Home > Artikel > Berhemat

Berhemat

November 29th, 2018

Berhemat by fauzi – Menengok bagaimana masyarakat di pedesaan menjalani hidup terasa sangat menarik untuk dibahas. Dengan berbagai keterbatasan yang ada, khususnya kondisi ekonomi tidak membuat kehidupan mereka lantas terasa sulit.

Seperti yang kebanyakan sekarang dikhawatirkan orang, yaitu ketika hidup tanpa kebutuhan ekonomi yang mapan akan sulit dalam menjalaninya. Kekhawatiran yang seperti itu mulai dirasakan mereka yang sudah mempunyai umur produktif untuk bekerja.

Tuntutan untuk bertahan hidup secara mandiri maupun untuk berbakti kepada orang tua, terkadang menjadi faktor yang membuat pemuda pemudi di usia tersebut galau.

Globalisasi yaa ..

Globalisasi membuat tren yang begitu sulit untuk dijangkau, karena kebanyakan tren itu bersumber dari media yang sebagian besar mempertontonkan tren ala kaum kaya/artis.

Melihat fakta bahwa masyarakat golongan menengah kebawah lebih mendominasi seluruh polulasi Indonesia, tren tersebut tentu sangat mengkhawatirkan.

Tekanan sosial dari masyarakat terhadap suatu standar yang semakin tahun semakin tinggi, membuat sebagian besar pengeluaran masyarakat tidak untuk kebutuhan-kebutuhan yang benar-benar pokok.

Sebagai contoh, pola makan masyarakat pedesaan dan perkotaan yang begitu berbeda. Pada masyarakat desa, kebutuhan makan sebatas nasi, lauk, sayur, dan terkadang buah. Mereka lebih sering meminum air putih sebagai minuman, ketimbang susu.

Jarang sekali mereka jajan di tempat-tempat seperti kafe, restoran, rumah makan, atau sejenisnya. Karena tempat-tempat seperti itu memang jarang mungkin? Entahlah. Tapi, menurut gw sih ya karena faktor ‘berhemat’ mereka yang luar biasa.

Coba kita bandingkan ..

Bandingkan dengan orang kota. Ditengah banyaknya fasilitas perbelanjaan, pola makan mereka cenderung boros. Tempat-tempat seperti kafe dan sejenisnya tentu sudah bukan barang baru, bahkan sudah menjadi langganan.

Padahal harga di kafe tentu lebih mahal dibanding di warung-warung makan dengan menu makanan yang sama. Boleh lah mereka berkata “kan kafe lebih nyaman dari warung makan?”. Eits, yang terpenting adalah kebutuhan bosque, kenyamanan boleh lah tapi bukan prioritas.

Lebih enak makan empat sehat lima sempurna di warung atau sekedar nasi ayam sambel sama minuman di kafe/restoran. Soal harga? ya survey sendiri aja mahalan mana, biasanya sih opsi yang kedua itu.

Pola konsumsi yang seperti ini membuat masyarakat cenderung boros untuk hal-hal yang sifatnya bukan kebutuhan. Ini baru soal pola konsumsi, belum kecenderungan berpakaian, jalan-jalan, dan seabreg kebutuhan-kebutuhan yang sifatnya ‘menyenangkan’ itu.

Tentu akan lebih boros lagi jadinya. Jadi, ketika ada yang pemuda/pemudi usia kerja yang merasa galau tentang masa depan ekonominya, tanyakan kepada mereka, siapkah hidup berdasarkan kebutuhan bukan untuk kesenangan semata?

Artikel lainnya: Rumah Ilmu

Artikel

  1. No comments yet.
  1. No trackbacks yet.
Skip to toolbar