oleh suatu struktur yang berdasarkan karir yang di dalamnya jabatan berada di tangan seorang profesional selama-lamanya. Schmoller melihat birokrasi selalu cenderung ke arah penyimpangan yang patologis (suatu sifat yang masih dapat diobati) dari jalan normal administrasi yang sehat.
Kecaman terhadap Weber
Merton (1940) menandaskan bahwa penekanan pada ketepatan dan keajegan (reabilitas) dalam administrasi dapat mengakibatkan gagal dengan sendirinya. Peraturan yang dirancang sebagai alat untuk mencapai tujuan dapat menjadi tujuan itu sendiri.
Talcott Parsons menaruh perhatian pada kenyataan bahwa staf administrasi (yang dimaksud) Weber, didefinisikan sebagai yang memiliki keahlian profesional dan juga hak untuk memerintah. Menurut Parsons, atribut-atribut seperti itu dapat memunculkan konflik di dalam birokrasi, karena tidak mungkin untuk memastikan bahwa posisi yang tinggi dalam hierarki otoritas akan diiringi oleh keterampilan profesionalisme yang sepadan.
Alvin Gouldner (1955) membedakan dua tipe utama birokrasi: “pemusatan-hukuman” dan “perwakilan”. Tipe pertama, anggota organisasi pura-pura setuju dengan peraturan yang mereka anggap dipaksakan kepada mereka oleh suatu kelompok yang asing. Tipe kedua, para anggota organisasi memandang peraturan sebagai suatu kebutuhan menurut pertimbangan teknis dan diperlukan sesuai dengan kepentingan mereka. Dua sikap yang berbeda terhadap pengaturan memiliki suatu pengaruh yang mencolok pada pelaksanaan organisasi yang efisien.
Reinhard Bendix (1949) menjelaskan bahwa dalam membuat pertimbangannya pejabat menemukan suatu dilema karena jika terlalu tunduk dengan undang-undang, secara populer disebut birokrastis. Terlalu percaya pada inisiatif untuk merealisasikan semangat kemanusiaan, jika tidak tertulis di dalam kitab perundang-undangan, secara populer disebut sebagai suatu penyalahgunaan kekuasaan, karena mencampuri hak prerogratif badan legislatif.
Ciri-ciri tertentu dari konsep birokrasi rasional Weber adalah kontinuitas administrasi, hierarki dan arsip. Akan tetapi, banyak penulis yang menganggap bahwa Weber keliru melihat birokrasi rasional sebagai bentuk administrasi yang dominan yang dibutuhkan dunia modern.
Carl Friedrich menemukan enam ciri umum badan adaministrasi yaitu: sentralisasi kontrol dan supervisi; diferensiasi fungsi-fungsi, kualifikasi jabatan; obyektivitas; ketepatan dan kontinuitas; dan kerahasiaan. Ciri-ciri ini penting bagi konsep birokrasi. Kritik ini mempertanyakan secara implisit cara Weber untuk sampai pada rumusan tipe idealnya.
Balasan terhadap Pengkritik
Kesimpulan hakikat perbedaan antara Weber dan pengkritiknya mencakup dua tema. Pertama, mempersoalkan validitas empirik (baik historis maupun prediksi) ulasannya tentang sifat dan perkembangan administrasi modern. Kedua, dan yang lebih penting, adalah penolakan terhadap pengkaitan tipe ideal birokrasinya dengan konsep-konsep rasionalitas dan efisiensi. Banyak penulis yang meyakinkan bahwa pengertian rasionalitas menurut Weber adalah kesesuaian dengan suatu tujuan tertentu.
Ketika Weber menyebut otoritas legal, bukanlah karena otoritas legal perlu diasosiasikan dengan birokrasi rasional. Sebaliknya, salah satu alasan Weber mengatakan rasional birokrasi karena hal itu merupakan suatu bentuk otoritas legal. Weber menamai jenis-jenis konsepsi legitimasi yang menopang otoritas legal sebagai rasional. Alasan pertama, kosepsi-konsepsi seperti itu mencakup gagasan bahwa baik tujuan-tujuan maupun nilai-nilai dapat dirumuskan dalam suatu aturan hukum/kode legal. Kedua, peraturan-peraturan hukum yang abstrak tersebut diterapkan pada kasus-kasus tertentu, sedangkan administrasi mencakup pengejaran kepentingan yang ada dalam kerangka itu. Ketiga, kewajiban person-person di dalam sistem seperti itu terbatas pada tugas khusus.
Sifat khusus rasionalitas birokrasi dibahas Weber tercermin dalam dua statemen: pertama, administrasi birokratis berarti otoritas yang berdasarkan pengetahuan; kedua, ototritas birokratis adalah rasional terutama dalam arti terbatas pada peraturan-peraturan yang dapat dianalisis secara terpisah. Prosedur penerapan peraturan berdasarkan keahlian inilah yang disebut Weber sebagai rasionalitas formal birokrasi.

BAB III BIROKRASI DAN PARA IDEOLOG

Karl Marx dan Marxis
Hegel (1921) berpendapat bahwa negara merupakan sarana untuk suatu kepentingan umum yang berbeda dengan kepentingan yang terpisah dan kepentingan khusus para anggota masyarakat sipil. Ada dua faktor penting untuk menjamin bahwa tindakan-tindakan para pejabat itu tidak melebihi batas-batas kepentingan umum. Pertama, adalah sistem otoritas hierarkis. Kedua, independensi korporasi-korporasi dan komunitas-komunitas lokal yang mewujudkan kepentingan-kepentingan khusus kelompok-kelompok sosial tertentu. Di dalam birokrasi identitas kepentingan-kepentingan negara dan identitas tujuan pribadi tertentu, begitu kentara sehingga kepentingan-kepentingan negara menjadi suatu tujuan pribadi tertentu yang bertentangan dengan tujuan pribadi yang lain.
Marx (1846) memandang bahwa negara tidak lebih daripada bentuk organisasi dimana kaum borjuis perlu mengadopsinya … demi terjalinnya hubungan timbal balik antara pemilikan dan kepentingan mereka. Sehingga kekuasaan politik tidak lebih sekedar hanya kekuasaan suatu kelas yang terorganisir untuk menekan kelas yang lain. Menurutnya, birokrasi adalah kekuatan yang agak otonom, mengembangkan eksistensinya sendiri, memerintah masyarakat selebihnya menurut kepentingan-kepentingannya sendiri.
Lenin mempercayai bahwa organisasi rasional diperlukan, baik untuk memenangkan kekuasaan maupun paling sedikit untuk pada tahap-tahap awal suatu masyarakat sosialis. Birokrasi dipandang sebagai prinsip organisasi Demokrasi Sosial yang revolusioner. Bentuk negara lama harus dihancurkan dan diganti dengan bentuk negara baru. Dalam negara baru akan ada pemerintahan, tetapi pemerintahan itu berada di tangan kaum proletar bersenjata. Lembaga-lembaga perwakilan akan muncul tetapi tidak sebagai parlementarianisme borjuis. Akan ada pejabat-pejabat, tetapi mereka tidak akan menjadi birokrat; yaitu pribadi-pribadi yang diistimewakan, terpisah dari rakyat dan menginjak rakyat.
Trotsky (1937) menyatakan bahwa adalah sah untuk menyebut pejabat partai dan pemerintah yang diistimewakan di Rusia dengan sebutan yang sama sebagai pejabat administrasi masyarakat borjuis. Pejabat-pejabat Rusia juga berkepentingan untuk mempertahankan suatu sistem tingkatan-tingkatan sosial; mereka juga mengeksploitasi negara untuk tujuan mereka sendiri. Dengan demikian, birokrasi merupakan suatu strata atau kasta, yang merupakan parasit bagi masyarakat sosialis.
Milovan Djilas (1957) menyebutkan bahwa negara-negara komunis dijalankan oleh partai. Partai tersebut adalah suatu birokrasi. Birokrasi tersebut merupakan suatu kelas karena menggunakan dan menentukan pemilikan negara.

Kaum Fasis
Musollini (1933) menolak bahwa birokrasi merupakan rintangan antara rakyat dan negara karena melalui Fasisme, warga negara dihubungkan secara intim dengan mesin administrasi negara.
Hitler memerlukan suatu birokrasi sebagai alat tetapi juga sebagai sekutu politik yang siap untuk mencampuri kehidupa nasional secara langsung untuk kepentingannya sendiri. Jika kaum Nazi mendukung birokrasi, hal itu karena mereka melihat di dalam birokrasi suatu kelompok elite yang tetap membantu mereka dalam menjalankan kekuasaan. Bagi mereka dan kaum Fasis Italia, justru hal ini mewujudkan penyatuan yang akrab antara bangsa dan negara. Justru karena konotasi birokrasi itulah maka kelompok elite yang diistimewakan mengklaim mewakili kepentingan-kepentingan nasional, dan inilah target ideolog yang condong dengan lembaga-lembaga perwakilan Barat.

