“Kajian Agama (Religi) menurut teori Evolusi, Difusi, Fungsionalis, dan Fungsionalisme Struktural serta Aplikasi teori terhadap Fenomena Agama”

untuk lebih jelasnya pemaparan sebagai berikut

  1. Kajian agama menurut teori Evolusi

Di antara para ahli dan cendekiawan menulis berbagai karangan yang menjelaskan mengenai jalannya proses evolusi social yang kemudian menjadi cikal bakal atau di pergunakan dalam mengkaji sesuatu yang berhubungan dengan evolusi, di antaranya mengenai evolusi tentang agama ada beberapa ahli yaitu Edward B. Tylor, J.G. Frazer dengan penjelasan teori sebagai berikut :

Edward B Tylor ( 1832-1917)

Merupakan tokoh dari inggris penganut paham evolusionisme, ia melakukan suatu penelitian sendiri mengambil unsur-unsur  kebudayaan seperti sistem religi, kepercayaan, kesusasteraan, adat-istiadat dan kesenian hingga menghasilkan karyanya yang terpenting di budang religi yaitu dua jilid primitive culture : Research into the development of mytplpgy, philosophy, religion, language, art and custom pada tahun 1874. Dalam karyanya tersebut Edward mengemukakan bahwa asal mula religi adalah kesadaran manusia akan adanya jiwa, kesadaran akan faham jiwa itu di sebabkan karena dua hal yaitu:

  1. Perbedaan yang tampak pada manusia antara hal-hal yang hidup dan hal-hal yang mati. Satu organisme pada satu saat bergerak, yaitu hidup tetapi tidak lama kemudian orgasme itu tidak bergerak lagi, yakni manusia mulai sadar akan suatu kekuatan yang menyebabkan gerak itu yaitu nyawa.
  2. Peristiwa mimpi. Dalam mimpinya manusia melihat dirinya di tempat-tempat lain, maka manusia mulai membedakan antara jasmaninya yang ada di tempat tidur, dan suatu bagian darinya yang pergi ke tempat-tempat lain yang bagian tersebut di sebut jiwa.

Selanjutnya pada tingkat ahkir evolusi religi menurutnya setelah manusia mengenai kematian dan jasmani dan jiwa, Edward menganggap manusia percaya bahwa mhaluk-mahluk halus yang menempati alam sekeliling tempt tinggalnya yang kasat mata sehingga menjadi objek penyembahan dan penghormatan di sertai dengan upacara berupa do’a dan sajen atau korban yang di sebut edwar sebagai animism. Jadi konsep evolusi edwar adalah mulai dari hal sadar manusia terhadap jiwa hingga kepercayaan terhadap hal-hal yang mendampingi jiwa tersebut.

Selanjutnya adalah teori religi menurut J.G. Frazeer (1854-1941)

Merupakan ahli foklor yang sama-sama dari inggris seperti Edward, karyanya yang berhubungan dengan religi dan hal ghaib adalah Totemism and Exogamy (1910) uga mengkaji mengei asal mula dari rigid an mahluk ghaib bahwa menurutnya manusia memecahkan soal-soal hidpnya dengan akal dan sistem pengetahuan yang tidak ada batasnya. Makin keterbelakang kebudayaan manusi, makin sempit lingkaran batas akalnya.  Bahwa hidup manusia tidak dapat di pecahkan dengan akal, namun dengan magic dengan konsep pada waktu iu belum ada religi dalam kebudayaan manusia, lambat laun terbukti bahwa dari tindakan magic yodak ada hasilnya maka ia mulai yakin bahwa alam di diami oleh mahluk halus yang lebih berkuasa, sehingga dari kepercayaan tersebut timbullah religi jadi perbedaan dengan teori Edward adalah cara dalam menentukan objek tersebut.

Dari situlah kemuian muncul pemikiran dan teori mengenai religi dan agama di antaranya teori tentang kekuatan luar biasa, konsep tentang animism dan spiritisme, teori yang berorientasi kepada sikap manusia terhadap hal ghaib, dari situlah di simpulkan lima komponen religi yaitu (1) emosi kagamaan (2) sistem keyakinan (3) sistem ritus dan upacara (4) peralatan ritus dan upacara (5) umat agama. Yang intinya membahas interaksi manusia dengan mahluk lain yang di anggap sebagai kekuatan lain yang memperkuat atau menjaga dirinya.

