Skip to content


Fenomena Ahmadiyah (agama Islam) dilihat dari kerangka sosiologi dengan metode Dialektika Hegel

Penganut Ahmadiyah di Indonesia dikenal sebagai Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI). JAI ini mengatasnamakan sebagai bagian dari penganut agama islam, tetapi penerimaan mereka sebagai bagian dari penganut agam islam menjadi persoalan yang mengarah pada terciptanya konflik. Sebenarnya dogma dari Tuhan melalui Nabi Muhammad SAW agama Islam (muslim) itu satu, akan tetapi seiring berkembangnya zaman dengan berbagai konsekuensi yang berpengaruh terhadap kemaslahatan kehidupan umat manusia yang memunculkan berbagai penafsiran yang tentunya berbeda, sehingga hal inilah yang kemudian memicu timbulnya berbagai aliran-aliran dalam Islam yang salah satu diantaranya adalah Ahmadiyah.

Terdapat perbedaan mengenai individu yang berperan sebagai warga negara dan individu dalam pengertian diri. Jika individu sebagai warga negara Indonesia, mereka wajib untuk memeluk agama, akan tetapi jika individu tersebut dipandang sebagai diri yang tidak terikat oleh siapapun maka mereka berhak untuk beragama ataupun tidak beragama. Akan tetapi, dikarenakan seseorang individu tersebut hidup sebagai bagian dari negara Indonesia maka individu tersebut diharuskan untuk memeluk agama agar sesuai dengan dasar negara Indonesia yang ditulis pada dasar negara Pancasila sila pertama yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa” artinya bahwa seluruh warga negara Indonesia diharuskan untuk beragama. Karena jika seseorang tidak beragama maka, seseorang tersebut dianggap melawan dasar negara Indonesia. Dapat disimpulkan bahwa, hak (kebebasan) manusia menjadi terikat atau lebur oleh aturan hukum yang mengatur negara dan warga negara.

  • Kebenaran:
  • Kesepakatan bersama (Common Sense)

Terkait dengan fenomena Ahmadiyah yang ada di Indonesia ini masih diperdebatkan baik atau tidak baik dan benar atau tidak benarnya. Faktanya di Indonesia masih ada penganutnya yang seringkali disebut Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI). Tidak ada kebenaran dalam tahap commen sense ini yang ada hanyalah pembenaran.

  • Ilmu Pengetahuan

Bersifat debatable, hal ini disesuaikan dengan disiplin ilmu tertentu, diantaranya:

Ilmu agama bahwa dengan adanya fenomena Ahmadiyah ini pada dasarnya hanyalah untuk penyebaran agama kepada umat manusia, dan bertujuan baik, akan tetapi ajaran yang dilakukan menyimpang dari ajaran sesuai agama Islam. Ilmu Sosial bahwa tidak memberikan pembenaran atau kesalahan terkait dengan fenomena Ahmadiyah karena sifatnya relatif. Ilmu politik dan kepemerintahan bahwa dengan adanya fenomena Ahmadiyah ini tidak mendukung karena dianggap tidak sesuai dengan ajaran yang ada di kitab Suci (MUI).

  • Filosofis

Berkaitan dengan nilai universal, bahwa Ahmadiyah itu tidak benar

  • Agama

Pandangan bahwa suatu hasil keputusan tidak bisa diganggu gugat, bahwa Ahmadiyah itu tidak benar. Karena mengakui atau meyakini bahwa ada nabi setelah nabi Muhammad yaitu disebut Mirza Ghulam Ahmad.

  • Dialektika:
  • Tesis

Ahmadiyah legal dalam konteks kewarganegaraan

  • Antitesis

Ahmadiyah memicu tindak kekerasan dan provokasi

  • Sintesis

Negara Indonesia percaya akan agama, dan bahkan aliran agama ahmadiyah walaupun dalam prakteknya banyak pendapat positif dan negatif terhadapnya (ahmadiyah)

Posted in Kajian Ilmu Sosiologi.


9 Responses

Stay in touch with the conversation, subscribe to the RSS feed for comments on this post.

  1. Prestia Sukma Nur Azizah says

    bagus kak javascript:kaskusemoticonsclick(‘:thumbup’)

  2. Ayustya Citarestu says

    mmm,, pendapat positif yang seperti apa?

  3. Syarafina Nandanisita says

    debetable istilah darimana ya kakak?

  4. Sofiyatin says

    good job 😀

  5. Lenni Novia Lestari says

    Nggih bos matursuwun



Some HTML is OK

or, reply to this post via trackback.