Bismillahirokhmanirokhiim

semoga tulisan ini dapat bermanfaat khususnya buat kalian Maha-Siswa!

 

Mahasiswa sebagai intelektual muda yang harus menjunjung tinggi trikompetensi dasar sebagai seorang intelektual yakni Religiuitas, Humanitas dan Intelektualitas tambahan dari penulis (MORALITAS) sebagai aset bangsa yang termasuk dalam Iron Stock seorang pemimpin haruslah mencerminkan pola pikir dan tingkah laku yang ‘anggun dalam moral unggul dalam intelektual’  bukan malah ‘liar’ ta terkendali, harus mampu memposisikan diri sebagai seorang yang berilmu dan berwawasan luas, sehingga mampu mengatasi setiap permasalahan dengan ILMU bukan dengan NAFSU.

Semangat yang menggebu-gebu dalam diri seorang mahasiswa memang mampu meruntuhkan apapun termasuk kekuasaan yang telah berkuasa selama 32 tahu, tapi apakah dengan semangat tanpa dibarengi dengan ILMU, AKHLAK dan MORALITAS itu cukup membuat kita bangga sebagai seorang ‘MAHASISWA’…?? seorang yang telah menjadi ‘MAHA-SISWA’ tentu harus mampu dan siap melakukan suatu perubahan ditengah-tengah krisis moral, bukan malah menambah aib yang ada.

Beberapa perubahan dibelahan bumi itu semua dicatatkan oleh ‘MAHASISWA’ yang bukan hanya sebagai intelektual muda tapi juga sebagai ‘Creator Of Change, Agen Of Change, Social Control dan Iron Stock harus mampu memberikan sebuah ‘keteladanan dan solusi nyata’ disaat negara yang diisi oleh para pejabat-pejabat korup dan tengah mengalami degradasi moral, tidak ada lagi yang akan dijadikan Teladan oleh masyarakat jika para pejabat dan para mahasiswa berkelakuan layakna bukan sebagai orang yang terdidik.

Kebebasan yang ada saat ini juga berkat hasil kerja keras mahasiswa, sebagai seorang yang terdidik yang hidup berdampingan ditengah-tengah masyarakat dan di’nilai’ oleh masyarakat, moralitas haruslah dibangun dalam diri seorang mahasiswa tidak hanya intelektual saja.(kompasiana.com)

Namun beberapa kali saya menemukan kejadian yang sangat tidak wajar dilakukan oleh Maha-Siswa. Mereka berambisi untuk mendapatkan IPK CUMLAUDE disetiap semseternya dengan mengacuhkan akhlak mereka sendiri.” Menyontek saat ulangan” masihkah pantas untuk menyandang “INTELEKTUAL”?. Memang tidak semua mahasiswa berlaku demikian. Namun Miris rasanya ketika saya baru saja duduk di bangku kuliah melihat sekeliling teman berlaku demikian saat musim Ujian Tengah Semester.

Dapat diibaratkan mereka menitih jiwa korupsi dari dini. Mungkin tak banyak yang menyadari hal itu. Bangsa ini membutuhkan jiwa yang bersih tak hanya otak yang cerdas tapi tak produktif untuk kebaikan dan kemajuan bangsa. Ketika ditelisik secara personal sebagian Maha siswa masih rendah berfikir untuk nasib bangsanya, jangankan bangsanya untuk kebaikan diri sendiri saja mereka masih melaju pada hal-hal yang mengarah pada kerancuan pribadinya sendiri. Seperti mereka lebih asyik melestarikan budaya selvi-selvi(foto narsis) dengan Hp importnya yang keren. Mereka sangat sukaa hal –hal yang berbau hura-hura dan kesenangan sesaat. Mereka yang tak memiliki niat awal berlaku hal demikian pun ikut terlarut karena lemahnya prinsip baiknya.

Padahal ketika kita sejenak menengok ke belakang berbagai aktifitas mahasiswa dahulu dalam kancah pergerakan nasional yang dilandasi oleh moral force (kekuatan moral) telah tercatat dalam sejarah
Indonesia. Banyak sekali kiprah mahasiswa yang telah menorehkan tinta emas bagi perjuangan bangsa. Dimulai dengan pergerakan Boedi Oetomo tahun 1908, kemudian dilanjutkan dengan Sumpah Pemuda tahun 1928, dan puncaknya pada tahun 1945 dimana mahasiswa pada masa itu memegang motor kendali bagi terlaksananya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Tak cukup sampai disitu, pasca proklamasi kemerdekaan mahasiswa masih tetap memegang idealismenya yang tinggi untuk tetap membela kepentingan rakyat. Hal itu dibuktikan dengan peristiwa jatuhnya orde lama pada tahun 1966. Mahasiswa terus melakukan tugasnya yaitu mengawasi jalannya pemerintahan yang berlangsung. Mereka tetap setia kepada bangsa dan negara. Mereka tidak akan rela jika tanah air mereka digadaikan. Mereka akan tetap berjuang walaupun jiwa-raga menjadi taruhannya.

Tergulingnya rezim Orde Baru yang ditandai dengan mundurnya Soeharto dari kursi kepresidenan pada 21 Mei 1998 adalah salah satu bukti perjuangan mereka yang tak kenal menyerah dan tetap fanatik dengan gelar kemahasiswaannya serta jabatan sosial yang dipegangnya. Meskipun saat itu banyak elemen masyarakat pro reformasi yang terlibat aktif, namun sekali lagi mahasiswa masih menjadi ujung tombak bagi perjuangan bangsa.

Secara moralitas mahasiswa harus mampu bersikap dan bertindak lebih baik dari yang lainnya karena mereka mempunyai latar belakang sebagai kaum intelektual, dimana mereka mengatakan yang benar itu adalah benar dengan penuh kejujuran, keberanian, dan rendah hati. Mahasiswa juga dituntut untuk peka terhadap lingkungan sekitarnya dan terbuka kepada siapa saja. Hal itu semata-mata karena mereka adalah kader-kader calon pemimpin bangsa di masa yang akan datang, yang memegang kendali negara di masa depan. Oleh karena itu mereka berhak untuk melakukan pengawasan terhadap pemerintah dan memberikan kritik atas setiap kebijakan yang dibuatnya. Sikap kritis itu merupakan wujud kepedulian mereka terhadap bangsa dan negaranya yang dilakukan dengan ikhlas dan dari hati nurani mereka, bukan atas keterpaksaan maupun intimidasi dari pihak luar. Segala sesuatu yang mereka perjuangkan adalah sesuatu yang mereka yakini adalah baik untuk kehidupan mereka di masa sekarang dan di masa yang akan datang. Hal tersebut berlaku dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sikap kritis mahasiswa tidak harus pada isu-isu nasional tapi dapat juga kritis pada isu-isu lokal seperti pencemaran lingkungan, kebijakan pemerintah setempat yang dirasa merugikan masyarakat kecil, tindakan sewenang-wenang pemerintah setempat pada masyarakat kecil, penyelewengan anggaran keuangan oleh pemerintah setempat, ataupun perihal lainnya. Sebagai pengusung moral force, mereka harus mengingatkan pemerintah jika pemerintah tersebut menyeleweng ataupun lupa pada tugas yang diembannya.

Bila kita amati dengan seksama, mahasiswa mempunyai kedudukan yang sangat unik yaitu sebagai kaum yang diterima oleh semua lapisan masyarakat dan mempunyai kemampuan intelektual yang tinggi. Keberadaan tersebut juga didukung oleh karakteristik mahasiswa yang rata-rata masih berusia muda, penuh semangat, dinamis dan tidak takut kehilangan sesuatu yang merusak idialisme dirinya. Karena itulah di lingkungannya mahasiswa sering dikatakan sebagai “intelektual sejati”. Ketika harus terjun ke masyarakat, mereka dapat dengan mudah berbaur, dan ketika harus berurusan dengan kaum birokrat, mereka mampu mengimbangi dengan kemampuan intelektual dan pendidikan yang telah diterimanya selama ini. Oleh sebab itu, mereka berperan strategis dalam kehidupan berbangsa yaitu sebagai penerus cita-cita bangsa.

Kehidupan di kampus adalah miniatur kehidupan bangsa, dimana di dalamnya juga terdapat keanekaragaman sosial dan budaya. Mahasiswa telah mengarungi kehidupan kampus yang cukup kompleks tersebut. Dan mereka telah bersosialisasi dan mampu beradaptasi sehingga tetap eksis di lingkungannya. Mereka juga telah mendapatkan pendidikan akademis dan politik yang lebih dibandingkan dengan generasi muda yang lainnya sehingga menempatkan mereka pada golongan elit pemuda. Namun hal itu bukanlah suatu pekerjaan yang ringan, tapi suatu pekerjaan yang membutuhkan konsentrasi, loyalitas, pemikiran, dan kesabaran yang tinggi.

Namun bukanlah keberhasilan yang akan didapat jika hanya mahasiswa yang berjuang di negeri ini. Mahasiswa tetap membutuhkan dukungan dari rakyat untuk menjalankan tugasnya, karena komponen terbesar negeri ini adalah rakyat, dan mahasiswa hanyalah sebuah komponen kecil. Perjuangannya akan sia-sia jika tak mendapat dukungan orang-orang yang dibelanya. Karenanya mahasiswa harus tetap mempertahankan kredibilitas dan legitimasi di mata rakyat agar rakyat selalu mendukung setiap langkah yang ditempuhnya.

Harus diakui bahwa selama ini peran mahasiswa sebagai moral force hanya sebatas pendobrak yang selanjutnya diserahkan kepada kaum politisi. Mahasiswa seperti memberikan sebuah cek kosong yang dapat diisi seenaknya oleh kaum politisi sehingga mereka tidak mampu melakukan kontrol atas cek yang diberikannya. Jika mereka ingin berperan lebih dari itu, mereka harus menyiapkan suatu konsep pemikiran mereka sebagai isi dari cek yang diberikan agar mereka mampu melakukan kontrol pada kaum politisi tersebut. Namun yang diberikan bukanlah sekedar konsep biasa, tetapi sebuah konsep yang mampu menjawab seluruh kebutuhan dan tantangan bangsa. Dan saat ini yang dibutuhkan bangsa adalah sebuah konsep yang mampu membawa bangsa ini keluar dari keterpurukan krisis multidimensi dan intimidasi kekuasaan menuju ke suatu titik pencerahan.

Namun, selama ini yang kita lihat, realita tidaklah seindah bayangan kita. Seperti sedikit yang saya paparkan di atas tadi. Tingkah Mahasiswa yang semakin menjadi budak globalisasi yang hedonis. Dapat di interpretasikan masih terlalu banyak mahasiswa yang tidak tahu atau pura-pura tidak tahu akan tanggung jawabnya sebagai pengemban amanah rakyat. Pandangan tersebut, tentunya berimplikasi pada posisi dan peran mahasiswa, sehingga eksistensi mahasiswa di mata masyarakat memudar. Bila hal ini dibiarkan berlanjut, bukan tidak mungkin perjuangan mahasiswa di masa mendatang tak lain hanyalah sebuah tong kosong yang nyaring bunyinya, atau sekedar katak di dalam tempurung. Mahasiswa harus segera berbenah untuk menyolidkan dirinya, karena mahasiswa bukanlah milik segelintir orang yang peduli pada nasib bangsa, tapi lebih dari itu.

Segala sesuatu yang besar adalah dimulai dari yang kecil. Adalah sebuah omong kosong jika dalam tubuh mahasiswa sendiri belum solid tapi sudah berkeinginan untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang lebih baik. Bangsa bukanlah hanya segelintir orang, tapi bangsa adalah terdiri dari banyak orang dengan beragam kondisi sosial dan budaya. Oleh karena itu, langkah pertama yang harus dilakukan mahasiswa adalah membenahi kondisi internal dalam dirinya, menyolidkan barisan, menyamakan visi, misi dan idealisme, serta menghimpun kekuatan. Baru setelah itu mereka dapat membuat impian untuk menjadikan bangsa menuju kehidupan yang lebih baik dan mewujudkannya dalam sebuah realita.

Pesan saya sebagai penyandang predikat Maha-Siswa juga kepada seluruh  teman-teman  Maha-Siswa untuk meluruskan niat awal kita berpijak di dunia perkuliahan yang hal itu adalah amanah dari orang tua, saudara, bahkan  seluruh rakyat indonesia yang harus kita tanggung dan jawab dalam segala problematika urgen di sekiling kita agar peka untuk berkontribusi memberikan solusi. Kurangilanh sikap apatis kita terhadap keadaan sekitar kita yang sebenarnya membutuhkan sentuhan dan perhatian kita. Mulailah dengan senantiasa perbaiki diri pribadi. Jangan malas untuk sedikit meluangkan waktu setiap hari untuk berintropeksi diri dan rangkum serta persiapkan sejuta rencana baik untuk ke depan yang lebih baik.

Jangan menyontek lagi kalau sedang ujian yah teman-teman , ingat kalian sudah muai dewasa dan saat nya untuk mempertebal iman dan tebar manfaat yang memesona untuk orang disekitar kalian dan tak lupa hal yang sangat urgen “ persiapkan diri dengan sejuta ide cemerang berlapis akhlak mulia untuk kemajuan bangsa indonesia”.

“Hidup mahasiswa! Adalah jargon sakral yang harus kalian benahi!

Daftar pustaka

https://id.wikipedia.org/wiki/Gerakan_mahasiswa_di_Indonesia

 

“Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Bidikmisi Blog Award  di Universitas Negeri Semarang.

Tulisan ini adalah karya say sendiri dan bukan jiplakan”