Ideolog Demokrasi Perwakilan
Schumpeter berpendapat bahwa birokrasi mempengaruhi setiap bidang kehidupan, dan ia merupakan suatu pelengkap penting demokrasi modern. Richard Grosmann menekankan perlunya kekuasaan yang bertanggung jawab, kebutuhan akan komite-komite di parlemen, dan selanjutnya perlindungan konstitusional bagi warga negara secara individual. Menurut Grimond, jika mengatakan suatu sistem itu birokratis maka yang dimaksud terutama adalah bahwa keputusan-keputusan cenderung diambil berdasarkan tekanan berbagai macam organisasi demi kepentingan para aparatur organisasi itu sendiri. Kepentingan setiap orang yang berada di luar organisasi hanya sedikit diperhatikan.

BAB IV BIROKRASI DAN TERORETISI DEMOKRASI

Para penulis abad ke-19 mempertentangkan birokrasi dengan demokrasi. Mereka menjelaskan aneka cara yang dengannya manfaat dan kegunaan pejabat negara dianggap merusak nilai-nilai demokrasi. Friedrich memandang birokrasi sebagai administrasi yang dijalankan oleh pejabat. Artinya, ia menganggap bahwa bukan kekuasaan yang dijalankan pejabat yang menimbulkan suatu masalah tetapi cara menggunakan kekuasaan itulah yang menjadi masalahnya. Demokrasi abad ke-19 dan ke-20 bahwa pemerintah harus menyatakan keinginan yang diperintah, bahwa wakil-wakil yang dipilih rakyat harus memiliki saham utama dalam pemerintahan, bahwa kekuasaan hukum harus mengatur prosedur pemerintahan, bahwa yang diperintah harus tahu keputusan yang diambil atas nama mereka- kenyataan pertumbuhan kader pejabat negara secara besar-besaran meningkatkan masalah yang menjadikan prinsip-prinsip itu tidak memberikan jawaban-jawaban secara langsung.
Sebagian administrasi yang makin lama makin besar yang kemudian menjadi inti pemerintahan modern, krieterianya sebagai pelengkap semakin tampak tidak sesuai sebagai alat yang mencirikan sifat administrasi demokrasi. Kriteria yang berbeda seperti akuntabilitas, tanggung jawab, kepekaan atau perwakilan, dipandang merupakan standar-standar yang sesuai untuk mengartikulasikan nilai-nilai demokrasi, yang harus dipedomani para pegawai negara jika mereka tidak mau menjadi birokrasi.
Diagnosis Birokrasi
Tiga posisi dasar tentang fungsi-fungsi pejabat di negara demokratis yaitu: 1) pejabat menuntut kekuasaan terlalu besar dan perlu dikembalikan pada fungsinya yang semula; 2) pejabat benar-benar memiiki kekuasaan dan tugas semakin besar dan jabatan itu harus dijalankan secara bijaksana; 3) kekuasaan itu diperlukan oleh para pejabat dan yang harus dicari adalah metode-metode yang dengannya pelayanan mereka dapat disalurkan bersama-sama.
Menurut Lord Chief Justice Hewart (1929), akar masalah terhadap ancaman demokrasi terletak pada meningkatnya jumlah legislasi dan kekuasaan yang dilimpahkan kepada pegawai negeri modern untuk bertindak sebagai hakim. Undang-undang yang disahkan kemudian disertai rincian untuk menuruti kemauan para pejabat, ketetapan dibuat untuk pengaturan departemen agar memiliki kekuatan hukum, keputusan-keputusan diambil untuk mana warga negara tidak memiliki jalan hukum lainnya. Hal ini diperkuat oleh J.M. Beck (1932) melalui studinya tentang pertumbuhan birokrasi di dalam pemerintahan federal dan akibatnya yang merusak bagi konstitusi.
Herman Finer dan C.S Hyneman tidak mengabaikan bahaya bagi demokrasi di dalam perkembangan administrasi negara modern, tetapi mereka cenderung melihatnya sebagai potensi, belum merupakan kenyataan. Kriteria yang tepat untuk mengukur administrasi negara yang demokratis adalah tanggung jawab para pejabat dalam arti pengaturan yang meyakinkan bahwa perbuatan mereka akan diteliti secara cermat, dikoreksi atau dihukum secara setimpal, bila pengaturan semacam itu ambruk maka timbul masalah birokrasi. Uraian Finer tentang kriteria tanggung jawab menurut akuntabilitas cara diganti dengan keprihatinan terhadap kepekaan pejabat pada kebutuhan-kebutuhan umum. Menurut pendirian ini masalah birokrasi timbul manakala pejabat gagal memahami atau menanggapi kebutuhan umum. Di dalam formulasi dan tafsiran kebijakan pejabat, diharapkan memanfaatkan sumber-sumber informasi dan menjaga hubungan dengan semua tingkatan masyarakat. Tuntutan ini membimbing elaborasi kriteria kepekaan kearah perwakilan.
