Bijak Dalam Bersosial Media

May 28th, 2017 by Kemal Budi Mulyono Leave a reply »

Sangat menarik apabila kita melihat perkembangan media sosial baik WA, FB, Twitter, IG, Linked, Path, Pinterest dll. yang sekarang ini menjadi suatu hal yang dapat cenderung berdampak positif dan negatif. Lalu sekarang ini media sosial menjadi suatu komoditas yang menjadi peluang bisnis baik secara langsung ataupun tidak langsung, baik kentara ataupun berkedok, dsb. Sosial media menurut beberapa pakar adalah media online, dimana para penggunanya bisa sangat mudah untuk berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi meliputi blog, jejaring sosial, wiki, forum dan dunia virtual.

Saya memahami konteks media sosial tercipta memang dari penciptanya melihat bahwa kecenderungan manusia yang lahir di abad millenium sangat peka terhadap kebutuhan untuk berkomunikasi dan berinteraksi yang bordeless. Ide untuk membuat sosial media memang bukan untuk fungsi positif ataupun negatif, tetapi mereka mampu menangkap peluang akan kebutuahan manusia untuk bersosialisasi dengan sesama, baik dalam ranah positif maupun ranah negatif. Dalam perkembangannya, media sosial menjadi kebutuhan yang sangat menjangkiti para obyek ataupun subyek manusia saat ini.

Munculnya media sosial, seperti fungsi media pada lainnya yaitu medium atau perantara. Maka dampak deviasi sosial, ataupun terciptanya disosiatif sangat memungkinkan, bahkan melalui media sosialpun memicu transformasi idelogi, ataupun pemikiran-pemikiran yang permisif, intoleran, dsb menjadi suatu hal yang wajar dan alamiah terjadi (asumsi lepas dari ada atau tidaknya regulasi pemerintah). Bahkan media sosial juga mempengaruhi perilaku-perilaku yang opportunis, religius, sampai kepada radikal menjadi suatu fenomena yang lazim.

Konteks media sosial adalah bebas sebelum ada aturan, jika ada aturan atau regulasi maka, pihak komunikan atau penyebar informasi, atau pesan harusnya memahami hal tersebut. Sehingga apabila ada konflik, penyalahgunaan IT, pencemaran nama baik, kebohongan publik, ataupun menyulut terciptanya perpecahan, sebaiknya diserahkan kepada Undang-Undang yang berlaku. Bahkan munculnya kabar hoax, ataupun berita palsu, nampaknya menjadi trend, dan ternyata mereka juga mendapat keuntungan dari setiap iklan yang disematkan dalam situs web mereka. Tetapi jika katakanlah media ini tidak membawa keuntungan juga suatu hal yang wajar terjadi. Munculnya media sosial mendorong seseorang untuk menulis atau membuat paparan-paparan yang inovatif dan kreatif, baik untuk kepentingan bisnis, agama. Dll. Tetapi kita hendaknya harus memadahi bahwa setiap orang berhak untuk berekspresi apapun dalam berinteraksi dalam dunia media sosial.

Menurut pendapat penulis sangat naif, apabila kita memahami media sosial bukan secara kontekstual dan filosofi apa, bagaimana, dan mengapa sebuah media sosial itu muncul. Tetapi lebih mengedepankan opini pribadi yang memiliki sifat dominasi atas seluruh konteks yang muncul dalam media tersebut. Bijak media sosial bukan dirunut dari manfaat secara pribadi, tetapi manfaat secara umum. Karena benar menurut kita, bisa jadi belum tentu benar menurut umum. Dan fungsi dari media sosial bukanlah semata-mata untuk menelurkan ide, gagasan, suatu tulisan tetapi murni mengubungkan dan menginteraksikan manusia.

Terlalu oportunis apabila kita memahami bahwa media sosial memiliki manfaat, apabila diisi dengan gagasan, ide, inovasi, bisnis, promosi, pemasaran, dsb. Oleh karena itu, bijak memanfaatkan media sosial hendaknya, bijak dalam memahami dan menempatkan dalam menggunakan media sosial. Hal tersebut dikarenakan media sosial adalah media komunikasi, jika komunikasi tidak nyambung atau terjadi distorsi saat penyampaian pesan dari komunikan kepada komunikator, bukan berarti komunikator yang tidak mampu menangkap pesan, bisa jadi penyampai pesan tidak paham lingkungan, media, ruas, ataupun tempat mengkomunikasikan pesan tersebut. Jika komunikan menghendaki demikian, maka alangkah lebih baiknya komunikan perlu grup yang sesuai dengan motivasi dari para komunikan. Dalam sosiologi dikenal dengan istilah gemeinscaft dan gesellscaft, dimana dua jenis kelompok sosial tersebut baik bersifat resmi ataupun tidak resmi, baik citizen ataupun netizen. Secara kontekstual digunakan sebagai wadah aspirasi, ide, gagasan, promosi, dll.

Bijak dalam bermedia sosial, bijak berkomunikasi, meminjam istilah Jawa Ajining diri soko lathi, Ajining rogo soko busono.

Advertisement

Leave a Reply

Skip to toolbar