AGAMA DAN ILMU

May 28th, 2017 by Kemal Budi Mulyono Leave a reply »

Sebuah khotbah yang futuristik di hari Jum’at, sangat menarik untuk ditelisik lebih lanjut. Dimana beliau menungkapkan satu kalimat substantive yaitu “bahwa yang ilmu adalah satu dan ilmu dunia itu adalah ilmu agama, dan tidak ada dikothomi diantara keduanya”. Melihat dari hal tersebut nampaknya pribadi saya agak kurang sepaham dengan konsepsi tersebut. Tentunya hal ini sangat sejalan dengan banyak ilmuan agama yang ada disekitar wilayah UIN, IAIN,ataupun Stain sangat menyamakan antara ilmu agama dengan ilmu dunia.


Hal yang menarik pola pikir saya adalah, tentunya disini kita harus menklarifikasi apakah dimensi ilmu dalam konteks agama koheren dengan dimensi ilmu dalam konteks sains. Atau hal ini karena dalam perspektif agama bahwa pengetahuan dogma-dogma itu sendiri adalah sebuah ilmu, yang memiliki epistemologi yang jauh kontradiktif diantara keduanya. Hal ini saya menggarisbawahi bahwa. Epistemologi dari sebuah agama ada dua konsep diantaranya adalah

  1. Agama samawi. Dalam agama samawi metodologi agama ini lebih cenderung pure murni deduktif semata, jadi dari teori utama yang absolut certainty yaitu wahyu Tuhan yang kebenarannya tanpa perlu dibuktikan atau diperdebatkan. Sehingga konteks metode agama ini sudah diatur secara rigid oleh Tuhan, sehingga yang menentang atau tidak mempercayainya dianggap murtad ataupun diberikan hukuman dalam konteks dunia ataupun akhirat
  2. Agama budaya. Dalam agama budaya lebih cenderung epistemologi filsafat yang digunakan, jadi metode yang digunakan berbasis observasi yang dicampur dengan imaginasi intuisi yang diperoleh melalui proses kontemplasi yang sangat panjang dari para pemeluknya, sehingga banyak pakar budaya mengganggap bahwa metode agama ini menggunakan seni kehidupan sebagai alat untuk merekonstruksi adanya unsur ketuhanan dalam kedalaman observasi manusia baik secara material maupun imaterial (mistik).

Tentunya secara epistemologi tersebut sangat tajam perbedaannya dari ilmu. Ilmu dalam konteks sains memberikan penjelasan yang sangat jelas bahwa sebuah pengetahuan akan menjadi sebuah ilmu apabila melalui proses ilmiah yang sangat ketat dan terus berulang dan konsisten kebenarannya, sehingga ilmu tersebut memiliki 4 fungsi aksiologis, yaitu untuk mendeskripsikan, menjelaskan, memprediksi, dan memaknai. Sehingga konteks ilmu disini harus benar-benar dipisahkan dari konteks agama yang memang cenderung deterministik absolut dan konservatif. Sehingga apabila ada perbedaan memungkinkan munculnya perilaku intoleran. Sementara ilmu, sebagai contoh Durbin dan Watson rela metode statistiknya untuk mengetahui adanya korelasi serial antar waktu atau autokolerasi diantara data time series yang ada, ketika memiliki keterbatasan bersedia untuk dikritisi oleh Breush dan Godfrey, dan ketika Gauss dan Markov membuat teori bagaimana faktor kesalahan dalam Classical Linier Regression Modelling harus dikendalikan tetapi hal tersebut kemudian dikritisi oleh Laplace dengan memunculkan Central Limited Therema, yang mewajibkan distribusi normal pada faktor kesalahan maka menjadi Classical Linier Normal Regression Modeling. Hal tersebut merupakan hal yang sangat wajar dalam ilmu.
Hal tersebut dikarenakan epistemologi Ilmu muncul dari sebuah pengamatan empiris yang terobservasi oleh indra manusia dan kemudian untuk memperoleh kebenaran, atau derajat interval keterpercayaan pengetahuan tersebut harus memiliki konsistensi ketika ditelaah ataupun diuji berulang-ulang. Sehingga dalam hal ini tidak semua pengetahuan menjadi sebuah ilmu. Ilmu yang tidak mapan hanya akan menjadi pseudoscience yang menjadi aib dari para ilmuawan. Sehingga tidak salah dalam dunia barat lebih tidak mempercayai agama ketimbang ilmu.
Namun sebagai ilmuan yang beragama islam. Fungsi ilmu yang bersifat empiris dan memiliki kebenaran yang bersifat tentative. Hendaknya bagaimanapun asas positivisme atau empirisme harus dibawah kedewasaan normative. Artinya bahwa ilmu harus beragama karena jika ilmu tidak beragama maka fungsi aksiologis dari sebuah ilmu akan menjadi brutal dan bersifat destruktif. Sementara jika ilmu tersebut dilandasi dengan agama maka fungsi aksiologisnya mampu untuk berubah menjadi maslahat bagi umat manusia.

Advertisement

Leave a Reply

Skip to toolbar