Terbentuknya kepekaan tergantung pada lingkup prosedur rekrutmen. Tetapi keterbatasan latar belakang sosial sering disebut sebagai satu segi masalah birokrasi yang ada dalam konteks yang lain. Karena itu, G. Sjoberg menegasakan bahwa administrasi negara tidak peka terhadap kelas bawah dan bahwa karena kelas itu tidak dapat memahami administrasi negara maka ada keterbatasan yang menjadi konflik antara kelas itu dengan pejabat.
Keberadaaan badan pejabat negara, didefinisikan sebagai terpisah dari penduduk pada umumnya walaupun berasal darinya secara perwakilan, karena memiliki standar profesionalnya sendiri, yang pasti mengarah kepada pembentukan kepentingan golongan (seksional). Dilema paling mendasar yang dihadapi adalah tidak ada kelompok khusus di dalam masyarakat yang dapat mengemukakan kepentingan seluruh orang karena ia sendiri memiliki kepentingan.
Pengobatan (Remedy) terhadap Birokrasi
Banyak usulan-usulan tentang tentang pengobatan terhadap masalah birokrasi, antara lain sebagai berikut.
1) Menyarankan berbagai macam mekanisme kontrol.
2) Menyarankan dibentuknya badan-badan kontrol formal baru di luar lembaga-lembaga hukum dan perwakilan yang mapan.
Hyneman (1950) menegaskan bahwa syarat pokok bagi administrasi yang demokratis adalah keberadaan cara-cara otoritatif untuk mengarahkan para pejabat. Kontrol terhadap pengangkatan, prosedur penilaian dan penelitian memberikan alat-alat tambahan bagi tugas menjamin administrasi yang demokratik. Finer menambahkan bahwa tanggung jawab terjamin melalui pengaturan koreksi dan hukuman.
Simon menegaskan bahwa adanya badan-badan staf yang memberikan penilaian yang “bebas” terhadap tindakan administrasi, dengan sendirinya amat bertanggung jawab bagi kurangnya garis otoritas yang jelas. Pembentukan badan-badan seperti itu mencakup peningkatan biaya-biaya operasi, pengembangan suatu kelompok kepentingan baru dan batas-batas menjalankan departemen-departemen yang akan terjelma dengan sendirinya secara berbelit-belit.
3) Pemungsian peraturan-peraturan dalam kehidupan sosial.
4) Komitmen pejabat terhadap nilai-nilai demokrasi adalah suatu benteng pengaman yang lebih penting bagi demokrasi daripada sistem kontrol.
Untuk mewujudkan hal ini perlu adanya penekanan yang keras pada kompetensi profesional dan suatu kebijakan rekrutmen yang memilih orang yang berkaliber baik serta menjamin bahwa latar belakang sosial mereka adalah begitu rupa sehingga mereka disenangi oleh semua golongan masyarakat.
Profesionalisme dan perwakilan diharapkan menambah kepercayaan politik, dan sebagai akibatnya adalah menurunnya permintaan kontrol formal. Penurunan kontrol formal yang berasal dari luar mengakibatkan pengurangan kontrol formal dalam hierarki jabatan. Di sisi lain, profesionalisme dapat meningkatkan kemampuan mendengar bagi pejabat, tetapi juga meningkatkan jaraknya dari sumber bunyi.
Mill memandang pejabat negara modern tampak seperti aristokrat paternalistik. Publik itu bersuara, walaupun adalah pejabat adalah orang yang dipilih, suara siapakah yang didengar, dan dengan tingkat perhatian yang bagaimana. Ia melihat adanya konflik antara birokrasi dan demokrasi perwakilan. Biasanya diasumsikan bahwa di samping semua manusia adalah anggota kelompok kepentingan, hanya sejumlah kecil mausia yang dapat melihat kepentingan semua manusia.

Daftar Pustaka
Albrow, Martin. Birokrasi. 1989. Yogyakarta: Tiara Wacana, cetakan ke-2.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: