Skip to content


Materi Antropologi SMA Kelas XI: Keterkaitan antara Keberagaman Budaya, Bahasa Dialek, Tradisi dengan Kehidupan Masyarakat dalam Suatu Daerah

Materi ini diajarkan kepada siswa agar mampu memahami antropologi sebagai pengetahuan dan mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Terutama dalam menyikapi keberagaman budaya, bahasa, dialek, tradisi dengan kehidupan masyarakat dalam suatu daerah. Selain itu diharapkan siswa mampu memahami pengertian dan konsep tentang keterkaitan antara keberagaman budaya, bahasa  dialek, tradisi dengan kehidupan masyarakat dalam suatu daerah. 

Bahasa yang digunakan dalam kehidupan manusia mengandung beragam dialek. Dialek tersebut memiliki variasi yang beragam. Variasi tersebut di antaranya ada yang berkaitan dengan aktivitas. M. Ramlan dan kawan-kawan membagi ragam bahasa Indonesia diantaranya adalah, sebagai berikut.

  1. ragam berdasarkan tempat misalnya: dialek Jakarta, dialek Menado, dialek Jawa, dialek Minangkabau dan sebagainya.
  2. ragam bahasa berdasarkan penutur terbagi menjadi ragam golongan cedekiawan dan ragam golongan bukan cendekiawan.
  3. ragam bahasa berdasarkan sarana terbagi menjadi ragam lisan dan ragam tulisan.
  4. ragam bahasa berdasarkan bidang penggunaan terbagi menjadi ragam ilmu, ragam sastra, ragam surat kabar, ragam undang-undang, dan lain-lain.
  5. ragam bahasa berdasarkan suasana penggunaan, terbagi menjadi ragam resmi dan ragam santai.

Bahasa yang digunakan oleh penutur bahasa sangat dipengaruhi oleh konteks sosial budaya dimana mereka bertempat tinggal (habits). Konteks budaya tersebut bergantung pula pada status sosial, aktivitas, daerah geografis, usia, gender, dan masih banyak lagi. Bahasa masyarakat yang berada di wilayah perkotaan sangat berbeda di dalam penggunaan bahasanya dengan bahasa masyarakat yang berada di daerah pedesaan. Hal ini disebabkan oleh konteks sosial budaya yang menyertai di dalam kehidupan masyarakat bahasa tersebut.

Seorang pelajar yang tinggal di kota Surabaya akan memiliki dialek yang berbeda dengan seorang pelajar yang tinggal di daerah pedesaan di pinggiran kota Surabaya. Meski keduanya adalah seorang yang berpendidikan, namun gaya bahasa atau dialek yang digunakan akan jauh berbeda.

Di daerah Yogyakarta juga dikenal dengan basa walikan. Basa walikan adalah transkripsi dari huruf ha, na, ca, ra, ka yang terdiri dari empat baris itu kemudian dipasangkan. Baris kesatu dengan baris ketiga, dan baris kedua dengan baris keempat. Misalnya kata ”mari” menjadi dayi. Kata-kata dalam basa walikan tersebut umumnya digunakan oleh pelajar lelaki dibandingkan pelajar perempuan atau banyak digunakan oleh mahasiswa dibandingkan oleh mahasiswi.

Seorang eksekutif muda akan menggunakan ragam bahasa atau dialek yang berbeda dibandingkan tukang parkir. Hal tersebut dangat dipengaruhi oleh aktivitas kesehariannya di tempat kerja. Eksekutif muda terbiasa dengan rapat, presentasi, melakukan lobi, bisnis, dan lain sebagainya. Adapun tukang parkir hanya melakukan aktivitas memandu kendaraan pada arah yang tepat. Akibatnya penggunaan bahasanya pun akan jelas jauh berbeda.

Dialek Banyumasan sebagai contoh, dialek ini sering disebut Bahasa Ngapak Ngapak yaitu kelompok bahasa bahasa Jawa yang dipergunakan di wilayah Banyumas, Jawa Tengah. Bahkan beberapa kosakata dan dialeknya juga dipergunakan di Banten utara serta daerah Cirebon-Indramayu. Logat bahasanya agak berbeda dibanding dialek bahasa Jawa lainnya karena bahasa Banyumasan masih berhubungan erat dengan bahasa Jawa Kuno (Kawi). Jumlah penutur dialek ini antara 12–15 juta orang.

Bahasa Banyumasan terkenal dengan cara bicaranya yang khas. Seorang ahli bahasa Belanda, E.M. Uhlenbeck, mengelompokkan dialek-dialek yang dipergunakan di wilayah barat dari Jawa Tengah sebagai kelompok (rumpun) bahasa Jawa bagian barat (Banyumasan, Tegalan, Cirebonan dan Banten Utara). Kelompok lainnya adalah bahasa Jawa bagian tengah (Surakarta, Yogyakarta, Semarang dan lain-lain) dan kelompok bahasa Jawa bagian timur.

Kelompok bahasa Jawa bagian barat berbeda dengan bahasa Sunda. Dibandingkan dengan bahasa Jawa dialek Yogyakarta dan Surakarta, dialek Banyumasan banyak sekali bedanya. Perbedaan yang utama yakni akhiran ’a’ tetap diucapkan ’a’ bukan ’o’. Jika di Solo orang makan sego’ (nasi), di wilayah Banyumasan orang makan ’sega’. Selain itu, kata-kata yang berakhiran huruf mati dibaca penuh, misalnya kata enak oleh dialek lain bunyinya ena, sedangkan dalam dialek Banyumasan dibaca enak dengan suara huruf ’k’ yang jelas, itulah sebabnya bahasa Banyumasan dikenal dengan bahasa Ngapak atau Ngapak-ngapak.

Tidak hanya budaya dari Banyumas saja yang ada Indonesia akan tetapi masih banayak lagi budaya-budaya lain yang ada di luar Banyumas. Kita sebagai masyarakat indonesia yang multikultur dan mengenal toleransi maka kita harus menghormati perbedaan budaya tersebut.

Dengan derasnya arus globalisasi dikhawatirkan budaya bangsa, khususnya budaya lokal akan mulai terkikis. Budaya asing kini kian mewabah dan mulai mengikis eksistensi budaya lokal yang sarat makna. Agar eksistensi budaya lokal tetap kukuh, maka diperlukan pemertahanan budaya lokal. Fenomena anak usia sekolah yang senang dengan budaya asing menjadikan kewaspadaan untuk mengangkat dan melestarikan budaya lokal agar menjadi bagian integratif dalam pemelajaran sastra di sekolah. Budaya lokal merupakan budaya yang dimiliki oleh suatu wilayah dan mencerminkan keadan sosial di wilayahnya. Beberapa hal yang termasuk budaya lokal diantaranya adalah bahasa, dialek, cerita rakyat, lagu daerah, ritual kedaerahan, adat istiadat daerah, dan segala sesuatu yang bersifat kedaerahan. Pembelajaran ini dilakukan dalam upaya penanaman nilai-nilai yang terkandung dalam budaya lokal, seperti nilai religius, nilai moral, dan khususnya nilai kebangsaan kepada peserta didik. Pada akhirnya, penanaman nilai-nilai budaya lokal diharapkan akan mengimbangi pengaruh budaya asing yang semakin mewabah di masyarakat kita.

Sumber:

Catur, Atiek. 2009. Khazanah Antropologi 1: Untuk kelas XI SMA dan MA. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.

Yassir Nasanius & Unika Atma Jaya. 2011. Linguistik Indonesia.  Jurnal Ilmiah Masyarakat Linguistik Indonesia Tahun ke-29 No. 1

https://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/artikel/306 (diakses 18-12-2015 pukul 13:35)

https://www.materisma.com/2014/03/penjelasan-hubungan-bahasa-dan-dialek.html (diakses 18-12-2015 pukul 16:00)

https://perpustakaancyber.blogspot.co.id/2013/02/bahasa-dialek-perbedaan-mitos-legenda-dongeng-lisan-pengertian.html  (diakses 19-12-2015 pukul 20:20)

Posted in Antropologi SMA, Pendidikan.


0 Responses

Stay in touch with the conversation, subscribe to the RSS feed for comments on this post.



Some HTML is OK

or, reply to this post via trackback.