  1. Kajian Religi menurut teori Difusi

Mengenai kajian religi pada teori difusi lebih kental pada ahli teori difusi yaitu Whilhelm Schmidt ( 1868-1954) merupakan guru besar  perguuan tinggi di Austria di mana di didik calon-calon pendeta penyiar agama Katolik, yang juga di ajarkan mengenai ilmu antropologi. Schmid terkenal dengan ilmu antrolopologi dari penelitian-penelitiannya mengenai bentuk religi yang tertua. Ia sebenarnya menlanjutkan uraian religi dari tokoh evolusi Andrew Lang. dalam dasar dan filsafatnya ia yakin bahwa agama berasal dari Titah Tuhan yang di turunkan kepada mahluk manusia itu mula-mula muncul di muka bui. Oleh karena itu adanya tanda-tanda dari suatu keyakinan kepada dewa pencipta, justru pada bangsa-bangsa yang paling rendah tingkat kebudayaannya adalah yang paling tua. Degan demikian keyakinan yang asli dan bersih kepada tuhan ada pada bangsa yang tua, pada masa kebudayaan manusia paling rendah atau belum berkembang, sebab dalam zaman kemudian waktu kebudayaan manusia bertambah maju keyakinan asli terhadap Tuhan menjadi kabur dan terdesak oleh pemujaan-pemujaan kepada mahluk halus, ruh-ruh, dewa dan sebagainya.

Sisa-sisa kepercayaan terhadap Titah Tuhan ayang merupakan kepercayaan kepada Dewa tertingg dapat di temukan dalam religi uku-suku bangsa di dunia yang di anggap sebagai sisa manusia dahulu seperti kelompk negroid kecil yang hodup di daerah perairan sungai Kongo Afrika Tengah.

  1. Kajian Agama menurut teori Fungsionalisme

Ahli teori fungsionalisme yaitu Robert K. Marton mempunyai dua  asumsi dari adanya struktur kepercayaan dari fungsi yaitu postulat keutuhan masyarakat bahwa sesuatu berhubungan fungsional dengan sesuatu yang lain dan postulat fungsionalisme universal bahwa segala unsur budaya melaksanakan suatu fungsi dan tidak ada satupun unsur lain yang mampu melaksanakan fungsi yang sama itu. Jadi menurut marton semua asumsi postulat di atas harus di tolak atas dasat empiric. Dari situ marton menjelaskan konsep “fungsi” yaitu fungsi manifest dan fungsi laten atau fungsi tampak dan fungsi terselubung, dari fungsi laten atau fungsi terselubung tersebut timbul konsep religi lewat tarian hujan hopi bahwa suku hopi terus melakukan tarian hujan tidak hanya keliru mempercayai bahwa ritual tersebut menghasilkan hujan namun menggalakkan fungsi solidaritas masyarakat, jadi menurut marton bahwa fungsi dari kegiatan ritual akan menjadi sebab adanya solidaritas masyarakat, jadi konsep religi yang tersirat dari  fungsional bahwa masyarakat akan percaya atau yakin terhadap sesuatu hal gaib atas sugesti yang tinggi dari akibat suatu kegiatan yang menimbulkan fungsi tersebut.

  1. Kajian Religi menurut Teori Struktural Fungsionalisme

Teori structural-fungsionalis merupakan penggabungan dari dua pendekatan, yaitu pendekatan fungsional Durkheim dan pendekatan Struktural Radcliffe Brown. Namun mengenai kajian agama atau religi terdapat pada konsep teori Malinowski yang tidak  jauh dari konsep R.B. Menurut Malinowski Budaya pada tingkat pertama merupakan alat atau instrument, Malinowski mengacukan konsep Budaya terhadap mikrokosmos masyarakat terrible atau masyarakat sederhana, masyarakat primitive dan sebagainya. Bahwa keseluruhan unsur-unsur sebagai kesatuan yang terintegrasi, selanjutnya dalam keleruhuna intergasi tersebut di kaji fungsi atau guna dari keseluruhan unsur tersebut. Di sinilah konsep kepercayaan atau religi dapat di kaji atau di lihat menurut teori structural fungsionalis di mana pertama Malinowski mengaku terhadap makroksmos di mana religi tumbuh dari adanya mahluk halus atau mahluk tak kasat mata yang kemudian di percaya dan di hormati, dan dari kepercayaan tersebut di gali berbagai unsur-unsur yang ada seperti alat, sikap dan hubungan dalam kepercayaan tersebut. Ketiga Malinowski juga mengemukakan persoalan perbedaan warisan sosiologis dan biologis, bahwa kebudayaan merupakan warisan sosiologis, seperti kepercayaan merupakaan peninggalan pada masyarakat primitive dan oleh sistem serta tingkah laku manusia mulai di ubah sesuai perkembangan zaman dan kebutuhan seperti yang telah di jelaskan pada konsep difusi;

  1. Studi Kasus

Fenomena agama yang di angkat adalah kasus Penistaan Agama oleh Mantan Gubernur Jakarta yaitu Ahok. Ahok di tuduh menistakan agama Islam karena menyinggung surat Al Maidah ayat 51 saat saat pidato di hadapan wrga Pulau Pramuka, Keulauan Seribu dan pada saat berlainan juga menuturkan meminta lawan politiknya untuk tidak pakai Al Maidah 51.

Jelas hal di atas memicu persoalan di antara berbagai masyarakat di Indonesia khususnya adalah masyarakat Islam, mengingat Ahok adalah sorang non muslim yang menjadi pemimpin di kota Jakarta. Fenomena atau kejadian ini berlangsung pada masa pencalonan kembali Ahok menjadi gubernur Jakarta. Tidak dapat di pungkiri fenomena semacam itu yang hakikatnya adalah persoalan agama atau kepercayaan di campuri oleh urusan social politik. Banyak tokoh agama maupun tokoh politik yang secara langsung maupun tidak langsung dan secara murni maupun tidak banyak yang mengecam dan melaporkan Ahok sebagai kasus penistaan Agama dan segera di Proses di Ranah hukum, kasus religi ini juga di jadikan sebagai alat provokasi dalam masa pencalonan Ahok sebagai Gubernur Jakarta

Teori yang Aplikatif untuk studi agama di atas adalah Teori Fungsionalisme marton di mana kasus penistaan agama oleh Ahok menjadikan banyak orang mengecam dan melaporkan pidato Ahok yang mengemukakan untuk tidak percaya terhadap surat Al maidah Ayat 51. Menurut pakar sosiologi tindakan ahok tersebut sebenarnya bukan atas dasar ketidaksengajaan, karena di sana Ahok mempunyai penasehat serta hal tersebut yang di kemukakan oleh Ahok tidak semata sekali saja. Itu merupakan cara yang di gunakan Ahok untuk menarik respond dari masyarakat berbagai kalangan untuk bersuara atau berkomentar. Jelas kasus seperti di atas akan menimbulkan akibat atau menjadi sebab dari pelaporan dan pengecaman Ahok oleh masyarakat Muslim dan di jadikan sebagai alat provokasi dalam dunia politik. Kemudian banyak masyarakat yang kemudian terperdaya atas sugesti kalangan atas untuk tidak memilih Ahok karena menistakan agama, tidak bisa menjaga attitude serta yang paling menonjol untuk agama islam adalah memilih pemimpin muslim, hal tersebut merupakan fungsi Laten dari fenomena di atas. Di mana bukan hanya respon pengecaman Ahok namun di balik itu terdapat tingkah laku manusia yang turrut serta menjadikan fenomena religi di atas sebagai hal provokasi yang memang secara alami akan tetap ada dan tidak di sadari oleh kalangan biasa. Seperti contoh fungsionalis Marton bahwa di balik upacara hujan Hopi menimbulkan esensi kekompakan atau solidaritas di antara masyarakat Hopi itu sendiri

Artikel ini di buat untuk memenuhi tugas pengganti UTS teori budaya Pada semester 4, referensi dari buku Teri budaya karya Kaplan dan Manner

Tulisan ini dipublikasikan di Artikel Kuliah Sosant. Tandai permalink.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: